Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
BPJS Kesehatan | Perbaikan Sistem Harus Dibarengi Peningkatan Mutu SDM dan Faskes

Sistem INA-CBG's Mesti Dikoreksi

Foto : ISTIMEWA

Dede Yusuf, Ketua Komisi IX DPR.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi IX DPR meminta pemerintah mengoreksi sistem Indonesia Case-Based Group (INA-CBGs) karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Diharapkan, dari perbaikan sistem tersebut bisa mengatasi masalah fasilitas pelayanan dan menekan angka defisit BPJS Kesehatan.

Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX DPR, di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan menyusunan sistem itu (INA-CBG's) hanya melibatkan beberapa pihak saja seperti rumah sakit pemerintah dan beberapa rumah sakit swasta. "Harus ada stakeholder lain seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), gabungan perusahaan farmasi, dan sebagainya dalam menyusun metode sistem," kata dia.

INA-CBG's merupakan sistem pembayaran dengan sistem "paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Rumah sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan tarif INA CBG's yang merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Misalnya, seorang pasien menderita demam berdarah. Dengan demikian, sistem INA-CBG's sudah "menghitung" layanan apa saja yang akan diterima pasien tersebut, berikut pengobatannya, sampai dinyatakan sembuh atau selama satu periode di rawat di rumah sakit.

Dalam RDPU tersebut, Komisi IX menyampaikan beberapa saran, di antaranya mencakup formulasi Clinical Pathway Panduan Nasional Praktik Kedokteran (PNPK). Clinical Pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan proses mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien.

Selain itu, Komisi IX juga menyarankan CBG's dengan indeks kualitas dan atau global budget, adanya lembaga independent setting tariff, pelembagaan medical audit, penetapan volume dan budget per rumah sakit, penyempurnaan CBGs, dan rasionalisasi tarif.

"Seperti PNPK untuk farmasi, dokter, bidan, dan sebagainya, ini perlu guna menekan angka fraud yang sering kali terjadi dan membuat angka klaim ikut membengkak," papar Dede.

Komisi IX, lanjut Dede, akan menyusun laporan (saran) ini yang kemudian diberikan kepada pemerintah. Nantinya, diharapkan pemerintah dapat serius melaksanakan rekomendasi ini. "Kalau tidak, pemerintah harus memiliki argumentasi yang kuat. Sebab, apabila mempertahankan untuk tetap memakai sistem INA CBG's ini tentu pemerintah akan terus-menerus menambal defisit," ujarnya.

IDI Sepakat

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PD IDI), Ilham Oetama Marsis, menyatakan sepakat dengan Komisi IX.

"Kami setuju perubahan atas INA-CBG's agar rasionya tidak terlalu jauh dan sesuai dengan PNPK," ujarnya.

Menurut Ilham, perbaikan sistem tersebut harus dibarengi dengan perbaikan sistem kesehatan nasional. Perbaikan sistem kesehatan nasional tidak lepas dari perbaikan SDM kesehatan dan fasilitas kesehatan.

"Perbaikan sistem kesehatan nasional tentunya harus diikuti pula oleh perbaikan pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kuratif yang dibebankan dalam pembiayaan JKN harus ditopang dengan pembiayaan preventif dan promotif kesehatan," imbuh Ilham.

Lebih lanjut, Ilham menjelaskan, persoalan defisit dana JKN seharusnya jangan terjadi karena sangat berdampak kepada kualitas pelayanan kepada masyarakat. Selain kepada kualitas pelayanan, dampak dari terbatasnya dana JKN juga dirasakan pada ditunaikannya hak-hak dokter atas jasa medis. ang/E-3

Komentar

Komentar
()

Top