Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Signifikansi Upah Sektoral

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Arif Minardi

Pemerintah telah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Serikat Pekerja (SP) menentang karena berpendapat, eksistensi PP Nomor 78 Tahun 2015 bertentangan dengan aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Maklum peran SP dalam menentukan upah dikurangi.

Penerapan PP 78 selama ini telah membiaskan bahkan bisa mengaburkan penentuan struktur upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Bagi pekerja yang sudah memiliki masa kerja cukup serta jenis pekerjaan mantap, maka upah sektoral merupakan faktor sangat penting karena terkait struktur upah dan skala upah (SUSU).

Solusi sementara untuk mengurangi sengketa antara SP dan pemerintah serta pengusaha, menempatkan UMK menjadi prerogatif Gubernur dengan mengacu PP 78. UMSK dibahas Dewan Pengupahan dan itu menjadi rekomendasi bupati/wali kota untuk selanjutnya ditetapkan gubernur, sedangkan untuk pekerja sektor unggulan disepakati oleh dewan pengupahan setelah melakukan kajian dengan melibatkan akademisi dan pakar.

SP mengusulkan agar dibuat UU Pengupahan berkeadilan dan sesuasi dengan perkembangan zaman. UU tersebut juga terkait upah minimum yang mengatur UMK bulanan, harian, dan jam. Selain itu dengan adanya UU ketentuan SUSU bisa diterapkan secara efektif.

Bagi para pekerja, UMSK penting karena menjadi barometer ekosistem industrial suatu daerah. Besaran upah sektoral Kabupaten Karawang cukup menggembirakan. Pada tahun 2018 UMSK seluruh sektor industri di Karawang yang ditandatangani Gubernur Jawa Barat, tertinggi adalah sektor industri kendaraan roda empat atau lebih. Besaran upah sektoralnya 4.547.852 rupiah. Untuk tahun depan diharapkan besaran mencapai lima juta.

Tertinggi

Untuk mengatasi sengketa tahunan pengupahan, negara membutuhkan UU tentang Pengupahan. Masalah pengupahan yang tercatum hanya beberapa pasal dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diperkuat UU lain. Ada baiknya dilihat pertumbuhan upah yang dikeluarkan Nikkei Asian Review. Upah Asia tumbuh riil tertinggi di dunia pada tahun 2018 berkat perubahan struktur ekonomi regional yang semakin solid serta komitmen tinggi untuk mengelola portofolio kompetensi tenaga kerja.

Negara Asia yang mengalami pertumbuhan upah tiga teratas adalah India, Vietnam, dan Thailand. Untuk India, upah riil tumbuh 4,7 persen menjadikan terbaik 2018. Untuk Vietnam dan Thailand tumbuh 4,5 persen. India tumbuh karena program denominasi Perdana Menteri Narendra Modi pada 2016. Upah Vietnam naik karena konsumsi swasta semakin besar sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ekspor manufaktur Vietnam juga menjadi pendorong kenaikan upah signifikan. Sedangkan pekerja Thailand mendapat kenaikan upah karena mendapat keuntungan dari posisinya sebagai pusat manufaktur regional di tengah membaiknya ekonomi global.

Sedangkan untuk Tiongkok, upah riil tumbuh 4,2 persen, naik dari 4,0 persen. Menurut Moody's Economy, kondisi Tirai Bambu kelebihan kapasitas di perusahaan negara. Sedangkan macan Asia lain seperti Jepang, upah riil pada 2018 justru terjadi turun menjadi 1,6 persen dari tahun lalu 2,1 persen. Tekanan inflasi negeri Sakura telah menghambat pertumbuhan upah riil.

Buruh mengharap upah sektoral yang lebih substansial ini perlu kesepakatan agar sesuai dengan kemajuan zaman. Penetapan upah sektoral selama ini sarat masalah. Saat ini upah sektoral mengalami pukulan berat karena beberapa sektor sedang lesu dan nilai tukar rupiah tertekan dollar AS.

Dalam menetapkan upah sektoral hendaknya tidak hanya melihat kondisi komoditas tertentu. Kajian SP bisa menjadi tolok ukur, apakah sektor tertentu masih menjadi sektor unggulan atau tidak. Sebab, bidang usaha yang menetapkan upah sektoral tidak sembarangan. Ada sejumlah kriteria seperti jumlah karyawan, homogenitas, dan nilai tambah usaha.

Di dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 89 ayat (1) huruf b diatur mengenai upah minimum berdasarkan sektor. Ini juga dikenal sebagai upah sektoral maupun upah kelompok usaha. Dalam Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, Pasal 1 dijelaskan, sektoral adalah kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLBI). Di Pasal 11, ayat (1) upah minimum sektoral provinsi (UMSP) dan/atau upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) ditetapkan gubernur atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat buruh di sektor bersangkutan.

Selanjutnya dalam Pasal 11 ayat (3) ditentukan bahwa UMSP tidak boleh lebih rendah dari UMP dan UMSK tidak boleh lebih rendah dari UMK. Di dalam Pasal 18 ayat (1) ditentukan, jika perusahaan mencakup lebih dari satu sektor, maka upah minimum yang berlaku adalah UMSP atau UMSK. Selanjutnya, dalam Pasal 18 ayat (2) jika dalam perusahaan tersebut ada sektor yang belum masuk dalam UMSP atau UMSK, upahnya dirundingkan secara bipartit.

Jika para pekerja merasa tidak puas dengan besaran upah, dimungkinkan untuk memperjuangkan masuknya jenis usaha terkait ke dalam upah kelompok usaha (sektoral) atau menciptakan upah sektoral baru. KBLI merupakan klasifikasi baku kegiatan ekonomi di Indonesia. KBLI disusun untuk menyediakan satu set kerangka klasifikasi kegiatan ekonomi yang komprehensif agar dapat digunakan untuk penyeragaman pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data statistik menurut kegiatan ekonomi. Ini juga untuk mempelajari keadaan atau perilaku ekonomi menurut kegiatan usaha.

Dengan penyeragamanan tersebut, data statistik kegiatan ekonomi dapat dibandingkan dengan format yang standar pada tingkat internasional, nasional, maupun regional. KBLI yang diterbitkan dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik setiap saat harus mudah direvisi sehingga sesuai dengan perkembangan zaman. Revisi klasifikasi dilakukan karena terjadinya pergeseran lapangan usaha dan munculnya beberapa lapangan usaha baru. Hal ini menyebabkan banyak kegiatan ekonomi belum diklasifikasi dan portofolio kompetensinya.

Revisi juga akan menghasilkan klasifikasi yang lebih rinci dan lengkap dari versi sebelumnya untuk mengidentifikasi pergeseran lapangan usaha dan kemunculan kegiatan ekonomi baru. Dengan demikian, data ekonomi dan tenaga kerja dapat dikumpulkan dan disajikan dalam format yang terkelola dengan baik. Untuk tujuan analisis, pengambilan keputusan, dan perencanaan kebijakan, yang dapat lebih merefleksikan fenomena perekonomian terbaru. Penulis mantan anggota DPR

Komentar

Komentar
()

Top