Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Selesaikan Masalah DPT WNA

Foto : ANTARA/Rivan Awal Lingga

Ketua Bawaslu Abhan (kiri) bersama Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan) memberikan paparan saat diskusi Pemilu 2019 di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (8/3/2019). Dalam diskusi tersebut Bawaslu mengatakan hingga 8 Maret 2019 terdapat 158 orang yang berstatus Warga Negara Asing (WNA) diduga masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

A   A   A   Pengaturan Font

Makin dekatnya saat pencoblosan pemilu serentak pada 17 April 2019, persoalan politis masih menyelimuti pelaksanaan hajat demokrasi lima tahunan tersebut. Salah satunya yang berpotensi menjadi perdebatan politik adalah soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ternyata kemasukan sejumlah nama warga negara asing (WNA).

Meski deteksi masalah DPT WNA telah ditemukan dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara sudah mencoretnya, dua hari lalu, masalah ini muncul lagi.

Hal ini diakui, ditemukan kembali puluhan nama WNA yang masuk DPT. Kemudian KPU pun mencoret lagi dan menyatakan masalah sudah selesai. Lalu, apakah dengan pernyataan KPU bahwa masalah sudah selesai secara administratif kemudian secara politis juga demikian? Tampaknya tidak.

Apalagi, ketika KPU menyatakan semua masalah DPT WNA sudah selesai, sehari kemudian muncul lagi. Pasti, pihak-pihak yang selama ini terus mencermati kinerja KPU dan mereka yang memang 'curiga' atas kinerja KPU menjadikan masalah ini 'peluru' untuk menembak KPU.

Dalam konteks ini perlu diingatkan bahwa potensi untuk dijadikan polemik politik kasus penemuan masuknya WNA dalam DPT cukup tinggi. Ini dapat mengganggu kinerja atau tahapan proses pemilu. Walaupun, jujur saja, jika dibandingkan keseluruhan jumlah DPT pemilu serentak yang mencapai 192.828.520 , tidak ada artinya. Karena jumlah WNA yang masuk DPT kurang dari 200, atau tepatnya 174 orang.

Itu pun sudah dicoret semua. Tapi kembali ke esensi demokrasi langsung, betapa berharganya satu suara, maka kelalaian penyelenggara sehingga 174 WNA masuk DPT merupakan kesalahan besar. Dalam pemilihan langsung, berapa pun suara, akan menentukan kemenangan kandidat, dalam hal ini pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Jadi sekali lagi, soal WNA masuk DPT harus jelas, tuntas, dan tidak boleh dianggap enteng. Pegiat pemilu dan demokrasi akan terus menuntut profesionalisme semua unsur penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu. Kita tidak ingin, hajat demokrasi besar dan menentukan, tercoreng hanya karena WNA masuk DPT.

Sudah saatnya, KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki basis data kependudukan untuk duduk kembali terkait penemuan paling akhir, masuknya kembali sejumlah WNA dalam DPT. Jika ada kesalahan ketika meng-input atau melakukan pencocokan akhir dari daftar pemilih harus diakui dan diselesaikan bersama.

Publik menunggu penanganan masalah ini hingga benar-benar tuntas. Bila merujuk ke awal masalah, bermula saat seorang warga bernama Bahar, 47 tahun, kebingungan namanya tercantum dalam DPT Pemilu 2019.

Dia pemegang Nomor Induk Kependudukan Warga Negara Asing berkebangsaan Tiongkok. Sedangkan NIK-nya sendiri tak terdaftar di DPT setempat. Menurut Bahar, hal tersebut diketahui saat ramai di media sosial ada WNA yang terdaftar di DPT TPS 009 Kelurahan Sayang. Saat dilakukan pengecekan, ternyata nama yang tercantum atas nama Bahar, NIK-nya milik orang lain.

Dari sini, rumor dan berbagai polemik berkembang. Pada Jumat (8/3) kemarin KPU menemukan data baru 73 WNA pemilik e-KTP masuk DPT Pemilu 2019. Data tersebut di luar dari 101 WNA yang disinyalemen Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri masuk DPT, yang Rabu (6/3/) telah dicoret seluruhnya oleh KPU.

Kita berharap, masalah DPT WNA benar-benar selesai dan tidak menjadi konsumsi politik lagi. Semua harus berkonsentrasi menyukseskan Pemilu Serentak 2019 sehingga dari hajat yang memakan biaya sangat besar ini menghasilkan pemimpin-pemimpin berkualitas.

Komentar

Komentar
()

Top