Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Diplomasi Indonesia

RI Layangkan Nota Protes Pada Vanuatu

Foto : Dok Kemlu RI.
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia telah melayangkan nota protes kepada pemerintah Vanuatu, karena menyelundupkan pemimpin Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda, ke dalam delegasinya saat bertemu Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (KTHAM PBB).

Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, nota protes tersebut dikirimkan karena Vanuatu dianggap tidak menghormati kedaulatan RI dengan mendukung gerakan separatis Papua.

"Yang penting kami protes bahwa ada satu prinsip dasar internasional yang sudah Vanuatu langgar. Kami sampaikan bahwa kami tidak akan mundur kalau sudah menyangkut kedaulatan negara," kata Menlu Retno usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Kamis (31/1).

Indonesia menganggap tindakan Vanuatu yang memasukkan Benny Wenda ke dalam delegasinya dalam pertemuan dengan KT HAM PBB, Michelle Bachelet, di Jenewa, Swiss, pada 25 Januari lalu, tidak didasarkan pada itikad baik (good intention).

Kunjungan delegasi Vanuatu ke kantor KT HAM PBB dimaksudkan untuk membahas laporan penegakan HAM tahunan (Universal Periodic Review/UPR) di Dewan HAM PBB. Namun, Benny Wenda telah memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat yang diklaimnya sudah ditandatangani oleh 1,8 juta orang, padahal dirinya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR.

Untuk merespons insiden ini, Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, pada 30 Januari lalu telah berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan KT HAM PBB. Dalam pembicaraan dengan Dubes Hasan tersebut, Bachelet menyampaikan keterkejutannya mengenai kehadiran Benny Wenda yang bukan merupakan anggota delegasi resmi UPR Vanuatu, sehingga telah menempatkan dirinya pada situasi yang tidak dapat ia hindari (fait accompli).

Tak hanya itu, KT HAM juga menyatakan kekagetannya ketika berita mengenai pertemuan tersebut diberitakan secara luas oleh Benny Wenda, termasuk melalui unggahan pada akun media sosialnya.

"Kami tidak kaget dengan apa yang dilakukan oleh Benny Wenda. Pola yang dilakukan oleh Benny Wenda itu selalu manipulatif dan fake news," tegas Menlu Retno.

Bukan Kali Pertama

Ini bukan kali pertama Vanuatu mendukung gerakan separatis Papua. Hampir setiap tahun Vanuatu menyuarakan masalah Papua dalam berbagai forum PBB untuk menarik dukungan dan perhatian internasional terhadap isu ini.

Pada 2016 dalam Sidang Majelis Umum PBB, Vanuatu bersama lima negara Pasifik lainnya meminta diadakan penyelidikan Dewan HAM PBB terhadap situasi di Papua. Tindakan ini berulang pada 2017, saat Vanuatu dan Kepulauan Solomon mengangkat isu yang sama dalam Sidang Majelis Umum PBB.

Tahun lalu, Vanuatu kembali mendorong penyelidikan dugaan pelanggaran HAM di Papua dan dukungan dunia untuk diadakan referendum di Papua.

Tuduhan yang disampaikan Vanuatu selalu dibantah para diplomat RI yang bertugas di New York, Amerika Serikat. Bahkan, pemerintah Indonesia telah mengundang tim KT HAM PBB untuk berkunjung dan menilai langsung situasi Papua.

Dubes Hasan pun dilaporkan saat ini sedang mengkoordinasikan kunjungan yang dijadwalkan pada paruh pertama 2019. Ant/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top