Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Industri Dalam Negeri I Pangan dan Energi Seharusnya Diawasi Satgas Juga

Satgas Barang Impor Ilegal Harus Incar Importir Besar, Bukan Menakuti Masyarakat

Foto : Sumber: BPS, Kemendag - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - DPR meminta Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor atau Satgas Barang Impor Ilegal tidak hanya mengincar pelaku usaha kecil, apalagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), tetapi lebih menyasar ke importirnya langsung.

Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, dalam keterangannya yang diterima Antara di Jakarta, Rabu (24/7), mengatakan Satgas semestinya menyasar ke importirnya langsung dan pemain-pemain besarnya.

Satgas Barang Impor Ilegal sendiri akan bertugas mengawasi dan menindak importir yang melakukan importasi barang secara ilegal. Selain itu, juga akan menelusuri apakah barang di pasaran yang akan ditindak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau tidak.

Pembentukan Satgas Barang Impor Ilegal tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 932 Tahun 2024 yang ditetapkan mulai 18 Juli 2024 dan akan bekerja sampai 31 Desember mendatang.

"Satgas ini katanya dibentuk untuk menciptakan langkah strategis dalam pengawasan dan penanganan permasalahan impor. Jadi, betul-betul harus dilakukan dengan tujuan seperti itu, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat," kata Luluk.

Dia juga menyoroti tentang peran Bea Cukai dalam persoalan impor barang ilegal ini, menyusul belakangan kinerja Bea Cukai banyak mendapat sorotan.

"Koordinasi dengan Bea Cukai mesti clear juga. Jangan ada 'dusta' di antara mereka," katanya.

Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, saat pengumuman pembentukan Satgas tersebut mengatakan ada tujuh jenis barang yang diawasi Satgas, antara lain tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang tekstil sudah jadi lainnya.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, yang diminta pendapatnya, sepakat dengan wacana membidik barang impor yang tidak mendukung industri dalam negeri. Sebab, kalau melihat Kepmendag 932/2024 tentang Satgas Barang Tertentu yang diberlakukan tata niaga impor, disebutkan secara spesifik pada diktum kesebelas barang-barang itu adalah tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang tekstil yang sudah jadi lainnya.

"Komoditas pangan, energi, dan lain-lain, saya kira juga perlu masuk lingkup pengawasan Satgas, sehingga kasus-kasus korupsi impor seperti yang sudah, tidak terulang lagi," kata Badiul.

Menurut dia, masa kerja Satgas hanya sampai Desember 2024 relatif pendek, sehingga harus kerja ekstra untuk meminimalisir para importir nakal.

Substitusi Impor

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan kalau yang dibidik adalah semua barang yang tidak mendukung pengembangan industri dalam negeri, maka itu menjadi wilayah kebijakan perdagangan jangka panjang yang dikaitkan dengan strategi industrialiasi substitusi impor.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penguasaan teknologi. Dalam praktiknya terjadi banyak kegagalan penerapan strategi subsitusi impor dibandingkan orientasi ekspor.

"Perlu juga mendapat perhatian serius untuk melindungi industri dalam negeri seminimal mungkin tidak menggunakan tarif dan kuota karena akan menimbulkan tindakan balasan yang serupa," tegasnya.

Diminta terpisah, Wakil Rektor Tiga Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan pemerintah seharusnya memperluas larangan impor untuk mendukung perkembangan industri dalam negeri.

"Seharusnya yang disasar terlebih dulu oleh Satgas tentu importir-importir besar yang mendatangkan dalam volume besar. Jadi, bukan sekadar pelaku UMKM. Karena melalui pedagang besar inilah impor mereka berpengaruh terhadap pengembangan industri dalam negeri," kata Surokim.

Apalagi, barang-barang impor itu ada yang industri atau bisnisnya mendapat insentif dari pemerintah negaranya, sehingga bisa melemahkan daya saing produk lokal, karena jumlah impornya besar dan akan berpengaruh pada ketahanan devisa kita," tuturnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top