Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Cagar Alam Pangandaran

Satu Pulau Banyak Cerita

Foto : foto-foto: koran jakarta/teguh rahardjo
A   A   A   Pengaturan Font

Mengunjungi pantai Pangandaran yang terpikir biasanya adalah bermain air di pinggir pantainya, bermain pasir atau berperahu menuju ke Pasir Putih.

Sebenarnya jika ke Pangandaran, ada sau pulau atau yang dikenal dengan sebutan Cagar Alam Pangandaran, yang menjadi lokasi unik untuk didatangi. Mengapa unik, sebab dalam satu pulau tersebut, dapat ditemui banyak hal menarik, mulai dari situs budaya, peninggalan perang hingga alamnya yang indah dan tentu saja pasir putih yang bisa diakses lewat pulau tersebut.

Cagar alam ini menjadi pemisah antara pantai barat dan pantai timur Pangandaran. Memasukinya cukup membayar 16 ribu rupiah, tapi pengalaman didalamnya jauh lebih mahal dari harga tiket masuk.

Saat Koran Jakarta menjelajahi pulau ini, tujuan pertama adalah meninjau gua Jepang. Meski pulau berukuran kecil, namun rupanya pulau yang menjadi cagar alam ini menjadi tanah yang menjorok ke pantai. Sehingga sangat strategis untuk memantau kedatangan kapal dari Samudra Hindia.

Gua-gua yang dibangun memang terletak di pinggiran pulau. Pintunya menghadap ke arah laut. Bentuknya berbeda dengan gua Belanda yang bisa ditemui di Taman Hutan Raya (Tahura) Bandung. Jika gua Belanda pintu masuk berbentuk lonjong, untuk gua Jepang ini berbentuk persegi atau kotak, dan sudah di semen.

Gua-gua itu yang lebih mirip sebagai bungker persembunyian tentara Jepang tidak juga memiliki lorong-lorong yang panjang seperti gua Belanda. Hanya bagian utama, seperti ruang tamu, dan bagian dalam sebuah ruangan yang berfungsi sebagai kamar tidur.

Sayang, keberadaan gua Jepang itu kurang diperhatikan pengelola. Coretan tangan jahil dengan menggunakan cat semprot nampak di dinding gua tersebut. Setidaknya ada dua gua Jepang yang saling berdekatan. Satu masih bisa dimasuki, satunya lagi pintunya tertutup runtuhan karang. Kedua gua menghadap Samudra Hindia.

Gua Jepang yang terdekat ditemui tidak jauh dari pintu masuk cagar alam. Kondisinya lebih terawat, bahkan terdapat prasasti terkait sejarah gua tersebut.

Selain gua buatan, ternyata ada juga gua alami yang disebut pengelola dengan nama Gua Miring, Gua Parat, dan Gua Panggung. Gua-gua tersebut diyakini masyarakat setempat sebagai persembunyian leluhur atau tokoh zaman dahulu yang juga ikut perang kemerdekaan atau penyebaran ajaran Islam di Jabar, khususnya kawasan Pangandaran.

Situs Batu Kalde

Di kawasan ini juga terdapat situs peninggalan kebudayaan Hindu. Namanya Situs Batu Kalde. Cerita asal-usul situs terpampamg pada prasasti di "pintu masuk". Ada kuburan dan situs batu yang saling berhadapan, sementara seorang kuncen nampak menjaga situs tersebut. Dan siap untuk ditanya terkait sejarah situs.

Seperti tercatat pada penjelasan di bagian depan situs, jika ditempat tersebut pernah tinggal seorang sakti yang dapat menjelma menjadi seekor sapi yang gagah berani. Ia dinamakan Sapi Gumarang.

Suatu hari Sapi Gumarang ini diutus oleh nakhoda kapal untuk membeli padi ke Galuh, tetapi tidak berhasil sebab Raja Galuh tidak mengizinkan lantaran persediaan padi untuk daerah itu sendiri belum mencukupi.

Nakhoda kapal marah mendengar hal itu kemudian dia mengutus Sapi Gumarang untuk merusak seluruh Galuh dan sekitarnya. Sapi Gumarang dapat menjalankan tugasnya dengan baik terbukti seluruh padi, baik yang di lumbung dan di sawah terkena hama.

