Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sejarah 13 Desember: Pembantaian Warga Tebing Tinggi oleh Tentara Jepang

Foto : Istimewa

Ilustrasi tentara Jepang.

A   A   A   Pengaturan Font

Tanggal 13 Desember menjadi salah satu peristiwa bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pasalnya pada 77 tahun silam, diperkirakan sekitar dua ribu warga Tebing Tinggi, Sumatera Utara (Sumut) tewas di tangan tentara Jepang dalam pembantaian yang berlangsung selama 9 hari.

Sayangnya, banyak korban tewa yang sulit dikenali karena terlalu banyak kuburan massal yang ditemukan. Terlebih jasad para korban banyak yang dikuburkan secara tidak manusiawi dengan hanya ditumpuk pada satu lubang makam.

Peristiwa berdarah yang meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia itu bermula ketika Jepang yang kala itu menduduki Indonesia, akhirnya mengaku kalah kepada Amerika Serikat (AS) dan sekutu pada 14 Agustus 1945.

Kabar kekalahan Jepang menjadi kesempatan besar bagi bangsa ini untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Namun di saat yang bersamaan, kemenangan sekutu juga membuat warga Indonesia cemas jika Belanda akan kembali menginjakkan kaki di Tanah Air untuk sekali lagi mencoba menguasai Indonesia.

Tak butuh waktu lama bagi desas-desus itu untuk mencapai telinga warga Tebing Tinggi. Pada 16 September 1945, warga Tebing Tinggi dan sekitarnya mulai membentuk kesatuan-kesatuan pemuda untuk mempertahankan wilayah kesatuan Indonesia yang baru saja menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus.

Sebagai bentuk antisipasi atas kembalinya Belanda, rakyat Tebing Tinggi kala itu mulai mencari cara melengkapi diri mereka dengan persenjataan yang mumpuni. Termasuk dengan melucuti senjata tentara Jepang yang saat itu sedang menunggu kepulangan ke negeri asal mereka. Hal ini kemudian memicu ketegangan di antara kedua belah pihak.

Untuk mengatasi ketegangan tersebut, Komando Tentara Jepang Mayjend S Sawamura berusaha mengadakan perundingan bersama pemerintah Tebing Tinggi, salah satunya perundingan 3 November 1945.

Beribu sayang, perbedaan kepentingan antara tentara Jepang dan Pemerintah Tebing Tinggi membuat perundingan itu tak membuahkan hasil. Gagalnya diplomasi membuat warga Tebing Tinggi memutuskan untuk merebut senjata tentara Jepang dengan paksa.

Bukan tanpa konsekuensi, perebutan senjata antara kedua pihak diwarnai perkelahian yang bahkan berakhir dengan terbunuhnya tentara Jepang.

Intensitas ketegangan yang meningkat antara tentara Jepang dan warga Tebing Tinggi lantas mendorong pihak Jepang meminta diadakannya perundingan untuk menyelesaikan pertikaian tersebut pada tanggal 12 Desember 1945. Namun, perundingan itu gagal terlaksana.

Kegagalan itu membuat warga Tebing Tinggi mencurigai langkah tentara Jepang. Mereka pun bersiaga menghadapi tentara Jepang dengan memblokir seluruh akses jalan kota.

Esoknya, pada 13 Desember 1945, warga Tebing Tinggi pun memutuskan membuka blokade karena tak ada tanda-tanda kehadiran tentara Jepang. Namun nahas, mereka tertipu.

Setelah seluruh blokade dibuka, tepat pada 14.30 WIB pada 13 Desember 1945, tentara Jepang langsung mengepung seisi kota Tebing Tinggi. Dibekali persenjataan lengkap, mereka menyusuri jalan-jalan di seluruh kota dan melakukan pembantaian terhadap setiap warga Tebing Tinggi yang mereka jumpai hari itu.

Walau sudah merdeka pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tetap dihadapi sejumlah tantangan dan perlawanan dari para penjajah.

Kematian ribuan warga Tebing Tinggi membuktikan pada kita betapa sulitnya perjuangan yang mereka lakukan untuk mempertahankan kemerdekaan yang juga dicapai dengan perlawanan yang tak kalah sulit.

Meskipun sudah terjadi 77 tahun silam, peristiwa pembantaian warga Tebing Tinggi pada 13 Desember 1945 sudah seharusnya menjadi cerminan dan motivasi kita untuk senantiasa mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini dan di masa depan.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top