Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Krisis Kebutuhan Pokok I FAO Catat Kenaikan Tertinggi Mei lalu Dalam Satu Dekade

Selama Korupsi Impor Pangan Berjalan, Mustahil RI bisa Membangun Pertanian Mandiri

Foto : ANTARA/BASRI MARZUKI

SIAPKAN LAHAN I Petani menyiapkan lahan dan bibit padi di Desa Pewunu, Sigi, Sulawesi Tengah, belum lama ini. Petani padi sering kali dirugikan dengan kebijakan pemerintah yang mengimpor beras di saat panen. Selama korupsi impor pangan masih berjalan, mustahil Indonesia bisa membangun pertaniannya secara mandiri.

A   A   A   Pengaturan Font

» Kenaikan harga pangan global berdampak ke negara yang bergantung dari produk impor.

» Rata-rata indeks harga pangan FAO 127,1 poin pada Mei, naik 4,8 persen dari April dan secara tahunan naik 39,7 persen.

JAKARTA - Imbauan dari berbagai kalangan membangun pertanian mandiri sebagai solusi untuk mengantisipasi datangnya krisis pangan global, bakal sulit dilakukan jika pola pikir (mindset) para pengambil kebijakan masih berorientasi impor.

Keengganan mengandalkan pada produksi pertanian dalam negeri semakin menunjukkan kalau kegiatan impor pangan dengan dalih pemenuhan kebutuhan, sarat dengan korupsi. Selama korupsi impor pangan masih berjalan, mustahil Indonesia bisa membangun pertaniannya secara mandiri.

Pakar pertanian dari Universitas Trunojoyo Bangkalan, Madura, Ihsannudin mengatakan, kenaikan harga pangan global akan berdampak pada negara-negara yang menggantungkan ketahanan pangan dari produk impor. Sebab itu, ke depan impor harus semakin dikurangi untuk mengikis dampak ekonomi dari kenaikan harga pangan.

"Kenaikan harga pangan global akan dirasakan oleh negara-negara yang mengandalkan impor, selain kenaikan harga, kurs rupiah yang fluktuatif juga kerap menambah biaya. Praktik impor pangan selalu terulang dan tetap dijalankan akibat keberpihakan terhadap petani kurang, dan mindset negara bahwa pertanian adalah sektor auto pilot," kata Ihsannudin.

Untuk membangun pertanian yang mandiri, keberpihakan pada masyarakat petani yang mayoritas penduduk harus ditingkatkan. Sektor pertanian yang maju jelasnya akan membangkitkan sektor lain, karena bisa menjadi sektor pengungkit.

"Keberpihakan bisa dilakukan dengan merangsang harga, sebagai pull motivation seperti yang dilakukan negara-negara maju, untuk membangkitkan gairah petani, agar hasil produksi mencukupi permintaan. Ini akan melengkapi upaya push motivation berupa subsidi benih dan pupuk yang ada selama ini," katanya.

Secara terpisah, Pengamat Pertanian dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan menegaskan, bahwa selama impor pangan merajalela, kemandirian pangan tak akan pernah tercapai.

"Kedaulatan dan kemandirian pangan akan terjadi jika petani kecil diberdayakan bukan justru membiarkan korupsi impor pangan merajalela,"tegasnya.

Dunia internasional jelasnya juga percaya bahwa kunci kemandirian pangan bergantung pada pemberdayaan petani. Karena itu lewat mekanisme di PBB muncul deklarasi hak petani dan masyarakat yang bekerja di perdesaan.

Harga Melonjak

Sementara itu, Organisasi Pangan Dunia, Food and Agriculture Organization (FAO) pada pekan lalu melaporkan harga pangan global pada Mei naik dan tercatat sebagai yang tertinggi dalam satu dekade ketika produksi sereal dunia berada di jalur untuk mencapai rekor tertinggi baru.

Rata-rata indeks harga pangan FAO 127,1 poin pada Mei, naik 4,8 persen dari April dan secara tahunan meningkat 39,7 persen atau dibanding posisi Mei 2020. Lonjakan harga internasional minyak nabati, gula dan sereal menyebabkan kenaikan indeks, yang melacak perubahan bulanan harga internasional komoditas makanan yang diperdagangkan, ke nilai tertinggi sejak September 2011.

Indeks harga sereal FAO meningkat 6,0 persen dari April, dipimpin oleh harga jagung internasional, yang rata-rata naik 89,9 persen di atas nilai tahun sebelumnya. Namun, harga jagung mulai melemah pada akhir Mei, terutama karena prospek produksi yang membaik di Amerika Serikat (AS). Harga gandum internasional juga menunjukkan penurunan akhir bulan tetapi rata-rata 6,8 persen lebih tinggi di Mei daripada di bulan April, sementara harga beras internasional tetap stabil.

Selain itu, indeks harga minyak nabati FAO naik 7,8 persen pada Mei, dipicu kenaikan harga minyak sawit, kedelai dan lobak. Harga minyak sawit naik karena pertumbuhan produksi yang lambat di negara-negara Asia Tenggara, sementara prospek permintaan global yang kuat, terutama dari sektor biodiesel yang ikut mendorong harga minyak kedelai lebih tinggi.

FAO juga merilis indeks harga gula yang meningkat 6,8 persen dari April, sebagian besar karena penundaan panen dan kekhawatiran atas berkurangnya hasil panen di Brasil, pengekspor gula terbesar dunia.

Begitu pula dengan indeks harga daging FAO yang meningkat 2,2 persen dari April, dengan kuotasi untuk semua jenis daging meningkat karena laju pembelian impor yang lebih cepat oleh Tiongkok, serta meningkatnya permintaan internal untuk daging unggas dan babi di daerah penghasil utama.

Sedangkan, indeks harga produk susu FAO naik 1,8 persen dalam sebulan, rata-rata 28 persen dari tahun lalu. Peningkatan itu karena permintaan impor yang kuat untuk skim dan susu bubuk utuh, sementara harga mentega turun pertama kalinya dalam hampir setahun karena peningkatan pasokan ekspor dari Selandia Baru.

Permintaan Sereal

Lembaga itu juga merilis pasokan dan permintaan sereal pada tahun ini. Produksi sereal diperkirakan hampir 2.821 juta ton meningkat 1,9 persen dari tahun 2020 yang dikontribusi produksi jagung yang naik 3,7 persen. Sedangkan, pemanfataan serealia dunia pada 2021/2022 diprediksi meningkat 1,7 persen menjadi 2.826 juta ton seiring dengan bertambahnya populasi dunia.

Berdasarkan perkiraan tersebut, stok sereal dunia pada penutupan musim panen pada 2021/22 diperkirakan akan meningkat 0,3 persen menjadi 811 juta ton. Kenaikan moderat yang diharapkan akan mengakhiri penurunan tiga tahun berturut-turut, sehingga rasio stok untuk-penggunaan global diperkirakan akan turun lebih jauh ke 28,1 persen.

n SB/ers/fao/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top