Saham 'Consumer Goods' Turun
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Kinerja saham sektor barang konsumsi (consumer goods) mengalami pelemahan paling dalam pada tahun ini. Sepanjang tahun 2019 atau year to date (ytd) pertumbuhan saham sektor consumer goods terperosok sebesar 21,24 persen, paling tinggi dibandingkan saham sektor lainnya yang ada di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Riset Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, mengatakan secara umum penjualan ritel di Indonesia turun 20 persen di tahun 2019. Tentu saja consumer goods sendiri terdiri dari beberapa segmen seperti Fast Moving Consumer Goods (FMCG), ritel, dan lain-lain turut mengalami pelemahan. Kendati demikian, momentum Natal dan Tahun Baru diharapkan bisa menjadi imbas positif untuk emiten barang konsumsi. "Namun, umumnya efek positif tersebut akan terasa di awal tahun," kata Wawan, di Jakarta, pekan lalu.
Sepanjang tahun berjalan ini, sentimen yang memengaruhi laju sektor consumer goods adalah isu perlambatan ekonomi baik dari global maupun domestik. Sementara itu pada tahun depan, Wawan menjelaskan kinerja saham sektor consumer goods di tahun 2020, dengan harapan perlambatan ekonomi di 2019 sudah bottom pada posisi bawah, maka di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi diharapkan naik menjadi 5,1 persen. Ini membuka juga harapan konsumsi masyarakat ikut naik.
Menurut Wawan, biasanya saham consumer goods bisa mencatatkan pertumbuhan positif di kuartal pertama, menyikapi laporan keuangan tahun sebelumnya. Saat ini, Earning Per Share (EPS) sekitar 5 persen sementara Price to Earning Ratio (PER) rata-rata di angka 26 kali.
Dihubungi terpisah, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Mimi Halimin, menjelaskan untuk mengatasi pertumbuhan pendapatan yang lemah dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan konsumen mencoba untuk menambahkan portofolio produk baru.
"Kami percaya bahwa strategi ini akan berlanjut di 2020 dan membantu meningkatkan pertumbuhan pendapatan. Selain itu, beberapa produk baru mereka juga lebih premium daripada produk yang ada, memberikan ruang untuk pertumbuhan ASP (Average Selling Price/rata-rata harga jual)," jelas dia.
Persaingan Ketat
Menurut Mimi, tingkat inflasi mungkin akan lebih tinggi pada 2020 (vs. 2019). Meskipun inflasi yang lebih tinggi secara teoritis dapat mengurangi daya beli konsumen, namun kenaikan tingkat inflasi juga dapat memberikan peluang bagi perusahaan konsumen untuk meningkatkan ASP.
Untuk tahun 2020, pihaknya memperkirakan volatilitas harga komoditas yang lebih rendah karena tidak mengantisipasi major events yang dapat mengganggu pergerakan harga.
Ditambahkannya, persaingan ketat terus berlanjut di tahun depan, tetapi nama-nama besar harus terap bertahan, sebab persaingan di industri barang konsumen meningkat. Namun, dipercaya bahwa big names perusahaan konsumen seharusnya bisa bertahan dengan menjadi lebih inovatif.
"Kami meng-upgrade rekomendasi kami di sektor ini menjadi overweight. Kami percaya bahwa kondisi ekonomi yang stabil seharusnya dapat mendorong konsumsi, sementara harga komoditas yang stabil seharusnya bisa mendukung profitabilitas," ujar dia.
yni/AR-2
Redaktur:
Penulis: Yuni Rahmi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pasangan Andika-Hendi Tak Gelar Kampanye Akbar Jelang Pemungutan Suara Pilgub Jateng
- 2 Cawagub DKI Rano Karno Usul Ada Ekosistem Pengolahan Sampah di Perumahan
- 3 Kampanye Akbar Pramono-Rano Bakal Diramaikan Para Mantan Gubernur DKI
- 4 Spanyol Ingin Tuntaskan Fase Grup UEFA Nations League dengan Kemenangan
- 5 Transjakarta Beroperasi Hingga 23.00 Saat Timnas Indonesia Lawan Arab