Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Program Legislasi I Korban Aksi Teror Nantinya Mendapat Kompensasi dan Santunan

RUU Terorisme Fokus Pencegahan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dunia mengapresiasi cara pendekatan yang dilakukan Indonesia, yang mengapresiasi pencegahan dalam aksi teror.

JAKARTA - Rancangan Undang- Undang (RUU) Terorisme, yang sedang dibahas di DPR, lebih mengedepankan aspek pencegahan ketimbang penindakan terhadap pelaku teror. Pencegahan lebih diutamakan karena berdasarkan pengalaman, aspek penindakan justru menciptakan bibit bibit baru pelaku teror.

Ketua Pansus Rancangan Undang- Undang (RUU) Terorisme, Muhammad Syafii, saat ditemui di acara diskusi "Silaturahmi Kebangsaan NKRI, Satukan NKRI" di Jakarta, Rabu (28/2). Menurut Syafii, dalam RUU Terorisme yang sedang dibahas kali ini, dilandasi tiga spirit yaitu spirit penegakan hukum, spirit mengedepankan hak asasi manusia dan pemberantasan aksi terorisme.

"Dalam konstruksi RUU tersebut tidak melulu pemberantasan aksi terorisme tetapi juga ada aspek pencegahan, penindakan dan pemulihan terhadap korban serangan teroris," kata Syafii. Jadi ada dua pendekatan yang digunakan yaitu hard approach dan soft approach. Dan dua pendekatan ini hanya ada di Indonesia dan tidak ada di dunia.

"Dunia mengapresiasi cara pendekatan yang dilakukan Indonesia, yang mengapresiasi pencegahan dalam aksi teror," ujar Syafii. Aspek pencegahan sendiri diatur dalam Pasal 43 RUU Terorisme tersebut. Di mana pemerintah wajib melakukan pencegahan tindak pidana terorisme dan melakukan langkah antisipasi proaktif terus menerus dan menerapkan prinsip kehati hatian.

"Caranya dengan menerapkan kesiapsiagaan, kontra radikalisasi dan melakukan deradikalisasi. Kontra radikalisasi dilakukan agar orang tidak tertarik dengan iming iming terorisme dan kalau sudah terbujuk, dikembalikan ke jalan yang lurus dimana di dalamnya ada program program deradikalisasi," tukas Syafii.

Dijelaskan Syafii, RUU yang sedang digodok ini diupayakan sedemikian rupa agar tidak represif terhadap pelaku teror namun bibit-bibit terorisme dapat dihentikan. "Tindakan represif tidak menghabiskan terorisme tetapi malah mencreate bibit bibit baru. Jadi akan lebih bagus dicegah ketimbang dibantai terus terusan," tukas Syafii.

Selain mengedepankan soft approach, dalam RUU Terorisme tersebut juga diatur soal perlindungan terhadap korban aksi terorisme. "Ada perlindungan terhadap korban yang diatur dalam Pasal 30, baik korban langsung maupun tidak langsung. Dimana pengertian korban itu adalah apa yang ditetapkan penyidik berdasarkan olah TKP.

Dimana korban akan mendapat bantuan medis sampai pulih, dan direhabilitasi psikososialnua," kata Syafii. Kemudian diberikan juga santunan kepada keluarga korban dan diberikan kompensasi juga. "Ini yang tidak ada dalam UU sebelumnya, dimasukkan pasal kunci ini. Karena korban terorisme itu menjadi tanggungjawab negara," kata Syafii.

Kompensasi Korban

Diakui Syafii, sebelumnya penyintas atau korban aksi teror merasakan negara tidak hadir memperhatikan mereka. Karena itu dengan adanya RUU tersebut diharapkan ada peningkatan pelayanan yang signifikan dan kompensasi terhadap para korban. "Penanganan terhadap terduga atau tersangka teror, mematuhi KUHP di mana mereka didampingi keluarga juga diperlakukan manusiawi saat diperiksa. Karena itu fokus RUU Terorisme itu, bukanlah bantai sana sini tetapi melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,"katanya.

Sementara itu, menurut adik kandung terpidana mati terorisme Amrozi, Ali Fauzi, pihaknya tidak mau memendam dendam meski dua kakaknya dijatuhi hukuman mati dan satu kakaknya dijatuhi hukuman seumur hidup. "Saya adik dari tereksekusi mati Amrozi dan Ali Gufron, dan adik dari Ali Imron terpidana seumur hidup. Tapi saya tidak mau memendam dendam," kata Ali. eko/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top