Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Bahan Pokok

RI Harus Segera Susun Cetak Biru Pengembangan Pangan Lokal

Foto : ANTARA/YUSUF NUGROHO

WARGA BERDESAKAN DEMI BERAS MURAH I Warga antre membeli beras saat kegiatan Gerakan Pangan Murah di Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (8/3). Gerakan pangan murah yang digelar pemerintah setempat bekerja sama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) itu menjual berbagai macam kebutuhan pokok dengan harga lebih murah dari pasar untuk menstabilkan harga bahan pangan menjelang bulan Ramadan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan pemerintah dari masa lalu dengan berupaya menyeragamkan komoditas bahan pokok utama, yaitu beras dan terigu, sebagai sumber karbohidrat perlu segera dievaluasi. Hal itu karena kebergantungan pada dua komoditas impor itu sangat rentan di tengah perubahan iklim dan kondisi geopolitik yang penuh ketidakpastian.

Jika terus bergantung pada dua komoditas yang harus dipenuhi melalui impor, akan menyulitkan memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah dari saat ini yang sudah mencapai 279 juta jiwa.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan kebergantungan kepada negara lain dalam pemenuhan pangan sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia. Dengan jumlah penduduk terus mendekati 300 juta, Indonesia harus segera menyusun cetak biru pengembangan pangan lokal.

"Langkah pertama dalam mengembangkan pangan lokal adalah melibatkan pemahaman mendalam terhadap preferensi dan kebiasaan konsumen. Jangan supply-nya dulu yang diurus, Festival Pangan Nusantara kalau cuma gitu-gitu saja kan sudah menarik konsumen untuk menjadikan pangan lokal sebagai kebiasaan sehari-hari," papar Aditya.

Baca Juga :
Dialog Kenegaraan

Masyarakat Indonesia telah lama terpaut pada konsumsi beras sebagai makanan pokok. Untuk mengubah paradigma ini, perlu dilakukan pendekatan yang berfokus pada peningkatan kesadaran akan keberagaman pangan lokal yang dapat memperkaya dan mendiversifikasi pola makan mereka.

Nilai Gizi

Pentingnya edukasi masyarakat mengenai nilai gizi dan potensi kuliner dari pangan lokal menjadi kunci dalam membentuk preferensi konsumen. Kampanye yang melibatkan komunitas lokal, sekolah, dan media massa dapat menjadi sarana efektif untuk menyampaikan informasi mengenai manfaat kesehatan dan keanekaragaman rasa yang terkandung dalam produk pangan lokal, seperti ubi, jagung, ketela, dan sagu.

"Lidah konsumen dan kebanggan atau brand, fokus itu dulu. Bikin konsumen tertarik, itu dulu mulainya," kata Aditya.

Setelah itu, pemerintah bisa melakukan pemberdayaan petani lokal dan pelaku usaha kecil. Mendorong praktik pertanian berkelanjutan dan memberikan pelatihan terkait teknik pengolahan pangan yang inovatif akan meningkatkan kualitas produk lokal.

Melalui kemitraan dengan pasar lokal dan restoran, produk pangan lokal dapat dihadirkan dalam sajian menarik yang menggugah selera konsumen.

Penting juga bagi pemerintah dan swasta untuk menciptakan ekosistem bisnis yang mendukung pangan lokal juga harus diperhatikan. Keterlibatan pelaku bisnis besar, seperti supermarket dan restoran cepat saji, dalam mendukung produk lokal dapat membuka peluang yang lebih luas.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan diversifikasi pangan sudah ada, tinggal sosialiasi dan edukasi untuk menggunakan atau mengonsumsi selain beras padi karena lebih rendah kalori dan lebih sehat.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top