Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Ali Maulana Hakim, soal Sampah di Jakarta

Sampah Berasal dari Pesisir Laut Tangerang, Bekasi, dan Lampung

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus bekerja keras membersihkan sampah di kawasan Hutan Mangrove Ecomarine, Jakarta Utara. Sampah-sampah ini menumpuk hingga bisa dilewati orang berjalan di atasnya.

Padahal, kawasan ini akan menjadi area penanaman mangrove sebagai benteng pertahanan pantai dari abrasi air laut. Keberadaan sampah hingga ribuan meter kubik itu disinyalir bakal mengganggu habitat mangrove di sekitar itu.

Untuk mengetahui lebih lanjut akan hal itu, reporter Koran Jakarta, Peri Irawan, mewawancarai Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Ali Maulana Hakim, di Jakarta, Minggu (18/3). Berikut petikannya.

Bagaimana penanganan sampah yang menumpuk di hutan mangrove?

Kita masih terus kerjakan. Setelah kemarin dapat 19 ton lebih, hari ini kita lanjutkan kembali.

Alat apa saja yang anda kerahkan untuk membersihkan itu?

Petugas Dinas Lingkungan Hidup, pasukan oranye semua turun. Kalau kemarin sekitar 175 orang, hari ini (Minggu) kita lakukan penambahan hingga 400 orang. Hari ini, kita lebih penting ke alat berat.

Seperti apa alat berat yang ditambahkan itu?

Ada dua ekskavator amphibous yang besar, kapasitas 200 dan akan buat loading di dermaga. Kita gunakan ekskavator tiger untuk membawa sampah ke kapal. Di dermaga Muara Angke sampah kita tumpuk. Dengan alat berat, lalu dipindahkan truk-truk pengangkut.

Sebenarnya sampah ini dari mana?

Kita kan tahu, dari November, Desember Januari, hingga Februari ini, ada fenomena angin barat. Angin barat membawa sampah dari laut. Kalau dari 13 sungai kita yang bermuara di sembilan titik, itu bisa kita tangani. Walaupun nggak 100 persen keambil, tetapi kan kita tidak bisa menjaga sampah dari laut. Ada yang dari perbatasan Bekasi, Tangerang, Banten, bahkan mungkin dari Lampung. Nah, sekarang di bulan Maret ini suasana tenang, baru kita bisa menangani sampah itu. Sebelumnya, masih sulit, karena lokasinya di hutan mangrove.

Sudah berapa sampah banyak yang terangkut?

Mungkin baru sekitar 25 ton. Mudah-mudahan dalam sepekan ke depan bisa selesai.

Adakah penolakan dari komunitas mangrove?

Nggak ada yang melarang. Justru mereka mendukung kalau untuk pembersihan lingkungan. Kan ini untuk konversi alam. Setelah ini, kita tanami mangrove. Sampah ini terbawa arus saat air laut pasang, pas surut tersangkut di sana.

Bagaimana kinerja kapal-kapal pembersih sampah di lautan?

Selama ini kita proses seperti biasa. Nggak masalah, bekerja di kawasan Kepulauan Seribu. Kalau di mangrove atau di pesisir, kita kerjakan dengan kapal kecil. Kalau terjangkau, ya petugas turun dikerjakan secara manual. Kita bersihkan secara rutin. Sebenarnya, kita punya banyak kapal, kapal khusus sampah ada enam unit. Tapi untuk membersihkan pesisir, itu tidak bisa digunakan karena kan dangkal. Makanya kita gunakan kapal kecil, pakai mesin tempel.

Apa langkah yang akan Anda lakukan?

Iya, kan beberapa konservasi hutan dan mangrove, setiap kapal itu membawa sampah. Sampah itu tertinggal dan tersangkut di akar-akar mangrove. Itu sulit membersihkannya. Nah, kita akan antisipasi kalau pasang nanti, kita akan pasang jaring. Sehingga yang lewat adalah airnya saja. Sampahnya tersangkut di jaring, nggak masuk ke kawasan mangrove. Sehingga kita mudah membersihkannya. Bisa menggunakan jaring atau bambu-bambu yang kita pasang di sekeliling mangrove.

Bagaimana dengan jaring di sungai?

Kalau di sungai itu bukan dengan jaring. Kita gunakan jembatan kubus apung, ada juga penyaring bukan jaring, berupa saringan biasa. Dari 13 sungai yang mengalir ke sembilan muara itu, cara seperti ini lebih gampang dalam menangani sampah.

P-5


Redaktur : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top