Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Dunia I Presiden Jokowi Perkirakan Resesi Global Dimulai pada Awal 2023

Segera Susun Rangkaian Paket Kebijakan Antisipasi Resesi

Foto : Sumber: Worldbank - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Jajaran pemerintah diminta hati-hati dalam membuat kebijakan agar tidak keliru dan berdampak fatal.

» Pengurangan insentif harus dilakukan secara selektif agar tidak membuat industri kelimpungan.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ekonomi global diperkirakan sudah resesi pada awal 2023. Sebab itu, seluruh jajaran pemerintah tidak boleh hanya bekerja normal, tetapi harus selalu peka terhadap krisis.

"Tidak bisa kita kerja normal dalam keadaan yang tidak normal. Tahun depan, tahun 2023 ini akan jauh lebih sulit lagi untuk semua negara, dan diperkirakan awal tahun depan sudah masuk kepada resesi global," kata Presiden dalam rapat koordinasi nasional investasi di Jakarta, Rabu (30/11).

Jokowi meminta seluruh jajaran pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan agar tidak keliru karena kesalahan sedikit pun bisa berdampak sangat fatal. Kehati-hatian, kata Jokowi, harus diterapkan di segala kebijakan fiskal maupun moneter, agar dapat memitigasi dampak krisis ekonomi global ke ekonomi domestik.

Semua unsur pemerintah, kata Kepala Negara, harus memahami bahwa situasi saat ini adalah situasi yang tidak mudah. Bahkan, bukan hanya di Indonesia, namun negara-negara maju di dunia pun mengalami situasi yang sulit.

Situasi sulit ekonomi global itu karena ancaman kenaikan inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, krisis barang energi, dan krisis pangan yang disebabkan kendala stok pupuk. Selain itu, terdapat pula krisis finansial yang menghantui semua negara dengan ancaman pembalikan arus modal.

"Sebab itu, dalam menakhodai situasi yang sangat sulit ini, semuanya harus hati-hati. Policy, kebijakan semuanya harus hati-hati," kata Jokowi.

Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan Presiden menyampaikan ada potensi krisis tahun 2023, kemudian juga disampaikan resep negara Tiongkok yang bisa melakukan lompatan luar biasa selama 20 tahun. Sementara Indonesia masih terjebak pada kelompok negara berpendapatan menengah.

Resep itu antara lain, digitalisasi, hilirisasi industri, dan infrastruktur.

"Untuk menghadapi krisis yang terpenting kita harus memastikan supply pangan aman, penuhi kebutuhan pangan dari lokal, bukan impor. Mengapa? karena impor pangan itu menghabiskan cadangan devisa karena bayar dengan dollar AS dan mungkin ada risiko pasokan pangan terganggu karena distribusi terganggu," tegas Esther.

Selama pangan terkendali, maka harganya pun stabil, sehingga inflasi bisa dikendalikan. Untuk terobosan, dia mengakui perlunya memanfaatkan infrastruktur yang sudah terbangun untuk memperlancar distribusi barang sehingga transportasi lebih murah.

Selanjutnya memanfaatkan digitalisasi dengan mengajak swasta untuk kolaborasi bangun infrastruktur digital sehingga akan lebih mudah aksesnya, lebih murah, dan lebih efisien serta efektif.

Dalam jangka panjang harus melakukan hilirisasi industri agar bisa mengekspor lebih banyak guna meraup devisa.

APBN Defensif

Ekonom Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan pemerintah sepertinya akan memperlambat serapan anggaran tahun ini karena beranggapan tahun depan ada ancaman resesi maka bisa gunakan sisa anggaran untuk tutup defisit.

"Ini sinyal APBN yang sangat defensif," kata Bhima

Di sisi lain, pemerintah juga dihadapkan pada ancaman krisis pangan sehingga dibutuhkan serapan APBN lebih cepat untuk membantu ketersediaan stok pangan, subsidi pupuk, dan infrastruktur pertanian seperti irigasi.

"Idealnya pesan presiden diterjemahkan dalam serangkaian paket kebijakan antisipasi resesi," tegas Bhima.

Secara terpisah, Direktur CORE Indonesia, Muhammad Faisal, mengatakan sebelum resesi, rencana pemerintah untuk menormalisasi kebijakan fiskal harus lebih hati-hati.

Beberapa hari terakhir, pemerintah malah sudah mengumumkan normalisasi kebijakan fiskal seperti penghentian program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah dilakukan sejak 2020 dan disiplin fiskal dikembalikan ke 3 persen.

"Banyak insentif sudah dikurangi, padahal meski pandemi sudah tertangani, tapi ada tantangan baru nih. Semestinya kan lebih hati-hati dulu," papar Faisal.

Nasihat Presiden agar jajarannya bekerja dengan tidak normal dan memiliki banyak terobosan harus disikapi tim ekonomi pemerintah dengan melakukan skala prioritas pengurangan insentif. Sebab, sudah terlihat beberapa sektor yang kelimpungan seperti industri tekstil dan alas kaki.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top