Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelayanan Warga I Cegah Masyarakat Belanja Berlebihan

Sembako Diantar ke Penerima

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah perlu menghadirkan contoh bahwa panic buying tidak perlu dilakukan masyarakat. Selain itu, pemerintah harus transparan soal harga serta stok kebutuhan pokok masyarakat.

JAKARTA - Untuk mengurangi kontak langsung, program sembako disampaikan langsung kepada keluarga penerima manfaat (KPM). Langkah pencairan ini untuk meminimalkan persebaran virus korona.

"Ini ide kreatif yang dilakukan pemda bersama korda, Himbara, dan babinsa, sehingga tidak ada kumpul-kumpul. Mereka mendatangi satu per satu KPM untuk mengantarkan sembako sesuai," kata Menteri Sosial, Juliari P Batubara, di Jakarta, Minggu (22/3).

Mensos mengatakan, sistem jemput bola pemda dalam pencairan program sembako ini patut diapresiasi Menurut Mensos, petugas yang menyalurkan bantuan sembako juga dilengkapi dengan masker dan pelindung diri agar tidak terpapar virus korona. Sejumlah daerah yang telah melakukan sistem jemput bola tersebut, antara lain Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Lebak, Alor, Kota Denpasar dan Sumba Barat.

Koordinator Daerah Kabupaten Lebak Imam Nurhakim menerapkan sistem jemput bola dibarengi sistem bergilir dalam pencairan program sembako kepada KPM melalui elektronik warung gotong royong (eWarong). Program Sembako yang diberikan kepada KPM berupa beras 11 kilogram, kacang hijau 1/2 kilogram, kentang satu kilogram, dan ayam satu ekor ukuran dua kilogram.

"Panic Buying"

Sementara itu, Ketua Krisis Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy, mengingatkan semua pihak harus mencegah panic buying atau belanja berlebihan menghadapi pandemi Covid-19 agar tak terjadi kelangkaan produk seperti masker, hand sanitizer, dan beberapa kebutuhan pokok.

"Warga tak boleh dibiarkan memborong barang kebutuhan orang banyak," ujar Dicky. Dia menyebut panic buying karena beberapa faktor antara lain kecemasan atau ketakutan terhadap penyakit Covid-19. Kondisi tersebut diperparah dengan informasi-informasi yang tidak benar terkait penyakit itu.

Untuk meredam kecemasan tersebut, pemerintah perlu menghadirkan contoh bahwa panic buying tidak perlu dilakukan masyarakat. Selain itu, pemerintah harus transparan soal harga serta stok kebutuhan pokok masyarakat. "Pemerintah harus mengimbau pembatasan belanja masyarakat, namun menjamin pasokan aman," jelasnya.

Di sisi lain, pemerintah tidak boleh mengabaikan suara pedagang di lapangan serta harus membuat wadah bagi mereka. Komunikasi dengan pedagang diperlukan untuk membatasi pembelian serta tidak ada kenaikan harga sembako.

"Ini perlu diikuti dengan sanksi tegas apabila ada pelanggaran terutama pedagang yang menaikkan harga barang sesukanya," ujar Dicky. Lebih jauh disampaikan, masyarakat harus bisa mengendalikan diri dalam berbelanja agar tidak terjadi kelangkaan. Jangan menimbun barang. Masyarakat harus lebih cerdas dalam berbelanja. Beli barang yang dibutuhkan. "Buat daftar belanja yang harus dibeli," tuturnya.

Dicky menyebut panic buying sendiri tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara-negara lain. Yang paling dikhawatirkan dari panic buying, masyarakat kelas menengah bawah kesulitan membeli kebutuhan di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah harus bisa menginisiasi lembaga kredibel sebagai wadah agar orang secara berkelompok bisa menyumbang bahan pangan. ruf/Ant/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Muhamad Ma'rup, Antara

Komentar

Komentar
()

Top