Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Semakin Berkuasa! Amerika Akan Mampu Kurangi Kematian Prajuritnya di Medan Perang Lewat Teknologi Ini

Foto : Istimewa

Ilustrasi

A   A   A   Pengaturan Font

Amerika Serikat (AS) dikabarkan tengah berupaya untuk mengembangkan drone atau kendaraan udara nirawak (UAV) untuk meminimalisir angka kematian di medan perang.

Dikutip dari keterangan resmi Angkatan Udara AS, Departemen Pertahanan kini sedang meninjau penggunaan drone untuk memberikan suplai kantong darah kepada petugas medis dan satuan yang dikerahkan secepat mungkin. Langkah ini diambil AS mengingat kehilangan darah atau pendarahan merupakan penyebab utama kematian prajurit di medan perang.

Stacy Shackelford, Kolonel Angkatan Udara AS sekaligus kepala Sistem Trauma Gabungan di bawah Departemen Pertahanan AS, menuturkan mendapatkan suplai darah yang dibutuhkan telah menjadi tantangan dalam pertempuran jarak dekat. Pasalnya, pasukan yang terluka harus tetap berada di garis depan selama berhari-hari seraya membutuhkan transfusi darah atau perawatan medis utama lainnya. Kondisinya berbeda dengan perang AS di Irak dan Afghanistan, di mana militer AS mampu mengendalikan jalur udara dan jaringan fasilitas medis terkait sehingga suplai darah tidak menjadi masalah yang berarti.

"Saya pikir itu akan mengarahkan pada pengiriman drone darah oleh beberapa jenis kendaraan tak berawak yang dapat terbang masuk dan menjatuhkan lebih banyak darah atau lebih banyak peluru, apa pun yang dibutuhkan," ujar Shackelford.

Hal senada turut diutarakan oleh Adam Meledeo, ilmuwan peneliti untuk koagulasi dan penelitian darah di Institut Penelitian Bedah Angkatan Darat AS. Ia menuturkan Badan Kesehatan Pertahanan AS tengah mempertimbangkan sejumlah solusi, termasuk mendanai beberapa inovasi lain untuk mengoptimalkan penyediaan drone di medan pertempuran.

"Ada juga pembicaraan untuk melengkapi beberapa drone perangkat keras tempur kami yang sudah digunakan dengan muatan alternatif yang dapat memasok darah, persediaan medis dan apa saja, seperti MRE, amunisi, dan air kepada petugas medis garis depan atau anggota layanan yang merawat prajurit yang terluka," jelasnya.

Namun, penggunaan drone untuk memasok darah dan produk medis lainnya akan menjadi tantangan tersendiri. Meledeo menilai Departemen Pertahanan AS juga harus memiliki kendaraan yang cepat dan agak tersembunyi. Drone juga akan membutuhkan baterai dengan kapasitas yang besar untuk mampu mengudara dalam kurun waktu yang lama.

"Jelas ada trade-off antara beberapa platform yang berbeda ini, seperti memastikan bahwa kami memiliki kendaraan yang cepat, dan agak tersembunyi (…) dan memiliki baterai yang sangat besar yang akan mampu mengudara untuk jangka waktu yang lebih lama. jika perlu berkeliaran di suatu tempat untuk mengantisipasi ada masalah," kata Meledeo.

Tak hanya itu, Meledeo turut menyoroti hambatan teknologi terbesar saat ini adalah kemampuan untuk mempertahankan suhu di dalam muatan drone tersebut dengan sangat konsisten, pada berbagai ketinggian dan berbagai kondisi ambien yang berbeda untuk jangka waktu yang kemungkinan lama. Kemampuan ini menjadi krusial dimiliki drone tersebut mengingat kantong darah dan obat-obatan tertentu harus dipertahankan pada suhu stabil.

"Masalah utama dengan suplai darah adalah bahwa itu harus dipertahankan pada suhu tertentu, seperti halnya sejumlah obat-obatan termasuk obat nyeri tertentu, dan antibiotik," jelasnya.

Tidak berhenti sampai di situ, penggunaan drone di daerah konflik juga tengah dikaji atas kemampuannya untuk mengangkut pasien atau korban perang. Negara-negara mitra AS dikatakan Meledeo sedang meninjau beberapa platform yang dapat mengevakuasi pasien dengan cepat tanpa membahayakan personel lain di wilayah udara yang berpotensi diperebutkan.

"Salah satunya menandai kendaraan secara tepat dengan nomenklatur medis standar. Itu memberi Anda perlindungan Konvensi Jenewa. Tapi yang jelas, kami melawan musuh-musuh tertentu yang tidak peduli sama sekali," ujar Meledeo

Kedepannya, drone medis itu diharapkan untuk bisa dikemudikan dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Inisiatif Defense Advanced Research Projects Agency baru yang disebut "The In the Moment Program" menunjukkan ketertarikan AS untuk mengembangkan sistem AI untuk mengambil keputusan yang kompleks dan cepat yang sama seperti staf medis militer dan ahli bedah trauma yang berada di medan pertempuran berdasarkan algoritma perawatan dan kemampuan pengambilan keputusan.

"Mudah-mudahan, kami bisa mendapatkan beberapa hasil yang meyakinkan dari beberapa teknologi berbeda yang akan dikemas bersama dalam sistem ini, dan memungkinkan drone untuk kemudian tidak hanya memasok, tetapi juga memberikan transportasi dan benar-benar merawatnya pasien selama perjalanan itu," tutup Meledeo.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top