Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

RUU Energi Baru dan Terbarukan Jangan Sampai Malah Perbanyak Impor dan Utang

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang saat ini tengah menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah untuk menyelesaikan RUU tersebut.

Sayangnya, pengamat energi dari fakultas teknik UGM Dr. Tumiran mengatakan RUU tersebut di atas belum terlihat menumbuhkan manufacturing lokal atau lapangan kerja baru.

"Saya tidak melihat pasal-pasal dalam RUU ini bisa menciptakan ekonomi baru. Bagaimana ekonomi dan lapangankerja kita bisa tercipta. Jangan sampai nanti kita pakai produk dari luar dan kita akan hutang," jelasnya dikutip dari rilis Humas UGM hari ini.

Padahal menurut Tumiran, pengembangan energi baru dan terbarukan apabila dilakukan secara serius akan mampu menumbuhkan penciptaan lapangan kerja dengan tumbuh dan berkembanganya industri manufaktur lokal yang mampu menghasilkan produk EBT dari dalam negeri sendiri.

Selanjutnya menurut Tumiran, kemunculan RUU ini harus diikuti dengan dukungan dari Peraturan Pemerintah (PP) yang melibatkan banyak kementerian dan instansi serta BUMN untuk mendukung program pengembangkan industri manufaktur. "JikaRUU ini disahkan maka ada 12 PP yang diperlukan, takutnya PP tidak sejalan dengan UU," kata Tumiran.

Mantan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) ini menyampaikan bahwa pemerintah sebelumnya sudah menyusun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dimana tahun 2025 penggunaan Energi Baru Terbarukan sebesar 23 persen dari kebutuhan energi nasional namun hal itu itu tidak tercapai karena tidak ada dukungan dari banyak Kementerian bahkan saling lempar tanggung jawab.

"Semua orang seolah ingin mengambil peran itu. Selama ini koordinasi tidak jalan. Seharusnya ESDM, Kemenkeu, BUMN dan Kementerian Perindustrian juga harus ikut. Percepatan penggunaan energi baru terbarukan harus mendukung pertumbuhan ekonomi," katanya.

Sementara peneliti ahli dari Pusat Studi Energi (PSE) UGM Prof Deendarlianto mengatakan untuk mencapai target pemerintah untuk mencapai net zero emissions pada tahun 2060 setidaknya diperlukan peningkatan penggunaan bauran energi EBT sebesar 2,3 persen pertahun. "Peningkatan bauran EBT sebesar 2,32 persen setara 3-4 Giga Watt," katanya.

Soal pengembngan manufaktur lokal untuk pengemBANGAN pengunaan energi baru dan terbarukan ini menurutnya menyesuaikan dengan area kebutuhan. Ia mencontohkan penggunaan panel surya dimana industri manufaktur berkembang di daerah Jawa dan Riau. Sementara penggunaan panel surya lebih banyak diperlukan di Indonesia bagian timur.

"Dari RUU ini, saya kira kita perlu memperkuat industri manufaktur nasional dengan menjadikan pengembangan SDM di pendidikan vokasi serta regulasi pendukung sesuai dengan proyeksi kemampuan industri dalam negeridalam rangka meningkatkan kapasitas SDM dan kemandirian teknologi dan ekonomi nasional," pungkasnya.


Redaktur : Eko S
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top