RI Perlu Naikkan Daya Saing Industri Pascakemenangan Trump
Donald Trump
Foto: Jim WATSON/AFPJAKARTA – Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan dan memperbaiki daya saing industri guna mengantisipasi kemenangan Donald Trump pada Pilpres 2024 di Amerika Serikat (AS) yang akan mengurangi impor dari negara lain.
“Yang penting, Indonesia memperbaiki daya saing industri,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (7/11).
Mengingat kepemimpinan Trump pada periode sebelumnya, Esther mewaspadai kemungkinan naiknya tarif impor dari negara lain ke AS. Terlebih, Trump mengusung kebijakan “American First” yang lebih mengutamakan perekonomian domestik di negeri Paman Sam itu.
Maka dari itu, seperti dikutip dari Antara, Esther mengatakan pemerintah Indonesia disarankan untuk memperkuat industri dalam negeri guna meredam efek kebijakan Trump nantinya.
Rekomendasi yang senada juga diungkapkan oleh ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Dia mengimbau pemerintah Indonesia untuk memperkuat ekonomi domestik guna mengantisipasi efek kemenangan Trump.
“Paling utama adalah perlindungan untuk konsumsi domestik. Ketika kondisi global tidak memungkinkan untuk ditingkatkan, penguatan ekonomi dalam negeri menjadi strategi utama,” kata Huda.
Hambat Permintaan
Menurut Huda, hal ini perlu dilakukan karena Trump mempunyai hubungan yang kurang harmonis dengan Tiongkok yang berdampak pada timbulnya perang dagang. Kondisi itu menghambat permintaan barang dari negara lain untuk masuk ke dua negara tersebut.
Efeknya, tambah dia, produk Indonesia bisa makin tertekan, termasuk produk tekstil. Tekanan ini bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan luar negeri yang tertahan.
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia juga perlu mencari pangsa pasar ekspor alternatif selain pasar tradisional. Huda merekomendasikan pasar di Timur Tengah sebagai alternatif bagi Indonesia. “Pangsa pasar ekspor negara Timur Tengah bisa menjadi opsi bagi produk ekspor kita,” tutur dia.
Huda menyinggung dinamika perekonomian saat masa kepemimpinan periode pertama Trump sepanjang 2017–2021. Kala itu, Trump menurunkan tarif pajak secara drastis, dari 35 persen menjadi 21 persen, yang berimbas pada kenaikan inflasi. Federal Reserve (the Fed) kemudian menaikkan suku bunga untuk menanggulangi inflasi, mendorong derasnya aliran dana masuk ke AS.
“Artinya, (dampak kembali terpilihnya Trump) rupiah akan tertekan dan suku bunga acuan bisa naik kembali. Harga saham dalam negeri bisa melemah karena sentimen negatif kenaikan suku bunga acuan dalam negeri, investasi akan terhambat,” ujar Huda.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 2 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 3 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 4 Sabtu, Harga Pangan Mayoritas Turun, Daging Sapi Rp131.990 per Kg
- 5 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal