Riset: Tanah Vulkanik Indonesia Mengandung Zat Berbahaya bagi Manusia dan Lingkungan
Foto udara hujan abu vulkanik yang turun Dusun Trono, Krinjing, Dukun, Magelang, Jawa Tengah, Senin (13/3/2023). Awan panas guguran Gunung Merapi mengakibatkan hujan abu vulkanik di desa yang terletak di sisi barat Gunung Merapi itu.
Foto: ANTARA/Hendra NurdiyansyahAnita Yuliyanti, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)
Di balik keindahan alam dan kesuburannya, tanah vulkanik (dari letusan gunung berapi) ternyata menyimpan kandungan zat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Hasil penelitian kami pada batuan permukaan tanah di sekitar tepian kawah gunung berapi hingga radius sekitar 1 km, menunjukkan adanya kandungan beberapa zat kimia berbahaya dalam jumlah yang cukup tinggi. Dikenal sebagai potential harmful elements (PHEs), sekelompok zat ini terdiri dari logam berat dan beberapa unsur lain yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan karena sifatnya yang toksik (beracun) dan karsinogenik (dapat memicu kanker).
Penelitian ini berlokasi di kawasan Taman Wisata Alam Talaga Bodas di Garut, Jawa Barat, yang tidak jauh dari lahan perkebunan.
Temuan kami juga memperkuat penelitian di negara lain yang mengungkapkan adanya kandungan zat-zat berbahaya dalam batuan vulkanik.
Di Indonesia, pemanfaatan lahan di sekitar gunung api untuk pertanian, perkebunan, dan pariwisata berisiko meningkatkan paparan zat berbahaya bagi manusia. Hal ini perlu menjadi perhatian karena dalam jumlah yang berlebihan, paparan zat berbahaya berisiko mengganggu kesehatan manusia.
Zat Kimia Berbahaya dalam Batuan Vulkanik
Tanah vulkanik terbentuk dari pelapukan batuan vulkanik yang berasal dari material hasil letusan gunung api. Batuan ini tersebar cukup luas di Indonesia yang memiliki banyak gunung api aktif.
Material vulkanik yang kaya akan nutrien (unsur hara) membuat tanah Indonesia terkenal subur sehingga banyak dimanfaatkan untuk perkebunan dan pertanian. Namun, saat tumbuhan menyerap unsur hara dalam tanah, tidak jarang zat berbahaya juga turut terserap sehingga masuk ke dalam produk pangan.
Selain soal kesuburannya, daerah sekitar gunung api juga terkenal dengan alam yang indah dan banyak dijadikan tempat wisata. Jika lokasi dibuka untuk kunjungan tanpa panduan yang jelas, maka pengunjung berisiko terpapar zat berbahaya di lokasi wisata.
Zat berbahaya tersebut meliputi arsenik, antimon, kadmium, kobalt, kromium, dan merkuri. Zat-zat tersebut dihitung dalam satuan ppm (parts per million) atau setara dengan miligram per kilogram. Berikut ini temuan kandungan zat berbahaya tersebut dan perbandingannya dengan standar PHE di beberapa negara.
1) Arsenik (As)
Batuan vulkanik di Pulau Jawa umumnya mengandung sekitar 9 ppm arsenik. Sedangkan pada batuan di sekitar kawah, jumlahnya mencapai sekitar 39 ppm.
Nilai ini melebihi batas kandungan arsenik untuk tanah pertanian di Italia, Uni Eropa, dan Vietnam sebesar 20 ppm. Belanda menetapkan batas yang lebih tinggi sebesar 29 ppm, sedangkan Kanada dan Finlandia menetapkan batas yang lebih rendah sebesar 11 ppm dan 5 ppm. Arsenik kerap digunakan dalam pestisida dan dikenal sebagai racun yang mematikan.
2) Antimon (Stibium, atau Sb)
Kandungan antimon dalam batuan vulkanik di Pulau Jawa diketahui sekitar 1 ppm. Kandungannya dapat mencapai sekitar 36 ppm pada batuan di sekitar kawah. Nilai ini melebihi ambang batas kandungan antimon dalam tanah di Finlandia sebesar 2 ppm.
Antimon sehari-hari dapat dijumpai pada bahan lapisan tahan api (flame retardant) dan kosmetik. Zat ini juga digunakan dalam pembuatan botol plastik kemasan. Pada batuan, antimon terkandung dalam mineral stibnit atau disebut juga antimonit.
3) Kadmium (Cd)
Unsur lain yang perlu diwaspadai adalah kadmium. Batuan sekitar kawah mengandung sekitar 18 ppm kadmium. Jumlah ini relatif lebih rendah dibandingkan kandungannya pada batuan vulkanik segar berupa abu vulkanik yang mengandung sekitar 18 - 24 ppm kadmium. Angka kandungan Cd ini melebihi ambang batas yang digunakan di Finlandia, Kanada, Italia, Belanda, Uni Eropa, Vietnam, yang bervariasi antara 0.8 hingga 3 ppm.
Kadmium banyak digunakan sebagai bahan dalam pembuatan baterai, pestisida, dan pupuk anorganik. Zat ini dikenal beracun dan dapat membahayakan ginjal serta memicu kanker.
