Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Energi Bersih | Pada 2019, Kapasitas Terpasang PLTU Hampir 44% dari Total Produksi Listrik Nasional

Sistem Kelistrikan Rentan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu mengambil pelajaran dari masalah kurangnya pasokan batu bara untuk pembangkit-pembangkit milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebab, dampak dari lamanya kebergantungan pada energi kotor membuat sistem kelistrikan rentan. Aliran listrik ke 10 juta pelanggan PLN terancam padam.

Ekonom Konstitusi Defiyan Cory menegaskan Presiden Joko Widodo harus mampu memainkan peranan pentingnya sebagai pemegang amanah Presidensi G20. Hal itu juga sebagai wujud dari komitmen COP26 (Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021) yang mengharuskan untuk mengurangi kebergantungan terhadap energi tak ramah lingkungan.

Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakarnya batu bara. "Di sisi yang lain, pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) yang harus ditindaklanjuti terkait COP26 masih belum dapat diandalkan untuk menghasilkan listrik," ucapnya di Jakarta, Senin (3/1).

Berdasarkan data PLN, pada 2019, kapasitas terpasang PLTU masih mendominasi sekitar hampir 44 persen dari total produksi listrik nasional. Sayangnya, di segmen EBT, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) kontribusinya hanya sekitar 8 persen, kemudian diikuti oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan kontribusi hanya sekitar 3 persen.

Adapun dari sisi produksi listrik, PLTU justru menyumbang lebih besar lagi, yaitu sekitar 61 persen dan segmen EBT, PLTA hanya menyumbang 5 persen, serta PLTP hanya sekitar 2 persen dari produksi listrik dalam negeri.

Butuh Keseriusan

Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, menegaskan jika pemerintah dan PLN harus serius wujudkan EBT dan dukung penuh COP maka buktikan segera tinggalkan pembangkit yang gunakan batu bara. "Biarkan saja batu bara diekspor ke luar negeri," tegasnya

Dia mengatakan pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Dirut PLN, Darmawan Prasodjo, beberapa waktu lalu, yang mengatakan mulai 2026, PLTU Batu Bara berhenti.

Pemerintah, akhir pekan lalu, telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengatur lebih spesifik tentang kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu minimal 25 persen dari rencana produksi yang disetujui dan harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar 70 dollar AS per metrik ton.

Ada 34 perusahaan batu bara yang dikenakan sanksi pelarangan ekspor batu bara ke luar negeri karena belum memenuhi kewajiban pasokan batu bara sesuai kontrak penjualan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Jamaludin, menegaskan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi untuk patuh terhadap pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara (Aspebindo), Anggawira, mendorong adanya reformulasi model usaha pertambangan batu bara di masa depan. Dirinya berharap Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bbara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PLN mampu menjaga pasokan batu bara dalam negeri dengan menyesuaikan harga batu bara acuan (HBA) untuk domestic market obligation (DMO) dengan harga internasional.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top