Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi I Konsumen Pengguna Energi Terbarukan Itu Terus Meningkat

Sentuhan Teknologi Membuat Harga Listrik EBT Lebih Murah ketimbang Fosil

Foto : ISTIMEWA

KUNTORO MANGKUSUBROTO Mantan Menteri Pertambangan dan Energi - Karena kemajuan teknologi energi baru terbarukan akan menjadi jauh lebih murah daripada PLTU.

A   A   A   Pengaturan Font

» Secara komersial pembangkit listrik berbahan fosil sulit bersaing dengan EBT.

» Bauran EBT pada energi primer pembangkit listrik nasional masih jauh lebih kecil.

KENDARI - Biaya investasi mahal yang melekat sekian lama dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) secara perlahan mulai sirna. Dengan berbagai pengembangan dan sentuhan teknologi harga listrik dari energi bersih semakin murah dibanding dengan bahan bakar fosil yang kotor.

Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Kabinet Reformasi Pembangunan, Kuntoro Mangkusubroto, saat tampil sebagai pembicara dalam seminar Energi dan Pertambangan pada rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) di Kendari, Senin (7/2), mengatakan dengan semakin murahnya listrik EBT maka konsumen pengguna energi terbarukan itu terus meningkat dari waktu ke waktu.

Kemajuan teknologi, katanya, akan membuat keseimbangan persaingan usaha antara EBT dan energi fosil.

"Tadinya, PLTU lebih murah daripada energi baru terbarukan karena kemajuan teknologi energi baru terbarukan akan menjadi jauh lebih murah daripada PLTU," kata Kuntoro.

Dia pun mengapresiasi upaya PT PLN (Persero) yang sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, karena harga listrik dari pembangkit itu hanya empat sen dollar AS per kWh.

Pembangkit listrik berbahan bakar fosil kini telah tertinggal dari sisi teknologi, sehingga secara komersial akan sulit bersaing dengan EBT.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa, pada kesempatan yang sama mengatakan salah satu yang menjadi penggerak transisi energi global adalah biaya teknologi energi hijau yang semakin turun dan semakin rendah dari waktu ke waktu.

Menurutnya, harga modul surya, turbin angin, dan baterai lithium ke depan terus menurun dan semakin kompetitif. Dalam satu dekade dari 2010- 2020 harga PV mengalami penurunan 90 persen, begitu juga harga turbin angin (PLTB) mengalami penurunan 48 persen.

The International Renewable Energy Agency (IRENA) memperkirakan harga panel surya atau PV akan turun 55 persen pada tahun 2030 dan 45-55 persen untuk turbin angin. Dalam lima tahun, harga batterai storage mengalami penurunan 40 persen.

EBT mendominasi investasi di sektor kelistrikan, setiap dollar AS yang diinvestasikan pada PLTS dan PLTB memberikan listrik empat kali lebih besar dari satu dekade lalu. Korporasi global menjadikan listrik EBT sebagai sebuah kebutuhan utama dan menjadi prasyarat berinvestasi di sebuah negara.

"Hanya di Indonesia porsi EBT masih kalah jauh dari energi fosil. Bauran EBT pada energi primer pembangkit listrik nasional jauh lebih kecil dari target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Berbeda dengan tren global konsumsi batu bara di Indonesia terus meningkat, padahal potensi EBT di Indonesia jauh lebih besar," kata Fabby.

PLTU Batu Bara, tegasnya, bukanlah pembangkit listrik termurah. Jika harga batu bara 150 dollar AS per ton diteruskan ke pembangkit maka biaya pembangkit listrik dari PLTU naik 32-61 persen.

"Dengan adanya upaya dunia melakukan pembatasan emisi secara agresif maka potensi risiko standar asset PLTU di Indonesia mencapai 27 dollar AS," kata Fabby.

Pemanfaatan Hidrogen

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengarahkan hidrogen menjadi salah satu energy carrier atau pembawa energi yang potensial untuk bisa masuk ke sektor industri maupun transportasi.

Dia mengatakan pemanfaatan hidrogen tersebut tidak menggunakan teknologi fuel cell, tetapi memakai teknologi pembakaran internal yang biasa dipakai oleh kendaraan bermotor.

"Hidrogen sekarang diarahkan menjadi salah satu energy carrier yang sangat potensial yang nanti bisa masuk ke industri, bisa masuk ke transportasi," kata Dadan.

Dadan menjelaskan apabila hidrogen bisa dimanfaatkan dengan baik melalui teknologi tersebut, maka industri di Indonesia tidak akan terlalu banyak mengalami revolusi.

Dia menyampaikan bahwa dulu pemerintah berharap hidrogen dapat dipakai di pembangkit listrik dan kendaraan bermotor dengan teknologi fuel cell, namun ternyata komoditas ini tidak direspons dengan baik oleh pasar.

Pemanfaatan hidrogen tidak hanya berdampak terhadap ketahanan energi nasional, tetapi juga akselerasi dekarbonisasi hingga ekonomi.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top