Sekitar 85 Juta Lapangan Kerja Bakal Hilang di 2025
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024, di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9), mengatakan salah satu tantangan perekonomian ke depan adalah bagaimana membuka lapangan kerja baru, di tengah meningkatnya otomasi atau penggunaan teknologi di berbagai sektor.
"Kalau kita baca tahun 2025, pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta. Sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja," kata Presiden. Saat ini, seluruh sektor pekerjaan mengarah kepada otomasi, dan perkembangan otomasi itu terus terjadi setiap hari.
Sebab itu, Indonesia perlu memikirkan pembukaan lapangan kerja dengan baik. "Kalau bapak-ibu bertanya pada saya, fokus ke mana? Kalau saya, sekarang maupun ke depan kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja, sedangkan sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan," kata Kepala Negara.
Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan pemerintah perlu mengurangi impor dan secara paralel terus membangun industri dalam negeri. "Industri kreatif harus dibangun lebih massif lagi untuk membangun industri kreatif yang didukung sumber daya manusia (SDM) berkarakter dan inovatif. Perlu dikaitkan juga dengan pembangunan industri agro-maritim yang dapat menyerap banyak lapangan kerja," kata Awan.
Hal itu harus dibarengi dengan upaya serius untuk mengurangi dan menghilangkan ketergantungan terhadap impor dan memudahkan perizinan kepada investor, bukan malah mempersulit mereka ketika hendak berinvestasi. Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Yogyakarta, Y Sri Susilo, menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di tengah ancaman hilangnya 85 juta pekerjaan pada 2025 akibat otomasi.
Susilo mengatakan Indonesia harus bersikap strategis dalam menghadapi perubahan ini, khususnya terkait dengan sektor-sektor yang semakin bergantung pada teknologi dan otomasi. "Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat contoh nyata di mana kasir di swalayan mulai digantikan oleh mesin self-checkout. Begitu pula di sektor manufaktur, banyak pabrik yang beralih menggunakan mesin-mesin otomatis yang mampu bekerja tanpa henti. Ini adalah contoh konkret bagaimana kapital lebih diutamakan daripada tenaga kerja manusia, atau capital-intensive daripada labour-intensive," kata Sri Susilo yang juga pengurus ISEI Pusat.
Kebutuhan Masa Depan
Fenomena itu menimbulkan pertanyaan besar, di mana keunggulan manusia di tengah arus otomasi yang semakin kuat? Sri Susilo menjelaskan bahwa manusia masih memiliki keunggulan di bidang yang membutuhkan kreativitas, pemikiran kritis, dan inovasi yang sulit digantikan oleh mesin.
"Meski banyak pekerjaan rutin digantikan oleh teknologi, manusia tetap unggul dalam hal yang melibatkan empati, kreativitas, dan pengambilan keputusan yang kompleks," tambahnya. Agar keunggulan itu bisa dimanfaatkan secara optimal, kurikulum pendidikan dan pelatihan vokasional perlu disesuaikan dengan kebutuhan masa depan.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Jenderal Bintang Empat Akan Lakukan Ini untuk Dukung Swasembada Pangan
- 2 Satu Dekade Transformasi, BPJS Ketenagakerjaan Torehkan Capaian Positif
- 3 Warga Dibekali Literasi Digital Wujudkan IKN Kota Inklusif
- 4 Butuh Perjuangan Ekstra, Petugas Gabungan Gunakan Perahu Salurkan Bantuan ke Lokasi Terisolasi
- 5 Pengamat: Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Dieksploitasi "Pemain" Judol
Berita Terkini
- Perbaikan Regulasi Pupuk Diapresiasi
- InJourney Airports Proyeksikan Penumpang Pesawat di 37 Bandara Saat Nataru Tembus 9,27 Juta
- Bank Mandiri Perluas Ekosistem Pembayaran Digital Lewat Kolaborasi dengan K3MART
- Kolaborasi Lokakarya dari Deepublish dan SEAQIL Sukses Tingkatkan Keterampilan Guru di Yogyakarta
- Fadli Zon Ungkap Desa Budaya Merupakan Contoh Nyata Ketangguhan Budaya