Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Moda Angkutan | Pertumbuhan Kendaraan Jauh Lebih Tinggi dari Infrastruktur Transportasi

Sistem Transportasi di DKI Darurat

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dibutuhkan satu upaya sistematis dan cepat untuk mengatasi kondisi emergency pada sistem transportasi di Ibu Kota.

JAKARTA - Sistem transportasi di Ibu Kota sudah masuk pada tahap darurat. Hal itu terlihat pada kemacetan lalu lintas yang semakin parah.

"Indikatornya yang pertama, kemacetan di Semanggi, dampaknya semakin panjang, sekarang hingga Cibubur," kata Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono, dalam diskusi panel bertajuk Menyoal Masa Depan Sistem Pengelolaan Transportasi Jabodetabek, di Jakarta, Kamis pekan ini.

Selain ekor kemacetan semakin panjang, indikator lainnya adalah sistem contra flow (lawan arus) yang diberlakukan dari Cawang ke Semanggi dan dari Grogol ke Semanggi yang semula hanya hingga pukul 09.00 WIB setiap hari kerja, kini diperpanjang hingga pukul 10.00 WIB.

Kemudian, sistem ganjil-genap yang berlaku pada jam tertentu sudah tidak efektif, sehingga ke depan dia akan mengusulkan kepada Gubernur DKI, Anies Baswedan, agar ganjil-genap berlaku sepanjang hari, seperti saat Asian Games. "Dulu saya perkirakan ganjil-genap efektif selama setahun, ternyata lebih cepat," kata Bambang.

Dengan kondisi darurat itu, maka perlu satu upaya yang sistematis dan cepat untuk mengatasi kondisi emergency tersebut. Dalam beberapa kali rapat terbatas, katanya, dan beberapa kajian dipandang penting membentuk otoritas transportasi publik Jabodetabek setingkat menteri dan langsung di bawah Presiden sehingga lebih efektif menyinergikan kebijakan dengan daerah penyangga, seperti Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang.

"Kondisinya sudah darurat, sehingga pembentukan otoritas itu bisa melalui Perppu, sehingga tidak membutuhkan pembahasan payung hukum yang lama," kata Bambang.

Masalah Utama

Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, mengatakan di Indonesia, khususnya di Jabodetabek, masalah transportasi masih menjadi masalah utama. Kondisi itu berbeda dengan negara-negara lain, seperti Hong Kong dan Malaysia yang selesai dengan pembangunan transportasi publiknya. Karenanya, transportasi bagi mereka bukan lagi masalah utama, tetapi masalah sekunder.

Hal itu, kata Sudaryatmo, karena pertumbuhan kendaraan jauh lebih tinggi dari infrastruktur moda transportasi. Dalam lima tahun terakhir, kendaraan rata-rata tumbuh 9,3 persen.

Untuk itu, kata Sudaryatmo, diperlukan langkah-langkah menjadikan mobilitas warga Jakarta lebih efisien, baik dari sisi biaya/ekonomi, waktu tempuh dan mendukung kelestarian lingkungan. "Perlu membenahi pencatatan jumlah penumpang, dan pembenahan integrasi antarmoda, baik fisik, layanan dan rute, sistem pembayaran dan layanan informasi," katanya.

Salah satu karakteristik kebutuhan transportasi perkotaan adalah tersedianya moda yang menjawab kecepatan/sensitivitas waktu.

Idealnya, kata Sudaryatmo, pengelolaan transportasi publik berorientasi pada upaya menekan biaya transportasi dengan sunsidi dari pemerintah 8-12 persen dari total pengeluarannya.

Di DKI, jelasnya, subsidi pemda ke transportasi dan pangan sebesar 4,8 triliun rupiah atau 4,5 persen dari APBD DKI. Subsidi ini dinilai tidak efektif karena terbukti di lapangan masih amburadul. bud/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top