Raja Galuh sangat terkejut dengan keadaan ini dan beliau yakin hal ini pasti dilakukan oleh utusan nakhoda, kemudian Raja menyuruh putra angkatnya, Sulanjana, untuk mencari Sapi Gumarang dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Ada juga cerita adanya perjalanan pendeta Bujangga Manik pada abad ke-15 Masehi. Sepulang dari Jawa Tengah dan Timur. Pendeta itu singgah di suatu desa yang bernama Pananjung. Bujangga Manik, sang pendeta Hindu Sunda tersebut diyakini pernah berkunjung ke Situs Batu Kalde.

Penelitian arkeologi pernah dilakukan di Situs Batu Kalde pada 1985 dan 1987 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang menyimpulkan bahwa di situs tersebut dulu pernah terdapat suatu struktur bangunan. Balok-balok batu tersebut sekarang telah mengalami abrasi air laut, karena situs tersebut kerap terendam air laut ketika pasang.

Hal yang menarik adalah di antara onggokan batu terdapat yoni yang bagian atasnya pecah, arca nandi, dan bagian atas sebuah lapik (pedestal) bulatan cembung di atas bentuk persegi rendah, di sudut-sudutnya dihias dengan bentuk simbar sudut.

Benda-benda tersebut jelas menunjukkan bahwa bangunan yang dahulu berdiri di situs tersebut bernafaskan Hindu. Bangunan tersebut berdenah bujur sangkar dengan ukuran 12 meter kali 12 meter. Bagian bangunan yang tersisa sekarang terdiri atas 3 lapisan batu. tgh/R-1

Pasir Putih Pelepas Lelah

Diperlukan waktu satu hingga dua jam untuk bisa menjelajahi kawasan Cagar Alam Pangandaran ini. Memang jauh lebih singkat jika menjelajah dengan dipandu guide.

Setelah lelah menyusuri lokasi gua, pengunjung bisa putar balik menuju bagian timur. Ikuti saja jalan setapak yang sudah dibuat pengelola, tidak usah takut tersesat.

Menyusuri bagian timur, bagian ujung yang akan ditemui adalah pasir putih. Untuk mencapainya perlu perjalanan sekitar satu kilometer. Sebuah jembatan buatan menjadi pintu masuk menuju pasir putih.

Sepanjang perjalanan, suara kumbang kayu terus terdengar. Sesekali akan dikagetkan dengan biawak berukuran kecil hingga sedang yang berjalan pelan, atau tiba-tiba berlari kencang saat melihat ada manusia datang.

Beberapa rusa bulu cokelat juga mudah ditemui di kawasan ini. Meski terlihat jinak, namun pengunjung wajib waspada, apalagi jika bertemu rusa jantan dengan tanduk panjang dan tajam.

Selain rusa, binatang yang paling banyak dijumpai adalah monyet. Binatang lucu itu akan semakin banyak ditemui di kawasan pasir putih. Rupanya karena banyak manusia yang berkumpul di Pasir Putih, membuat monyet lebih suka berada di sekitarnya. Apalagi kalau bukan menunggu pemberian makanan.

Tiba di pasir putih, beberapa wisatawan nampak asyik bermain snorkling atau sekedar berenang. Mereka kebanyakan datang menggunakan perahu sewa dari bibir pantai timur Pangandaran. Ongkos sewanya antara 20 hingga 25 ribu per orang. Jika suka menjelajah, memang lebih menarik jika menjangkau pasir putih di Pangandaran melalui cagar alam.

Pemandangan pantai yang indah dengan hutan hijau dan sejuk, membuat wisatawan betah berlama-lama di pasir putih untuk menghilangkan lelah. Sayangnya sebuah kapal berukuran besar nampak karam tidak jauh dari bibir pasir putih, yang sedikit mengganggu pandangan jauh ke arah Samudra Hindia. Entah sudah berapa lama kapal itu karam, terlihat sudah berkarat, dibiarkan begitu saja.tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top