Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Industri Perbankan l Per Juli 2018, Rasio Pinjaman terhadap Simpanan Capai 93,11 Persen

Risiko Pengetatan Likuiditas Tinggi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Risiko likuiditas September hingga Desember masih cukup tinggi karena dipicu kenaikan bunga acuan The Fed dan dampak perang dagang serta volatilitas pasar finansial yang tinggi.

Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengingatkan risiko pengetatan likuiditas di industri perbankan masih relatif tinggi selama September hingga Desember 2018. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan mengganggu kinerja bank-bank kecil. Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, di Jakarta, Rabu (12/9), mengungkapkan rasio pinjaman terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) sudah mencapai 93,11 persen menurut data per akhir Juli 2018. Risiko dari kondisi LDR pada Juli 2018 bertambah hingga empat persen dibanding periode sama 2017.

Meski demikian, Halim menegaskan risiko tersebut masih terkendali. LDR dapat menjadi parameter untuk melihat ketersediaan dana (likuiditas) bank yang digunakan untuk memenuhi penyaluran kreditnya. Peraturan Bank Indonesia No 17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015, mengatur bahwa batas bawah LDR,--yang kemudian berubah menjadi LFR--, sebesar 78 persen sedangkan batas atasnya 92 persen.

Dia mengingatkan industri perbankan perlu meningkatkan kewaspadaan selama empat bulan terakhir di 2018. Pasalnya, tekanan ekonomi eksternal berpotensi semakin kencang karena dua kali kenaikan suku bunga The Federal Reserve, Bank Sentral AS, dan juga dampak dari kenaikan suku bunga acuan BI yang akan memicu bank untuk menaikkan suku bunga simpanan.

"Risiko likuiditas September hingga Desember masih cukup tinggi. Dipicu kenaikan The Fed, dan dampak perang dagang serta volatilitas pasar finansial yang tinggi," ujar Halim. Selain itu, perbankan juga diperkirakan akan memburu likuiditas di sisa tahun atau terpaksa mengerem penyaluran kredit.

Pasalnya, hingga Juli 2018, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan malah melambat menjadi 6,88 persen (yoy) dibanding Juni 2018 yang sebesar 6,99 persen (yoy). Padahal, perbankan membutuhkan dana karena memiliki ambisi target pertumbuhan kredit. Di bulan yang sama, pertumbuhan kredit perbankan mencapai kenaikan menjadi 11,54 persen (yoy) dibanding Juni 2018 yang sebesar 11,09 persen (yoy). Pengetatan likuiditas perbankan salah satunya disebabkan aksi stabilisasi rupiah oleh BI.

Untuk mencegah depresiasi rupiah lebih dalam, bank sentral beberapa kali melakukan intervensi ke pasar uang atau obligasi. Ekonom Chatib Basri mengungkapkan BI melakukan intervensi dengan melepas banyak dollar AS ke pasar karena ada kelangkaan mata uang AS tersebut. "Karena itu, ketika BI menggelontorkan dollar di pasar, maka secara otomatis bank sentral menarik rupiah.

Likuiditas bank memang ketat saat ini karena rupiah," ungkap mantan Menteri Keuangan itu beberapa waktu lalu. Menurut Chatib, bank harus waspada terutama untuk bank-bank kecil dalam memenuhi Giro Wajib Minimumnya. Sementara itu, bank besar masih banyak cara untuk memperoleh dana.

"LPS Rate" Naik

Sementara itu, LPS akhirnya menaikkan suku bunga penjaminan simpanan valuta asing atau valas di bank umum hingga 50 basis poin (bps) atau 0,5 persen menjadi dua persen. Langkah itu dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik instrumen simpanan valas domestik sehingga mampu mencegah aliran dana keluar (outflow).

Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti, di Jakarta, Rabu (12/9), mengatakan suku bunga penjaminan simpanan valas perlu dinaikkan karena terlampau rendah jika dibandingkan suku bunga simpanan valas yang ditransaksikan secara riil. Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top