Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mata Uang

Rupiah Sentuh Posisi Terlemah sejak Oktober 2015

Foto : ANTARA/Wahyu Putro A
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kurs rupiah kembali terpuruk dan menyentuh posisi terendah sejak Oktober 2015. Pelaku pasar mengatakan tekanan terhadap mata uang RI itu berasal dari kombinasi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal berupa ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed menjadi sebanyak empat kali dalam tahun ini.

Selain itu, pelonggaran moneter di Tiongkok membuat mata uang yuan melemah dan menjalar ke mata uang emerging market termasuk Indonesia. Kebijakan Tiongkok itu untuk mengantisipasi dampak perang dagang. Sedangkan faktor internal berupa defisit neraca perdagangan Indonesia Mei 2018 yang merupakan defisit yang keempat kalinya dalam tahun ini.

Lalu, musim pembayaran dividen oleh emiten juga turut menambah permintaan dollar AS. Melihat kondisi rupiah tersebut, sejumlah kalangan menyatakan Bank Indonesia (BI) kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, untuk menjaga agar spread dengan suku bunga AS tetap menarik bagi pemodal.

Pada perdagangan di pasar spot, Kamis (28/6), rupiah ditutup melemah sebesar 215 poin (1,52 persen) menjadi 14.394 rupiah per dollar AS. Pada perdagangan Selasa (26/6), mata uang RI itu terkikis 20 poin (0,14 persen) menjadi 14.179 rupiah per dollar AS. Posisi rupiah kali ini merupakan yang terlemah sejak hampir tiga tahun terakhir (6 Oktober 2015) di level 14.241 rupiah per dollar AS.

Secara year to date (ytd) per 28 Mei 2018, rupiah telah terdepresiasi 5,86 persen. Koreksi terhadap rupiah kemarin merupakan yang terdalam di antara mata uang Asia lainnya. Ekonom CORE, Piter Abdullah, mengatakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih sangat kuat. Oleh karena itu, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini BI kemungkinan besar kembali menaikkan suku bunga acuan.

"Perkiraan saya, kenaikannya paling tidak 25 basis poin (bps)," kata dia, di Jakarta, Kamis (28/6). Sebelumnya, Bank Indonesia dalam bulan Mei lalu telah dua kali menaikkan bunga acuan masing-masing 25 bps menjadi 4,75.

Efek Bunga Acuan

Meski BI menaikkan bunga, menurut Piter, efeknya tidak langsung terasa pada perbaikan posisi rupiah. Kebijakan suku bunga sebenarnya untuk menjaga agar arus modal keluar (capital outflow) tidak begitu deras sehingga mengurangi tekanan depresiasi rupiah. "Nah, dampaknya ini akan sangat bergantung pada kondisi lainnya," imbuh dia.

Piter memaparkan dengan kenaikan bunga acuan diharapkan investor melihat bahwa perbedaan atau selisih antara suku bunga dalam negeri dan luar negeri menjadi semakin lebar. Artinya, risiko yang ada di dalam negeri sudah cukup ditutup dengan premi atau selisih suku bunga itu. Dengan demikian, tidak ada dorongan bagi investor untuk mengalihkan investasi ke luar.

"Nah, kalau itu terjadi maka tekanan rupiah akan berkurang. Kalau kondisi yang lebih stabil itu mendorong dana kembali ke Indonesia (inflow) maka permintaan terhadap rupiah akan naik kembali, dan itu yang akan mendorong penguatan rupiah," jelas Piter.

Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta, menambahkan, kenaikan suku bunga acuan BI sebenarnya juga dalam rangka untuk mengantisipasi kebijakan The Fed yang diperkirakan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi tahun ini, dan tiga kali pada tahun depan.

ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top