RI Sulit Capai Kemandirian Energi
Pemerintah dinilai lambat membangun kemandirian energi sehingga ketahanan energi nasional sangatlah rentan.
JAKARTA - Lambatnya transisi energi membuat keuangan negara terkuras untuk mengimpor energi fosil demi memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit dan transportasi. Karenanya, Indonesia harus segera beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT) yang sumbernya di dalam negeri melimpah sehingga bisa menghemat subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang setiap tahunnya membebani APBN sekitar 200-300 triliun rupiah.
Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan progres transisi energi di bidang pembangkit sangatlah lambat.
Hal itu menurutnya terjadi karena pemerintah memang tidak memiliki niatan kuat dalam penguatan kemandirian energi baru dan terbarukan (EBT) dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik berbasis EBT.
"Penyelenggara negara masih sangat mengandalkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, padahal ini energi kotor dan polutif," ujarnya.
Menurut Huda, hal ini sangat berkaitan dengan bisnis PLN dan oligarki tambang batu bara yang dimiliki oleh pengusaha lingkar Istana. "Ketika pengusaha masuk ke lingkaran Istana sebagai pembuat kebijakan, kebijakan publik yang dibuat hanya untuk memenuhi hasrat penguasa-pengusaha," tegas Huda.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya