RI Harus Bisa Ambil Keuntungan dari Perang Dagang AS-Tiongkok
Foto: istimewaJAKARTA – Indonesia harus segera menyiapkan langkah antisipasi menghadapi “Trump efek” setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Indonesia harus memanfaatkan peluang di tengah potensi perang dagang yang mungkin kembali terulang antara AS dan Tiongkok.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Low Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan untuk olahan nikel atau produk hilirisasi, pemerintah harus bisa mendorong peningkatan standar dan kualitas produk nikel. Sebab, banyak peluang bisa ditangkap dari dampak perang dagang AS dan Tiongkok.
Dari sisi perubahan rantai pasok kendaraan listrik, lanjutnya, terjadi pergeseran rantai pasok komponen energi terbarukan ke pasar Asia Tenggara. "Indonesia jangan sampai hanya dijadikan pasar impor teknologi energi terbarukan atau hanya sebagai eksportir komoditas olahan yang nilainya rendah. Indonesia harus menjadi basis industri," ungkap Bhima, Jumat (8/11).
Dia menegaskan langkah ini butuh banyak insentif dan bantuan dukungan infrastruktur kawasan industri yang tetap berwawasan lingkungan dan sosial. "Indonesia jangan sampai mengulang kesalahan sebelumnya saat Trump menjabat relokasi pabrik realatif sedikit ke Indonesia," ujarnya.
Bhima mencontohkan, selama ini banyak insentif fiskal diberikan ke smelter nikel yang kadarnya rendah. Padahal, stimulus tersebut perlu dialihlan ke industri yang masuk di rantai pasok dalam skala menengah atau medium.
"Jadi, selama ini insentif fiskalnya banyak salah sasaran, pajaknya banyak salah sasaran. Tax Holiday, tax allowance dan ini waktunya melakukan evaluasi sehingga investasi yang masuk, dan pengembangan rantai pasok ini bisa sejalan dan lebih fokus," pungkasnya.
Di sektor perdagangan dan investasi, Bhima melihat dampak kemenangan Trump membuat pemerintah harus mempercepat pembukaan wilayah ekspor atau mitra dagang nontradisional, termasuk ke Timur Tengah dan Afrika Utara.
Insentif berikutnya, lanjut dia, penurunan suku bunga pinjaman perbankan perlu dipercepat guna meningkatkan penyaluran kredit ke sektor riil domestik untuk modal kerja.
"Ketiga, efektifkan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) yang memang ditahan dalam jangka waktu lebih lama. Ini adalah kebijakan yang sangat bagus sehingga memperdalam liquiditas valas di pasar domestik," ungkap Bhima.
Bhima menegaskan harus ada industri yang bisa menyerap lebih banyak lagi bahan baku domestik sehingga tidak terlalu bergantung pada fluktuasi harga global dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar rupiah.
Bakal Melunak
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta, Arlyana Abubakar, mengatakan sebagai pemegang kebijakan moneter, bank sentral masih melihat perkembangan ke depannya setelah Trump kembali terpilih menjadi Presiden AS.
Namun, dirinya meyakini Trump tidak akan membuat kebijakan seperti sewaktu dia menjadi presiden karena masalah geopolitik yang ada saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- Khofifah - Emil Ajak Kaum Muda Muhammadiyah Kawal Pilgub Jatim
- Satpol PP DKI Turunkan 3.838 Personel Amankan Pilkada
- Menteri Rosan Promosikan Sektor EBT kepada Investor Inggris
- ESDM Kaji Penghentian Beberapa PLTU Tanpa Bebani Keuangan Negara
- Eastspring Indonesia dan Bank DBS Indonesia Luncurkan Reksa Dana Indeks Eastspring