Satgas Mulai Hitung Kerugian Negara atas Kasus BLBI
Foto: ISTIMEWA» Satgas bertujuan melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI.
» Masyarakat berharap agar upaya ini tidak berhenti di angka-angka yang sudah disampaikan.
JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Mereka memuji Jokowi atas keberanian menagih piutang yang merugikan negara yang terabaikan selama 23 tahun sejak krisis moneter 1998.
Keberanian Presiden Jokowi itu diharapkan bisa ditindaklanjuti Satgas yang dibentuk dengan serius menagih para penerima BLBI yang belum membayar kepada negara. Bukan hanya tagihan pokoknya, tetapi harus memperhitungkan bunga berbunga dari pengabaian pembayaran oleh para penerima.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, dalam tayangan videonya yang disampaikan biro humas kementerian, di Jakarta, Senin (12/4), merevisi total kerugian negara dalam kasus BLBI dari sebelumnya disebut 108 triliun rupiah menjadi 109 triliun rupiah lebih.
"Saya baru saja memanggil Dirjen Kekayaan Negara dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Negara Kejaksaan Agung. Tadi menghitung (kerugian BLBI) 109 triliun rupiah lebih hampir 110 triliun rupiah, jadi bukan hanya 108 triliun rupiah," kata Mahfud.
Namun demikian, pihaknya masih terus melakukan perhitungan terkait kerugian negara atas kasus BLBI. "Tapi dari itu yang masih realistis untuk ditagih itu berapa, ini masih sangat perlu kehati-hatian," kata Mahfud.
Dalam salinan Keppres No 6 Tahun 2021 pada Pasal 3 menyebutkan Satgas bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Falih Suaedi, mengapresiasi pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih BLBI. Namun, dia berharap agar upaya tersebut terus dikembangkan agar seluruh kerugian negara dapat kembali.
"Mengingat rumitnya persoalan BLBI, apa yang dilakukan pemerintah ini akan menjadi entry point untuk mengungkap keseluruhannya. Tentu masyarakat berharap agar upaya ini tidak berhenti di angka-angka yang sudah disampaikan. Harus ada langkah-langkah, baik kedua, ketiga, dan seterusnya untuk mengembalikan kerugian negara yang ada," kata Falih.
Dia mengakui langkah tersebut tidak mudah bagi suatu rezim pemerintahan melakukannya, tetapi demi mengembalikan kekayaan negara, maka harus dilakukan upaya aktif melakukan penagihan, jangan malah dibiarkan seolah-olah mereka tidak punya kewajiban.
Dalam kesempatan lain, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana, dalam sebuah diskusi mengatakan negara tetap harus menagih utang terhadap penerima BLBI, tanpa melihat ada atau tidaknya kasus pidana dari pengucuran BLBI.
"Sebenarnya ada atau tidak ada SP3, negara perlu menagih. Kenapa mau menagih saat sudah terbit SP3? SP3 Sjamsul Nursalim kemarin itu adalah kasus yang terkecil nilainya. Ada tiga penerima besar yang mendapat surat keterangan lunas (SKL), padahal belum lunas," kata Ganjar.
Tagih Bunganya
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mendesak pemerintah tidak hanya fokus menagih pokok piutang dan aset BLBI, tetapi juga dengan bunga yang berbunga.
"Pemerintah harus menghitung dengan cermat kerugian BLBI, jangan hanya pokoknya, tapi bunganya dan itu bunga berbunga selama 23 tahun. Kalau bunganya tidak dihitung, itu tidak adil, sebab sampai saat ini, pemerintah juga dibebani dengan kewajiban tiap tahun membayar bunga dari obligasi rekap hingga 2043," kata Daeng.
Satgas, jelasnya, harus dipastikan personelnya tidak memiliki konflik kepentingan, sehingga perlu melibatkan publik dalam mengawasi kinerjanya. n SB/ers/E-9
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Mitra Strategis IKN, Tata Kelola Wisata Samarinda Diperkuat
- 2 Semoga Hasilkan Aksi Nyata, Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 Akan Dimulai di Azerbaijan
- 3 Kepala OIKN Sudah Dilantik, DPR Harap Pembangunan IKN Lebih Cepat
- 4 Keren! Petugas Transjakarta Tampil Beda di Hari Pahlawan
- 5 Empat Paslon Adu Ide dan Pemikiran pada Debat Perdana Pilgub Jabar