Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sistem Rujukan Berjenjang Mampu Berantas Stunting

Foto : ISTIMEWA

pendek

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penanggulangan kekerdilan (stunting) memerlukan usaha keras dan pendekatan yang tepat untuk dapat berjalan efektif. Salah sistem yang berhasil menurunkan angka stunting adalah di Kabupaten Malang Jawa Timur.

Di kabupaten tersebut prevalensi stunting turun menjadi 10,9 persen pada Februari 2021. Sebelumnya, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi stunting-nya sebesar 31,74 persen, menurun menjadi 25,56 persen pada 2019 berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita (SSGBI) 2019.

Kunci keberhasilan Kabupaten Malang dalam dalam penanggulangan stunting adalahditerapkannya sistem rujukan berjenjang dengan melibatkan kerja sama antar fasilitas kesehatan. Penguatan sistem rujukan berjenjang, diawali dari posyandu, puskesmas, hingga rumah sakit.

Rujukan berjenjang dibarengi dengan aksi penapisan (screening) dini dan tatalaksana yang tepat pada anak dengan kondisi yang menjurus ke stunting, yaitu 'faltering growth,' gizi kurang dan buruk. Juga diikuti dengan pelatihan kapasitas tenaga kesehatan, akses terhadap pangan olahan, edukasi,dan sanitasi.

Dari sisi aksi, Puskesmas Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang berhasil menaikkan berat badan 7 dari 8 anak yang berisiko stunting. Hal ini didukung dengan kerja sama lintas sektoral antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Kesehatan setempat.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg Arbani Mukti Wibowo mengatakan sistem rujukan berjenjang tersebut, aksi penapisan dini dan pelatihan kapasitas tenaga kesehatan diharapkan secara teknis dapat memperbaiki sistem layanan dalam rangka percepatan penurunan stunting.

"Pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam penanganan stunting di Kota Malang melibatkan kader, bidan, dokter Puskesmas hingga Bupati melalui penetapan prioritas pencegahan stunting. Tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan, namun secara teknis juga ditindaklanjuti oleh BKKBN dan Bappeda," ujar Arbani dalam webinar Kamis (16/9).

Arbani menambahkan, strategi penanganan stunting dilakukan secara spesifik dan sensitif. Intervensi secara spesifik dilakukan dengan pemberian makanan tambahan, suplementasi gizi, pemberian makan bayi dan anak (PMBA) dan pelayanan kesehatan.

"Sementara secara sensitif dengan memastikan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu, kerjasama lintas sektor dengan pemerintah dan pihak swasta juga turut mendukung upaya penanganan stunting ini," jelas dia.

Kepala Bappeda Kabupaten Malang Ir Tomie Herawanto, MP menjelaskan, pengentasan stunting dilakukan dengan intervensi dimulai dari perangkat paling bawah yaitu desa, dimana kami mewajibkan minimal 5 persen dalam pengajuan kebutuhan masyarakat adalah untuk kesehatan dan salah satunya adalah stunting.

"Kami punya data dimana desa-desa yang angka stunting-nya perlu diperhatikan. Kekeliruan yang sering terjadi selama ini adalah saat pengajuan anggaran hanya fokus pada pembangunan infrastruktur. Padahal, infrastruktur unggul tidak akan berarti apabila masyarakatnya tidak unggul," ujar dia.

Ketua Umum Akselerasi Puskesmas Indonesia (Apkesmi) dr. Trisna Setiawan, M.Kes mengatakan, Puskesmas memegang peranan penting dalam pencegahan stunting. Caranya Puskesmas membuat pemetaankasus-kasus stunting yang ada di wilayah kerjanya, dilanjutkan dengan rencana aksi penanganan."Dengan demikian, angka penurunan kasus stunting akan semakin banyak," jelas dia.

Staf Dep IKA Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FK Unair Dr. dr Nur Aisiyah Widjaja, Sp. A(K) menjelaskan, untuk mencapai target penurunan stunting menjadi 14 persen pada 2024, maka pencegahan stunting perlu dilakukan sebelum anak berusia 2 tahun.

"Dari bayi lahir hingga berusia 2 tahun, yang harus diwaspadai adalah apabila terjadi perlambatan kenaikan berat badan atau gagal tumbuh (faltering growth) yang bisa diketahui dari kurva berat dan tinggi badan. Bila parameter tersebut masih baik, tapi kurvanya menurun inilah yang disebut faltering growth atau gagal tumbuh," paparnya.

Direktur Executive Kerjasama Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) Dr. drg Widya Leksmanawati, SpOrt., MM, mengatakan, prioritas penanganan stunting adalah penapisan anak-anak yang berpotensi menjadi stunting. Selama ini organisasinya yang terlibat dalam penanggulangan stunting di kabupaten tersebut dalam edukasi menekankan pentingnya penapisan.

"Yang harus kita selamatkan adalah anak-anak yang saat ini sedang menderita gizi kurang, gizi buruk atau anak dengan gagal tumbuh pada anak usia dibawah 24 bulan. Anak-anak inilah yang berisiko mengalami stunting dimasa mendatang. Bukan hanya berat badan dan tinggi badan yang berisiko, tetapi yang lebih penting adalah otak mereka yang harus kita selamatkan," jelas dia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top