4) Kobalt (Co)
Kandungan kobalt pada batuan vulkanik umumnya sekitar 27 ppm. Sedangkan pada batuan di sekitar kawah, jumlahnya bisa mencapai 406 ppm. Nilai tersebut melampaui batas kandungan kobalt untuk tanah pertanian di Kanada dan Finlandia yang bervariasi antara 19 hingga 20 ppm.
Meskipun berbahaya, zat ini juga dikenal sebagai unsur esensial. Kobalt merupakan bagian dari vitamin B12 yang digunakan untuk terapi anemia. Kobalt juga banyak digunakan dalam cat dan kosmetik.
5) Kromium (Cr)
Batuan vulkanik mengandung sekitar 44 ppm kromium. Jumlahnya dapat mencapai sekitar 86 ppm pada batuan di sekitar kawah. Jumlah tersebut melebihi batas untuk tanah pertanian di Kanada dan Finlandia yang bervariasi yaitu sebesar 67 - 100 ppm.
Seperti halnya kobalt, zat ini juga dikenal sebagai unsur esensial yang bermanfaat dalam menjaga kadar gula dalam darah. Mengonsumsi kobalt dan kromium secara berlebihan berpotensi menyebabkan masalah pada organ hati dan ginjal.
6) Air raksa atau merkuri (Hg)
Batuan vulkanik yang kami teliti mengandung 6 ppm merkuri dan batuan sekitar kawah dapat mengandung hingga sekitar 22 ppm merkuri. Nilai ini melebihi ambang batas kandungan merkuri dalam tanah di Finlandia, Kanada, Italia, Belanda, Uni Eropa, Vietnam yang rata-rata kurang dari 1 ppm.
Zat ini dapat dijumpai pada beberapa jenis kosmetik dan alat kesehatan seperti termometer. Zat ini juga banyak digunakan pada pengolahan emas. Sumber utama merkuri di alam berasal dari mineral sinabar (cinnabar) dan dikenal berbahaya karena bersifat racun dan karsinogenik.
Regulasi dan Kewaspadaan Masih Kurang
Indonesia belum memiliki ketentuan khusus yang mengatur batas kandungan zat-zat tersebut dalam tanah (baku mutu tanah). Sejauh ini, penelitian zat berbahaya dalam tanah di Indonesia masih sedikit; rata-rata masih menggunakan acuan luar negeri yang belum tentu sesuai dengan kondisi di tanah air.
Pengaturan ambang batas (threshold) ini penting untuk menilai tingkat ancaman dari keberadaan zat berbahaya dalam tanah terhadap ekosistem dan kesehatan manusia. Ambang batas adalah tingkatan batas yang masih dapat diterima atau ditoleransi.
Beberapa negara telah mengeluarkan peraturan terkait ambang batas kandungan zat berbahaya dalam tanah termasuk di antaranya Finlandia, Kanada, Belanda, Uni Eropa, Thailand, dan Vietnam.
Masyarakat juga perlu lebih waspada saat mengonsumsi produk pangan yang berasal dari daerah dengan kandungan zat berbahaya tinggi. Pasalnya, tamanan maupun produk pangan dapat mengandung sejumlah kecil zat berbahaya tersebut lantaran menyerap nutrisi dari tanah.
Pelaku pariwisata juga hendaknya menaruh perhatian pada keberadaan zat-zat berbahaya tersebut. Langkah yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi dan menandai area penyebaran zat berbahaya di lokasi wisata yang dikelola. Informasi tersebut dapat disampaikan dalam panduan pengunjung.
Selain untuk kewaspadaan, pengetahuan tentang kandungan zat berbahaya yang secara alami terkandung dalam tanah juga penting dalam studi evaluasi (asesmen) pencemaran ataupun degradasi (penurunan mutu) tanah.
Lebih lanjut, wawasan ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dan membuka peluang untuk kajian-kajian baru yang memperkuat alasan perlunya kebijakan terkait baku mutu tanah. Harapannya, hal ini menjadi acuan yang lebih sesuai untuk mengevaluasi kualitas tanah di Indonesia.
Anita Yuliyanti, Peneliti Ahli Pertama bidang Geologi, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Berita Trending
- 1 Kasad: Tingkatkan Kualitas Hidup Warga Papua Melalui Air Bersih dan Energi Ramah Lingkungan
- 2 Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut
- 3 Tak Tinggal Diam, Khofifah Canangkan Platform Digital untuk Selamatkan Pedagang Grosir dan Pasar Tradisional
- 4 PLN Rombak Susunan Komisaris dan Direksi, Darmawan Prasodjo Tetap Jabat Direktur Utama
- 5 Sosialisasi dan Edukasi yang Masif, Kunci Menjaring Kaum Marjinal Memiliki Jaminan Perlindungan Sosial
Berita Terkini
- Ini Pesan Tegas Jenderal Bintang Dua untuk Prajurit Marinir yang Harus Dilaksanakan saat Bertugas
- Banyak Wisatawan Menonton, Kejuaraan Jetski Dunia Dorong Pengembangan Pariwisata Danau Toba
- KDEI Taipei Rampungkan Laporan Peluang Kerja Sama Industri RI dan Taiwan
- Disbun Kaltim Fasilitasi Alih Fungsi Lahan Tambang Menjadi Perkebunan
- Gerak Cepat, Panitia Natal Nasional 2024 Salurkan Bantuan Bagi Korban Erupsi