Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi

Siapkan Transformasi Ekonomi Jelang Turunnya Permintaan Energi Kotor

Foto : ISTIMEWA

FABBY TUMIWA Direktur Eksekutif IESR - Penurunan permintaan terhadap batu bara harus diantisipasi karena akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan juga berdampak pada pendapatan, baik nasional maupun daerah penghasil batu bara

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk beralih atau bertransisi ke energi baru terbarukan (EBT) seharusnya juga mulai menyiapkan transformasi ekonomi di daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai produsen batu bara. Transformasi ekonomi itu penting karena menyangkut pendapatan dan pekerjaan masyarakat di daerah tersebut yang pasti akan berkurang seiring dengan makin menurunnya permintaan komoditas energi kotor tersebut.

Direktur Eksekutif lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan transformasi ekonomi penting dilakukan mengingat permintaan terhadap batu bara sebagai sumber energi jangka panjang diprediksi akan menurun signifikan.

"Penurunan produksi ini harus diantisipasi karena akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan juga berdampak pada pendapatan, baik nasional maupun daerah penghasil batu bara," kata Fabby, di Jakarta, Senin (11/7).

Hasil kajian IESR menunjukkan bila komitmen penurunan emisi karbon pemerintah Indonesia sejalan dengan Perjanjian Paris untuk bebas emisi pada 2050, maka pada 2045 batu bara tidak digunakan dalam sistem energi di Indonesia.

Fabby menjelaskan pemutakhiran target emisi yang lebih tinggi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) negara pengguna batu bara, seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Uni Eropa, Afrika Selatan, dan negara lainnya, akan berdampak terhadap penurunan, bahkan penghentian pembiayaan pada proyek-proyek energi fosil.

Apabila mengacu pada Perjanjian Paris, jika negara di dunia mengadopsi penghapusan batu bara yang lebih agresif maka pada 2030 produksi komoditas tersebut akan turun 20 persen, kemudian menjadi 60 persen pada 2040, dan 90 persen pada 2050.

Penurunan produksi batu bara menjadi ancaman cukup serius mengingat daerah-daerah penghasil batu bara tidak punya banyak pilihan untuk alternatif ekonomi, sedangkan melakukan transformasi ekonomi pascapenambangan batu bara memiliki waktu yang cukup panjang. "Kegagalan melakukan transformasi ekonomi tidak hanya menyebabkan peningkatan angka pengangguran, tetapi juga akan menyebabkan daya saing ekonomi yang menurun," kata Fabby.

Persiapan Pemda

Peneliti Spesialis Bahan Bakar Bersih IESR, Julius Christian, melalui kajiannya berjudul "Redefining Future Jobs" meminta pemerintah pusat dan daerah penghasil batu bara untuk segera melakukan berbagai persiapan guna mengantisipasi pengurangan pendapatan dan penyerapan pekerja dari batu bara.

"Kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah ini menjadi hal penting dalam mempersiapkan strategi ekonomi jangka panjang untuk mewujudkan struktur ekonomi yang lebih beragam dan tidak bergantung pada batu bara," kata Julius.

Dalam kajian itu, IESR mengungkapkan transformasi ekonomi perlu segera direncanakan bagi provinsi-provinsi di Indonesia yang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerahnya berasal dari sektor batu bara, seperti Kalimantan Timur yang memproduksi 48 persen pasokan batu bara nasional, Kalimantan Selatan 32 persen, Sumatera Selatan 9,0 persen, Kalimantan Utara 3,0 persen, dan Kalimantan Tengah 3,0 persen.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top