Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penyelamatan Negara I Korupsi Bukan Bagian dari Budaya Bangsa Indonesia

Semua Elemen Bangsa Harus Hidup Jujur dan Aktif Perangi Korupsi

Foto : ISTIMEWA

Pengajar Mata Kuliah Antikorupsi, Felisianus Novandri Rahmat, di Jakar­ta, Jumat (3/2), mengatakan sikap an­tikorupsi harus digaungkan lebih luas, bukan hanya segelintir lembaga seperti ICW yang hanya banyak menyampaikan retorika tanpa memainkan peran yang lebih dirasakan masyarakat.

A   A   A   Pengaturan Font

» Para koruptor tidak punya harkat dan martabat, bahkan tidak malu menyandang stigma tersebut.

» Nilai kejujuran harus menjadi keutamaan dalam menggelorakan semangat antikorupsi.

JAKARTA - Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) atau para pegiat antikorupsi harus lebih banyak lagi untuk mendobrak perilaku korupsi yang terus menggerogoti keuangan negara. Lebih banyaknya pegiat itu karena aparat negara sudah sulit diharapkan untuk mendobrak kejahatan tersebut.

Pengajar Mata Kuliah Antikorupsi, Felisianus Novandri Rahmat, di Jakarta, Jumat (3/2), mengatakan sikap antikorupsi harus digaungkan lebih luas, bukan hanya segelintir lembaga seperti ICW yang hanya banyak menyampaikan retorika tanpa memainkan peran yang lebih dirasakan masyarakat.

"Sekarang, semua bisa punya peran. Kita bersama harus memperbaiki diri dengan kejujuran. Kalau kita jujur, pasti menuntut orang lain juga untuk jujur. Kenapa zaman kita baru merdeka, kehidupan masyarakat Indonesia jauh lebih jujur dari sekarang. Modern, ternyata tidak membuat manusia lebih baik. Tahun 60-an masih baik. Kenapa sekarang tidak. Padahal mereka tidak sekolah di luar negeri. Kenapa sekarang yang memimpin bangsa tidak seperti dulu, padahal sekolah di luar negeri," kata Felisianus.

Pernyataan kalau budaya korupsi itu bagian dari perilaku orang Indonesia, sebenarnya itu keliru besar. Sebab, pada dasarnya jiwa orang Indonesia dari dulu selalu dilandasi kejujuran. Makanya, zaman dulu sangat jarang kemalingan walaupun rumah tidak dikunci, berbeda dengan sekarang.

Hal itu membuktikan kalau perilaku korup itu bukan budaya, karena dari dulu kejujuran merupakan harga diri bangsa. Masalahnya sekarang yang melanda bangsa adalah banyaknya mereka yang pulang dari luar negeri, tapi malah menjadi maling. Meskipun ilmunya tinggi, tetapi mereka tidak punya harga diri.

"Kita harus berjuang memperbaiki diri untuk kejujuran. Ini roh antikorupsi. Sekarang, mereka tidak punya harga diri, para koruptor tidak lagi malu. Kita harus bersama perbaiki diri tingkatkan harkat martabat kita. Kita jujur juga harus tuntut orang lain juga jujur. Ini semangat antikorupsi," katanya.

Indonesia, jelas Felisianus, perlu mencontoh Jepang. Dompet kalau jatuh pasti dikembalikan ke pemilik dan isinya utuh. Begitu juga di New Zealand, setiap warga negara memiliki harkat nilai hidup yang tinggi dalam kejujuran.

"Sebelumnya, kita merasa bukan tanggung jawab rakyat untuk bersihkan korupsi. Kita jangan menuntut kalau kita tidak berperan dalam gerakan tersebut. Kata kuncinya memperbaiki diri, hidup jujur, malu kalau tidak jujur. Koruptor tiap kali minta maaf kalau ketangkap, tujuannya supaya tuntutan lebih ringan. Mereka menyesal karena ketangkap, bukan karena menyesali perbuatan jahatnya," katanya.

Nilai kejujuran, tambahnya, harus menjadi keutamaan dalam menggelorakan semangat antikorupsi. "Akarnya dari situ, sehingga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua pihak harus bersinergi dan memiliki komitmen yang sama untuk melawan korupsi," ungkapnya.

Upaya pemerintah saat ini seperti dengan membekali pendidikan antikorupsi sejak dini harus didukung masyarakat dengan mulai menerapkan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Di tingkat perguruan tinggi pun harus tetap fokus pada pembangunan karakter anak bangsa.

Di tengah upaya membangun perilaku antikorupsi, sayangnya elite-elite di birokrasi baik di pusat maupun di daerah tanpa rasa malu sedikit pun mempertontonkan praktik-praktik korupsi.

Etis dan Moral

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, mengatakan korupsi tidak semata-mata masalah politik, tapi masalah etis dan moral.

"Mengapa perilaku korupsi itu sulit dihilangkan dalam kehidupan berbangsa bernegara ini, karena kejujuran tidak lagi menjadi pola hidup. Kejujuran telah kalah dengan gaya hidup yang didorong oleh ekosistem masyarakat yang sangat pragmatis," kata Romo Benny.

Nilai kejujuran, saat ini tidak mendapat nilai tertinggi dalam hidup berbangsa. Hal ini terlihat dari masyarakat yang tidak memberi sanksi sosial pada pelaku korupsi karena pelaku korupsi biasanya kaya dan berkuasa.

Masyarakat menurut Benny, lebih menghormati kekayaan dan kekuasaan daripada nilai-nilai lain sehingga nilai lain, etis dan moral, ditekan sedemikian rupa di bawah perilaku hidup nyata sehari-hari.

Seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat etik masyarakat lebih baik, malah sebaliknya makin menghargai ketidakjujuran dan uang yang didapat dari hal-hal yang tidak jujur.

"Jiwa manusia pada dasarnya suci dan perkembangan yang salahlah yang membuat kita tidak jujur, korupsi. Maka, kita semua harus tanggung jawab dengan memulai dari diri sendiri. Kalau hanya berharap pada proses politik maka sulit bagi kita untuk berubah," pungkasnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top