Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Buruh Migran

“Seperti di Neraka", 18 WNI Meninggal di Tahanan Imigrasi Malaysia

Foto : ISTIMEWA

Buruh migran tidak berdokumen diborgol dalam penggerebekan di Dengkil, luar Kuala Lumpur, Malaysia, (2/6).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melaporkan sebanyak 18 WNI meninggal dunia di Depot Tahanan Imigrasi Tawau, Sabah, Malaysia, sejak Januari 2021 sampai Maret 2022. "Salah satunya diduga mengalami penganiayaan sebelum meninggal dunia," ungkap laporan itu. Laporan itu juga menyebutkan KBMB menemukan ada beberapa kasus dugaan "bentuk hukuman tidak manusiawi" dan "penyiksaan" yang dialami deportan WNI di tahanan Imigrasi Tawau, Malaysia.

Konsulat RI di Tawau mengatakan akan memeriksa kembali penyebab kasus kematian seorang WNI, yang sebelumnya dilaporkan terjadi karena serangan jantung. Sementara itu, Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta menyebut kematian yang terjadi di depot tahanan imigrasi kebanyakan disebabkan Covid- 19 dan penyakit serius lainnya. Dalam laporan berjudul "Seperti di Neraka: Kondisi Pusat Tahanan Imigrasi di Sabah, Malaysia", tim pencari fakta (TPF) KBMB mewawancarai beberapa deportan asal Indonesia.

Upaya ini dilakukan untuk mengetahui apa terjadi pada Suardi, salah-seorang WNI, yang diduga meninggal akibat dianiaya di tahanan Imigrasi Malaysia di Tawau, Sabah. Mereka mewawancarai para deportan, salah-satunya adalah saudara kandung mendiang, yang berada di satu blok tahanan dengan Suardi.

Para saksi itu mengatakan Suardi dipukul ramai-ramai oleh petugas Depot Tahanan Imigresen (DTI), di hadapan tahanan lainnya. Suardi, dengan kondisi tubuhnya yang terluka, kemudian dimasukkan ke dalam sel isolasi, dengan tangan diborgol. Dia kemudian dinyatakan meninggal dunia pada awal Januari 2021.

Selain kasus Suardi, hasil penyelidikan KBMB menyimpulkan ada dugaan "bentuk hukuman tidak manusiawi" hingga dugaan "penyiksaan" di sana. "Berbagai bentuk penghukuman dan perlakuan tidak manusiawi, bahkan penyiksaan terjadi di pusat tahanan imigrasi yang merupakan suatu institusi yang tertutup, institusi yang terisolasi.

"Jarang sekali orang bisa mengakses realitas yang terjadi di dalam, sehingga mereka secara tidak langsung dilindungi oleh ketertutupan itu, tidak banyak orang yang tahu," kata Abu Mufakhir, anggota TPF KBMB melalui sambungan telepon kepada BBC News Indonesia, Minggu (26/6). Konsul RI di Tawau, Heni Hamidah, mengatakan, pada Senin (27/6), pihaknya akan mencocokkan data dengan depot tahanan, terkait dugaan penganiayaan yang dialami Suardisebelum meninggal dunia.

Sebab, dalam laporan yang dia dapat tahun lalu, penyebab kematian Suardi adalah serangan jantung. "Kita akan telusuri lebih lanjut. Saya enggak tahu sebetulnya pihak KBMB ini infonya dari mana, kalau berdasarkan file tertulis di kita, almarhum meninggalnya karena heart attack. Ini mau kita cek juga dengan depot," kata Heni kepada BBC.

Tanggapan Malaysia

Menanggapi temuan KBMB, Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, dalam keterangan tertulisnya, mengatakan total ada 149 tahanan asal Indonesia yang meninggal dunia di DepotTahanan Imigrasi di seluruh Sabah. Semuanya, disebabkan oleh penyakit, mulai dari Covid-19, sampai penyakit serius seperti kegagalan fungsi organ dan serangan jantung.

Pernyataan itu membuat KBMB terkejut karena jumlah kematian WNI di DTI tenyata lebih tinggi dari yang mereka duga. Heni juga mengatakan akan melakukan verifikasi lagi ke pihak DTI terkait jumlah kematian yang sebenarnya. Anggota tim pencari fakta KBMB, Abu Mufakhir, mengatakan akses terbatas ke DTI membuat dugaan kekerasan di dalamnya sulit terkuak.

Pasalnya, kata dia, pihak-pihak yang bisa masuk ke Depot tahanan hanya PBB, Palang Merah Internasional, dan Suhakam atau Komnas HAM Malaysia.

"Kami beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk bertemu para deportan sejak hari pertama mereka dideportasi, sehingga kami mendapatkan banyak cerita tentang berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di detensi, yang dialami oleh mereka sendiri, yang bahkan menyebabkan beberapa orang kehilangan anggota keluarganya," ujar Abu.


Redaktur : andes
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top