Rabu, 11 Des 2024, 23:58 WIB

Segera Hentikan Aset Tidak Fleksibel dan Beralih ke Bahan Bakar Berkelanjutan

Jajaran manajemen Wärtsilä di Jakarta, beberapa waktu lalu saat memaparkan laporan mengenai Rethinking Energy in Southeast Asia, telah menunjukkan bahwa kapasitas daya terbarukan di Indonesia harus 3-4 kali lebih tinggi dari target 2030 saat ini.

Foto: budi

JAKARTA- Laporan Wärtsilä menunjukkan bahwa area seluas Eropa perlu ditopang dengan energi terbarukan untuk mencapai masa depan energi bersih, tanpa integrasi teknologi energi penyeimbang.

Direktur Penjualan, Indonesia, Wärtsilä Energy, Febron Siregar dalam pemaparan hasil laporan berjudul “Crossroad to net zero” saat diskusi terbatas di Jakarta, Rabu (11/12) mengatakan pemodelan sistem tenaga listrik global Wärtsilä, membandingkan dua jalur dari tahun 2025 hingga 2050 dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi pemanasan global, sesuai target Perjanjian Paris. 

Pada jalur pertama, hanya energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, dan penyimpanan energi yang ditambahkan ke dalam bauran energi. Pada jalur kedua, teknologi pembangkitan daya yang seimbang, yang dapat ditingkatkan dengan cepat saat dibutuhkan untuk mendukung energi terbarukan yang terputus-putus, juga ditambahkan ke dalam sistem.

Febron mengatakan pencapaian target nol emisi bersih Indonesia pada tahun 2060 dapat dilakukan dengan teknologi yang ada, yaitu dengan menambahkan energi terbarukan dan teknologi penyeimbang tenaga listrik sambil menghentikan secara bertahap pembangkit listrik yang tidak fleksibel. 

“Memperluas pembangkit energi terbarukan dengan cepat dalam jangka pendek sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih,” jelas Febron. 

Menurut dia, hasil pemodelan sistem kelistrikan Wärtsilä sebelumnya, yang disajikan dalam laporan Rethinking Energy in Southeast Asia, telah menunjukkan bahwa kapasitas daya terbarukan di Indonesia harus 3-4 kali lebih tinggi dari target 2030 saat ini. 

Di jaringan Sulawesi, total kapasitas tenaga surya yang direncanakan adalah 300 MW pada tahun 2030. Namun, agar Sulawesi selaras dengan target emisi nol bersih Indonesia sambil menurunkan biaya sistem, maka target tenaga surya harus ditingkatkan menjadi empat kali lipat dari level ini: 1.200 MW pada tahun 2030.”

Mengikuti tren yang sama, pemodelan global menunjukkan bahwa sistem tenaga listrik yang mencakup daya seimbang memiliki keuntungan signifikan dalam hal pengurangan biaya dan CO?. Model tersebut mengungkapkan bahwa jalur ini akan menghasilkan penghematan kumulatif sebesar EUR 65 triliun pada tahun 2050 dibandingkan dengan jalur yang hanya menggunakan energi terbarukan, karena kapasitas energi terbarukan yang dibutuhkan lebih sedikit. 

“Ini akan menghasilkan rata-rata EUR 2,5 triliun per tahun, setara dengan lebih dari 2 persen PDB global tahun 2024,” katanya.

Turut hadir dalam diskusi terbatas itu, Senior Geothermal Inspector, Direktorat Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Irwan Wahyu Kurniawan, Vice President Pengendalian RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PT PLN Persero Ricky Faizal, dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) Alloysius Joko Purwanto sebagai moderator.

Laporan juga menguraikan bahwa efektivitas energi terbarukan dapat dimaksimalkan jika didukung oleh pembangkit listrik yang seimbang, yang merupakan kunci dalam meningkatkan energi terbarukan.

Beberapa temuan utama antara lain, biaya yang lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan Energi saja, penerapan pembangkit listrik yang seimbang akan mengurangi biaya sistem tenaga listrik di masa depan hingga 42 persen atau setara dengan EUR 65 triliun.

Kemudian, pengurangan emisi, dengan penambahan daya penyeimbang dapat mengurangi total kumulatif emisi CO? di sektor tenaga listrik antara saat ini dan tahun 2050 sebesar 21 persen (19 Gt), dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan saja.

Temuan lainnya adalah lebih sedikit energi yang terbuang. Pemodelan menunjukkan bahwa penggunaan daya penyeimbang memungkinkan optimalisasi sistem daya yang lebih baik, sehingga menghasilkan 88 persen lebih sedikit energi yang terbuang karena pembatasan energi terbarukan pada tahun 2050, dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan energi saja. 

Secara total, pembatasan 458.000 TWh akan dapat dihindari, cukup untuk memberi daya kepada seluruh dunia dengan konsumsi listrik saat ini selama lebih dari 15 tahun.

Temuan berikutnya adalah kapasitas terbarukan dan lahan yang dibutuhkan lebih sedikit. “Dengan menambahkan pembangkit listrik yang seimbang, kita dapat mengurangi separuh kapasitas terbarukan dan lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi target dekarbonisasi kita,” katanya.

Lebih Ambisius

Sementara itu, Presiden Wärtsilä Energy & Wakil President Eksekutif Wärtsilä Corporation, Anders Lindberg mengatakan meskipun memiliki lebih banyak energi terbarukan di jaringan listrik dibandingkan sebelumnya, namun itu saja tidak cukup. 

“Untuk mencapai masa depan energi bersih, pemodelan kami menunjukkan bahwa fleksibilitas sangat penting. Kita perlu bertindak sekarang untuk mengintegrasikan tingkat dan jenis teknologi penyeimbang yang tepat ke dalam sistem tenaga listrik kita. Ini berarti segera menghentikan aset yang tidak fleksibel dan beralih ke bahan bakar berkelanjutan,” kata Lindberg.

Pembangkit listrik yang seimbang tidak hanya penting; tetapi juga krusial dalam mendukung tingkat energi terbarukan yang lebih tinggi.”

Indonesia telah menyadari perlunya gas sebagai bahan bakar transisi, yang berfungsi sebagai jembatan antara batu bara dan energi terbarukan dalam Rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Indonesia berencana untuk memiliki 58 GW energi terbarukan pada tahun 2040. Untuk mendukung pertumbuhan energi terbarukan, rencana tersebut mencakup penambahan kapasitas gas sebesar 20 GW pada tahun 2040. Namun, selama COP29 pada bulan November, pemerintah Indonesia menetapkan tujuan yang lebih ambisius yaitu memiliki 75 GW energi terbarukan pada tahun 2040.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Vitto Budi

Tag Terkait:

Bagikan: