Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kiaracondong Bandung

Sentra Pembuatan Keramik Hias

Foto : KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
A   A   A   Pengaturan Font

Keramik asal Tiongkok dengan usia puluhan bahkan ratusan tahun sering menjadi buruan kolektor. Selain unik dan langka, juga harganya sangat tinggi. Tapi tak jarang ditemukan pula keramik aspal, alias asli tapi palsu.

Bentuk guci besar yang menjadi ciri keramik khas Tingkok atau Jepang rupanya mudah saja ditemui di kawasan Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Lihat saja di Jalan Stasiun Lama Kiaracondong, atau di Sukapura, Kelurahan Kebon Jayanti. Beberapa rumah toko di depannya nampak keramik ukuran jumbo dipajang.

Awal mula sentral keramik Kiaracondong berasal dari kelurahan Sukapura, Kecamatan Kiaracondong. Namun kini terpusat di Kelurahan Kebon Jayanti.

Keramik dengan model keramik kuno ini sebenarnya baru berumur beberapa minggu atau bulan, bahkan beberapa di antaranya baru selesai dibuat. Jadi bukan keramik dengan nilai ratusan juta rupiah. Harga termahal hanya sekitar 2 juta rupiah.

Tapi jangan salah, sentra keramik di Kota Bandung ini sudah berumur hampir 60 tahun. Sebab perajin keramik di kawasan ini sudah mulai bermunculan sejak 1960-an. Hingga saat ini sentra keramik Kiaracondong ini masih aktif berproduksi, meski tidak seramai ketika 1980 hingga 1990.

Berbincang dengan salah satu perajin keramik, Kosim Sundana (72), mengaku jika usahanya saat ini adalah warisan dari orang tuanya yang memulai usaha pada 1960. Ia meneruskan usaha 20 tahun kemudian atau sekitar 1980-an.

Tentu dengan perjalanannya selama 30 tahun lebih, ia sudah mahir membuat keramik. Bahkan menguasai pasar keramik hingga ke luar Jawa bahkan ekspor ke Jepang, Eropa dan Tiongkok.

Produksinya bermacam-macam, mulai keramik yang terkecil hingga guci ukuran tinggi satu meter lebih. Ia juga memproduksi asbak, piring -piring keramik sebagai hiasan dan lainnya.

Menurutnya, sejak 1960, ada puluhan perajin keramik di kawasan tersebut. Bahan baku tanah liat khusus sebagai pembuatan keramik juga sangat mudah didapat. tgh/R-1

Berharap Tidak Punah

Usaha keramik di Kiaracondong hingga saat ini masih tetap bertahan karena keturunan perajin masih tetap mempertahankan keberadaannya. Banyak diantara mereka yang merupakan keturunan kedua dan ketiga.

Seperti Kosim, ia meneruskan usaha orang tuanya, bahkan kini anaknya juga sudah mulai mengerjakan bisnis keramik. Ia mengkui sulit untuk meneruskan usaha jika menyerahkan kepada orang lain selain keluarganya.

"Dulunya usaha ini dari ayah saya dan tidak disangka usaha ini sudah sampai ke tangan cucu," katanya.

Pada pertengahan 1970-an hingga 1990-an, banyak perajin keramik yang bekerja di tempatnya, namun seiring waktu, perajin yang bekerja di tempatnya kini hanya tersisa 6 hingga 7 orang.

Pada 1997-1998, saat krisis melanda, industri keramik sempat terganggu. Namun karena bahan baku masih menggunakan tanah lokal, hanya sedikit bahan baku impor, keberadaan usaha ini masih bisa bertahan.

Sentra keramik yang telah berumur 58 tahun itu memproduksi berbagai macam produk keramik di antaranya pot bunga, guci, tempat duduk, tempat payung, jembangan, mug, hingga cenderamata untuk acara pernikahan.

Harga satu keramik di tempat itu pun tidak ada perubahan besar kecuali mengikuti inflasi dari 1970 hingga saat ini.

Mereka ingin memperbesar usaha bahkan menjadikan kawasan sentra keramik ini sebagai kawasan wisata belanja khusus di Kota Bandung. Apalagi wilayah tersebut sangat dekat dengan Stasiun KA Kiaracondong, sehingga aksesnya sangat mudah dijangkau, terutama bagi warga luar Bandung.

Memang diakui saat ini penjualan keramik mulai menurun, tidak seperti pada masa kejayaannya pada 1980 - 1990. Namun perajin tetap optimis, sentra keramik hias di Kiaracondong ini akan tetap hidup karena dibuat dengan cara tradisional alias hand made.

Bukan hanya proses pembuatan keramiknya, saat melukis atau membuat motif di piring atau guci, dilakukan dengan melukisnya secara manual. Bukan dengan cara disablon. tgh/R-1

Masih Tradisional

Sejak dulu, proses pembuatan keramik Kiaracondong masih dilakukan secara tradisional. Seperti produksi keramik pada umumnya, proses pembuatan keramik di sini sangat tergantung cuaca. Musim penghujan seperti akhir-akhir ini tentunya cukup merepotkan bagi perajin keramik.

Kemudian pada proses pembakarannya pun masih dilakukan secara tradisional, dengan menggunakan tungku khusus. Karena keterbatasan tungku pembakaran, proses pembakaran juga terkadang terkendala dengan ukuran keramik yang dipesan. Semakin besar ukuran, semakin lama proses pembakaran dan penjemurannya.

Pembuatan sebuah guci ukuran besar, sekitar satu meter bisa memakan waktu pegerjaan selama dua minggu, bahkan lebih, tergantung cuaca. Pembakaran pun tidak bisa sekali selesai, bisa sampai dua kali pembakaran.

"Pengrajin seperti kami ini sangat tergantung cuaca. Kalau cuacanya cerah akan lebih cepat. Kalau musim hujan seperti sekarang memakan waktu yang cukup lama dengan tempratur pembakaran seriu derajat dalam proses pertama lalu proses kedua 800 derajat," ujar Kosim.

Kosim berharap sentra keramik di Kiaracondong selalu eksis. Karena industri keramik merupakan warisan turun-temurun dari orang tuanya. Selain itu, bagi para pecinta keramik diharapkan lebih memilih keramik asli dalam negeri dibanding keramik hasil ekspor dari luar negeri.

"Saya mempunyai harapan banyak mengenai usaha ini, tergantung para konsumen lebih menonjolkan kerajinan keramik asli Indonesia. Semoga pemerintah bisa membatasi barang dari luar negeri. Sehingga barang dari dalam negeri bisa maju," harapnya.

Perajin lainnya, Yuyun Wahyudin (51), bercerita jika ia mulai menekuni industri keramik sejak tahun 1997. Ia mengaku sudah mampu memasok kebutuhan keramik hias ke berbagai daerah seperti Aceh, Medan, Lampung, Pekanbaru, Palembang, Banjarmasin, Manado dan NTT. "Sebulan bisa laku sekitar 20 juta-an," ujarnya.

Keramik yang dijual di sentra Kiaracondong ini bervariasi berdasarkan ukuran dan kecantikannya. Untuk ukuran kecil dalam sebulan, setiap satu sentra keramik dapat memproduksi 50 hingga 100 buah keramik piring, guci atau stoneware. Kisaran harga jualnya antara 15 ribu hingga 1 juta rupiah.

Ia mengaku keramik dari Kiaracodong tetap disukai pelanggan karena motifnya yang bervariasi, seperti motif bunga, alam dan kaligrafi. Selain itu kualitas keramik juga diakui kuat karena menggunakan bahan pilihan yang didatangkan dari luar Bandung, seperti tanah dari Belitung. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top