Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Laporan Bank Dunia - Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia Turun

RI Tertinggal dalam Perbaikan Iklim Usaha

Foto : Sumber: Bank Dunia – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penurunan peringkat kemudahan berusaha atau "Ease of Doing Business" (EODB) menunjukkan Indonesia tertinggal dengan negara lain dalam memacu perbaikan iklim usaha.

Hal ini juga mengindikasikan bahwa daya tarik Indonesia di mata investor global menurun. Laporan Doing Business 2019 yang dirilis Bank Dunia menyebutkan sejumlah negara mengalami kenaikan skor kemudahan berusaha, termasuk Indonesia. Namun, peringkat kemudahan berusahanya turun.

Indonesia mendapat skor 67,96 dari 66,54 tahun lalu, akan tetapi peringkatnya turun dari 72 menjadi 73.

Menanggapi posisi Indonesia itu, Ekonom Senior Bank Dunia, Arvind Jain, mengemukakan meski ada perbaikan iklim usaha, namun pertumbuhannya tidak bisa mengimbangi negara lain.

"Indonesia harus meningkatkan best practice untuk meningkatkan peringkatnya di dunia," ujar dia, dalam video conference, di Jakarta, Kamis (1/11). Posisi Indonesia jauh tertinggal dari Malaysia di peringkat 15 dan Thailand di peringkat 27.

Bahkan, RI juga kalah dengan Vietnam yang menduduki peringkat 69. Peringkat Indonesia hanya jauh lebih tinggi dari Filipina, Kamboja, Laos, dan Myanmar. Sementara itu, peringkat pertama kemudahan berusaha diduduki Selandia Baru, disusul Singapura, Denmark, Hong Kong, dan Korea.

Pengamat ekonomi, Bhima Yudhistira, menilai implikasi dari penurunan peringkat itu adalah daya tarik Indonesia di mata para investor dan pelaku bisnis internasional menurun. Apalagi, di tengah-tengah tekanan ekonomi global, sebagian besar negara melakukan reformasi birokrasi untuk berlomba tarik investasi.

"Jika peringkat Indonesia merosot, itu pertanda ada yang salah dengan reformasi perizinan yang selama ini digembar gemborkan," ungkap dia.

Bhima menambahkan porsi investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) dibanding total investasi Indonesia yang hanya berkisar 5,7 persen, tertinggal jauh dari negara lain, seperti Vietnam yang sudah di atas 19 persen.

Menurut dia, untuk memperbaiki hal tersebut kuncinya ada pada perbaikan proses Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Selama ini, OSS di bawah Kemenko Perekonomian dinilai tidak efektif. "Ini justru membingungkan pelaku usaha," kata dia. Kemudian, lanjut Bhima, dari skor perizinan pembangunan konstruksi di Jakarta memang cukup rumit, dan prosedur pembayaran pajak masih cukup lama.

"Malaysia saja peringkatnya 72 untuk prosedur pembayaran pajak, sementara Indonesia 112. Solusinya, semua perizinan dan pembayaran pajak ada pada satu platform, jangan dipecah-pecah," tukas dia.

Bank Dunia melakukan penilaian EODB di dua kota di Indonesia, yaitu Jakarta dan Surabaya, dengan bobot masing-masing sebesar 78 persen dan 22 persen. Dari 10 indikator EODB yang dinilai, peringkat Indonesia turun di empat bidang dan naik di enam lainnya.

Indikator yang turun peringkat adalah pengurusan izin konstruksi, perlindungan investor minoritas, perdagangan lintas negara, dan penguatan kontrak.

Sementara itu, tiga indikator yang mencatatkan kenaikan peringkat tertinggi dalam laporan tahun ini dibandingkan tahun lalu adalah memulai bisnis, pendaftaran properti, dan mendapatkan kredit.

Korupsi Tinggi

Rektor Universitas Nahdlatul Ulama, Purwo Santosa, berpendapat kemudahan berbisnis di Indonesia tidak akan membaik selama indeks korupsi masih tinggi. Untuk menghasilkan pemerintahan yang kondusif bagi bisnis, Indonesia harus memiliki formasi pusat dan daerah yang jauh dari korupsi.

Demokrasi yang sudah dipilih sebagai sistem politik musti menghasilkan kedaulatan rakyat sebagai prasyarat utama munculnya kepemimpinan yang demokratis dan kondusif untuk bisnis.

"Kemudahan bisnis itu hasil dari proses kelembagaan yang kuat, yakni bagaimana demokrasi menghasilkan sistem yang meloloskan semua yang terbaik, bukan malah memberi stempel bagi para pengeksploitasi rakyat," kata Purwo.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rodrigo A Chaves, mengatakan saat ini Indonesia terus meningkatkan iklim usaha dan berupaya mengurangi kesenjangan terhadap praktik global terkait meregulasi usaha kecil menengah dalam negeri.

"Negara ini juga dapat mengambil manfaat dari peningkatan keterbukaan terhadap investor global, keterampilan, dan teknologi agar bisa lebih bersaing di pasar global," ujar Chaves. ahm/YK/SB/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top