Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Target Pembangunan I Pertumbuhan PDB Indonesia Harus Melebihi Rata-rata Prapandemi

RI Harus Atasi Berbagai Tantangan untuk Meningkatkan Pendapatan

Foto : Sumber: BPS - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Ekonomi Indonesia harus tumbuh 7-7,5 persen per tahun kalau ingin menjadi negara maju pada 2045.

» Kebergantungan secara substansial terhadap bahan baku impor harus dikurangi secara progresif.

JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) menilai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia harus tumbuh melebihi rata-rata pada masa sebelum pandemi agar mampu jadi negara maju pada 2045.

Vice President of East and Southeast Asia, and the Pacific ADB, Scott Morris, menyampaikan bahwa di tengah fragmentasi ekonomi global saat ini, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk jadi negara maju.

"Pertumbuhan PDB harus melebihi rata-rata sebelum pandemi, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang diusulkan pada 2025-2045 oleh Kementerian PPN/ Bappenas, memperkirakan bahwa PDB perlu tumbuh rata-rata di atas 6 persen per tahun, jauh di atas rata-rata sebelum pandemi sebesar 5,3 persen," kata Scott Morris dalam Annual International Forum of Economic Development and Public Policy (AIFED) 2023 di Bali.

Menurut dia, Indonesia mempunyai berbagai tantangan yang harus diatasi agar mampu menjadi negara berpenghasilan tinggi (high income country) pada 2045. Beberapa tantangan tersebut mencakup tensi geopolitik yang saat ini tengah memanas, perubahan iklim dan masih tingginya angka kesenjangan infrastruktur di Indonesia.

Sebagai upaya mengatasi tantangan tersebut, Scott Morris menilai pemerintah telah melakukan reformasi struktural secara bertahap guna mendorong arus investasi agar dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan memperbaiki iklim dunia usaha di Indonesia.

Selain itu, fokus hilirisasi industri yang dijalankan saat ini juga memiliki potensi besar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

"Dari segi transisi energi global akan memacu peningkatan sumber daya primer, seperti nikel, lithium, dan energi terbarukan sehingga menawarkan peluang yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan perekonomian Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, Scott Morris mengatakan bahwa ekonomi Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya semasa pandemi Covid-19 dengan awalnya kontraksi 2,1 persen pada 2020, menjadi 5,3 persen pada 2022. Ke depan, ADB memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5 persen pada 2023 dan 2024.

Produk Domestik

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang harus tumbuh sekitar 7-7,5 persen per tahun kalau ingin menggapai impian menjadi negara maju pada 2045.

"Apakah bisa? Sangat tergantung bagaimana sumber-sumber pertumbuhan baru harus dipastikan dan digarap dengan serius," kata Suhartoko.

Dari sisi pengeluaran, papar dia, konsumsi masih bisa sebagai sumber pertumbuhan, namun pola konsumsi harus didorong ke konsumsi barang-barang domestik untuk memperkuat dunia usaha, sehingga menimbulkan multiplier effect yang lebih besar.

Pengeluaran pemerintah harus lebih efektif dan efisien dari sisi alokasi dengan meminimkan kebocoran anggaran. Pencairan anggaran yang terkonsentrasi pada akhir tahun terutama di daerah membuat pertumbuhan ekonomi juga tidak maksimum. Oleh karena itu, harus ada terobosan untuk memperbaiki kebiasaan itu.

Dari struktur industri sudah seharusnya dilakukan manufakturisasi yang lebih menciptakan nilai tambah dibandingkan industri pertanian dan komoditas primer. Peningkatan sektor jasa harus dikaitkan sebagai penyangga industri manufaktur.

"Kebergantungan secara substansial terhadap bahan baku impor harus dikurangi secara progresif sehingga keterkaitan antar-industri semakin kuat," kata Suhartoko.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan untuk bisa mencapai pertumbuhan di atas 6 persen per tahun diperlukan investasi yang mendatangkan serapan tenaga kerja dengan nilai tambah yang tinggi.

Bhima mencontohkan kalau ada investasi perusahaan smelter nikel, namun serapan tenaga kerja lokalnya sedikit dan olahan nikelnya tidak sampai menjadi baterai maka investasi seperti itu lebih baik ditahan dulu untuk tidak masuk.

"Investasi harus selektif. Selain itu, potensi ekonomi hijau dan ekonomi biru juga penting. Indonesia punya potensi pertumbuhan yang bersumber dari transisi energi, hingga perikanan asalkan dikelola secara tepat," kata Bhima.

Untuk tumbuh di atas 6 persen, maka kredit perbankan harus tumbuh 18 persen per tahun. Pada saat ini, kredit perbankan masih tumbuh di kisaran 10-12 persen per tahun, artinya masih jauh dari target pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top