Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 10 Des 2022, 00:03 WIB

Sektor Pertanian Berkontribusi Besar Dorong Laju Ekonomi

Aktivitas petani di Desa Bakoi, Kecamatan Krueng Baruna Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.

Foto: ANTARA/AMPELSA

JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Eliza Mardian, menyebutkan kontribusi sektor pertanian Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih dominan dalam mendorong laju ekonomi di tengah krisis energi dunia.

"Sektor pertanian dalam kondisi krisis dan pandemi pun tetap menjadi andalan penopang perekonomian," kata Eliza, di Jakarta, Jumat (9/12).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertanian tercatat sebagai sektor ketiga yang berkontribusi besar terhadap PDB kuartal III 2022 yang mencapai 12,91 persen. Selain itu, pertanian juga masih menjadi sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah terbesar yakni lebih dari 27 persen.

Eliza menambahkan, harga pangan yang tinggi dan berfluktuasi memang dapat mempengaruhi gerak inflasi serta PDB di sektor pertanian.

Akan tetapi, apabila kenaikan harga pangan ada pada level petani, hal itu akan meningkatkan kontribusi pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Karena output-nya harga kan dikali dengan kuantitas. Kalau harga pangan naiknya di level petani, itu akan berdampak pada peningkatan PDB," katanya sebagaimana dikutip Antara.

Sumbang Inflasi

Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengakui kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian tinggi karena pangan merupakan variabel yang dominan dalam menyumbang PDB. Namun demikian, sektor pertanian juga menyumbang tingkat inflasi cukup tinggi.

"Sumbangan pangan inflasi sampai 11 persen, ini tinggi sekali. Pangan artinya dari pertanian. Dengan tingginya sumbangan pertanian terhadap inflasi, maknanya adalah pertanian memberi hasil pertumbuhan ekonomi yang signifikan," kata Ramdan kepada Koran Jakarta, Jumat (9/12).

Dia menjelaskan tekanan harga pangan memang sudah dimulai sejak PBB menyatakan krisis pangan pada 2014. Krisis itu semakin tinggi tekanannya karena pangan diperebutkan untuk makanan ternak dan biofuel, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan standar.

Oleh karena itu, banyak negara yang tidak memiliki sumber daya alam mengalami krisis sehingga mereka semakin tergantung pada negara lain. Dampak krisis pangan membuat inflasi semakin tinggi.

"Bank Indonesia sendiri juga teriak-teriak memperingatkan sumbangan inflasi pangan atau pertanian ini. Komoditas yang paling banyak menyumbang inflasi adalah bawang merah, bawang putih, dan cabai," kata Ramdan.

Namun, meskipun sektor pertanian menopang laju pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus ingat bahwa petani sebagai pelaku produktif berada di tingkat paling bawah. Mereka tidak ikut menikmati dampak kenaikan harga sehingga kesejahteraannya tidak terangkat.

"Yang menikmati adalah pengepul, pedagang menengah, dan pedagang besar. Maka, pemerintah jangan menghilangkan subsidi-subsidi untuk petani," pungkasnya.

Redaktur: Redaktur Pelaksana

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.