Sabtu, 23 Nov 2024, 02:59 WIB

Russia Beri Korut Minyak dan Misil sebagai Ganti Pengiriman Pasukan

Pemimpin Korut, Kim Jong-un, saat menghadiri pameran pertahanan di Pyongyang pada Kamis (21/11). Ketika berpidato di pameran itu, Kim Jong-un menyatakan bahwa diplomasi masa lalu Korut dengan AS hanya menegaskan permusuhan yang tidak berubah

Foto: AFP/KCNA VIA KNS

SEOUL - Russia menyediakan minyak, misil anti-udara, dan bantuan ekonomi kepada Korea Utara (Korut) sebagai imbalan atas pasukan untuk mendukung perang Moskwa di Ukraina, kata pejabat pemerintah dan kelompok penelitian pada Jumat (22/11).

Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) menuduh Korut mengirim lebih dari 10.000 tentara untuk membantu Russia memerangi Ukraina, sementara para ahli mengatakan pemimpin Korut, Kim Jong-un, ingin mendapatkan teknologi canggih dan pengalaman tempur bagi pasukannya sebagai imbalannya.

“Telah diidentifikasi bahwa peralatan dan misil antipesawat yang ditujukan untuk memperkuat sistem pertahanan udara Pyongyang yang rentan, telah dikirimkan ke Korut,” ucap penasihat keamanan utama Korsel, Shin Won-sik, ketika berbicara kepada penyiar lokal SBS. “Korut telah menerima berbagai bentuk dukungan ekonomi (dari Russia),” imbuh dia.

Secara terpisah, kelompok penelitian nirlaba Open Source Centre mengatakan Pyongyang memperoleh pengiriman minyak dari Russia. Kelompok itu pun mengutip citra satelit yang menunjukkan lebih dari selusin kapal tanker minyak Korut melakukan total 43 perjalanan ke terminal minyak di pelabuhan Russia selama delapan bulan terakhir, menurut laporan BBC.

Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, mengatakan bahwa minyak itu adalah pembayaran untuk senjata dan pasukan yang dikirim Pyongyang ke Moskwa.

Para ahli mengatakan Pyongyang mungkin menggunakan Ukraina sebagai sarana menyelaraskan kembali kebijakan luar negerinya.

Pernyataan Kim Jong-un

Sementara itu Kim Jong-un mengatakan bahwa diplomasi masa lalu Pyongyang dengan Washington DC hanya menegaskan permusuhan yang tidak berubah terhadap negaranya, kata media pemerintah pada Jumat, beberapa bulan menjelang kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.

Saat menjabat, mantan presiden AS Trump bertemu dengan Kim Jong-un tiga kali, tetapi Washington DC gagal membuat banyak kemajuan dalam upaya denuklirisasi Korut.

Sejak pertemuan puncak kedua Kim Jong-un dengan Trump gagal di Hanoi pada tahun 2019, Korut telah meninggalkan diplomasi, menggandakan pengembangan senjata dan menolak tawaran perundingan dari AS.

Berbicara pada tanggal 21 November di sebuah pameran pertahanan yang memamerkan beberapa sistem persenjataan terkuat Korut, Kim Jong-un sama sekali tidak menyebut nama Trump, tetapi pembicaraan tingkat tinggi terbaru dengan AS dilakukan di bawah pemerintahannya.

Gambar yang dirilis KCNA dari pameran tersebut menunjukkan apa yang tampak seperti misil balistik antarbenua, misil hipersonik, peluncur roket ganda, dan drone yang dipamerkan. Acara tersebut menampilkan produk terbaru kelompok ilmiah dan teknologi pertahanan nasional Korut beserta senjata strategis dan taktis, yang telah diperbarui dan dikembangkan, lapor KCNA.

“Kami telah melangkah sejauh yang kami bisa dengan AS sebagai negosiator, dan apa yang kami yakini bukanlah kemauan negara adikuasa untuk hidup berdampingan,” kata Kim Jong-un, seperti dilansir kantor berita KCNA. “Sebaliknya, Pyongyang mengetahui tentang sikap kekuatan menyeluruh Washington DC dan kebijakan yang tidak berubah, invasif, dan bermusuhan terhadap Korut,” imbuh pemimpin Korut. AFP/KBS/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP

Tag Terkait:

Bagikan: