Sebabkan Penyakit Jantung, 5 Miliar Orang Masih Konsumsi Lemak Trans
Ilustrasi.
Lima miliar di dunia tidak masih tidak lepas dari konsumsi lemak trans, terlepas dari risiko penyakit jantung dan kematian yang menghantuinya.
Dalam laporan Countdown to 2023 WHO Report on global trans fat eliminasi 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, sebanyak 5 miliar orang di seluruh dunia menghadapi dampak kesehatan dari konsumsi lemak trans. Fakta ini sekaligus mencerminkan tidak tercapainya rencana penghapusan lemak trans yang diproduksi secara industri dengan yang ditargetkan tercapai pada 2023.
Lemak trans sendiri merupakan salah satu jenis lemak jenuh yang berbahaya bagi kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Jika lemak tidak jenuh berasal dari ikan dan tumbuh-tumbuhan, lemak trans kebanyakan berasal dari produk hewani, yang dapat ditemui pada daging sapi, kambing, dan produk dairy.
Namun, keistimewaan lemak trans yang bisa membuat makanan bertekstur lebih enak dan terasa renyah, membuat industri pangan memproduksi lemak trans buatan dengan cara menambahkan zat hidrogen pada minyak goreng. Lemak trans yang diproduksi secara industri inilah yang umumnya ditemukan dalam makanan kemasan, makanan yang dipanggang, minyak goreng, dan sebagai olesan suatu makanan.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut lemak trans sebagai bahan kimia beracun yang membunuh, dan seharusnya tidak ada dalam makanan. Melansir laman Mayo Clinic, lemak trans meningkatkan kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kolesterol baik (HDL), yang dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke.
Peningkatan LDL dapat menumpuk dan membentuk plak pada pembuluh darah di jantung, membuatnya menyempit dan menghambat aliran darah ke jantung. Asupan lemak trans setidaknya bertanggung jawab atas 500.000 kematian dini akibat penyakit jantung koroner setiap tahun di seluruh dunia.
"Lemak trans tidak memiliki manfaat yang diketahui, dan risiko kesehatan yang sangat besar menimbulkan biaya yang sangat besar untuk sistem kesehatan," kata Ghebreyesus.
Masalah konsumsi lemak trans juga menunjukkan kesenjangan dengan sebagian besar kebijakan penghapusan lemak trans diterapkan di negara-negara berpenghasilan tinggi seperti Amerika dan negara-negara Eropa. Food and Drug Administration (FDA) Amerika sendiri telah melarang produsen makanan untuk menambahkan sumber utama lemak trans buatan ke dalam makanan dan minuman.
Sedangkan, 9 dari 16 negara dengan perkiraan proporsi kematian akibat penyakit jantung koroner tertinggi yang disebabkan oleh asupan lemak trans masih tidak memiliki kebijakan pengendalian lemak trans terbaik. Sembilan negara itu adalah Australia, Azerbaijan, Bhutan, Ekuador, Mesir, Iran, Nepal, Pakistan, dan Korea Selatan.
Menghadapi tantangan ini, WHO menyerukan pemerintah di setiap negara untuk mengadopsi kebijakan pengendalian terbaik, pemantauan dan pengawasan, menggantinya dengan minyak yang lebih sehat, dan mengedukasi masyarakat. Ghebreyesus menjelaskan ada dua alternatif kebijakan yang disarankan WHO.
Pertama, menetapkan batas nasional sebesar 2 gram lemak trans yang diproduksi secara industri per 100 gram lemak total untuk semua makanan. Kedua, memberlakukan larangan produksi atau penggunaan minyak terhidrogenasi parsial, yang merupakan sumber utama lemak trans, sebagai bahan dalam semua makanan.
Sejalan dengan komitmen International Food and Beverage Alliance (IFBA), WHO juga mendorong produsen makanan untuk menghilangkan lemak trans buatan industri dari rantai produksi pangan mereka.
Editor : Fiter Bagus
Komentar
()Muat lainnya