Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Keuangan | Pengetatan Moneter AS Bisa Picu Modal Asing Keluar dari "Emerging Market"

RI Dinilai Mampu Hadapi "Tapering"

Foto : ISTIMEWA

SRI MULYANI, Menteri Keuangan

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah optimistis Indonesia relatif lebih berdaya tahan dalam menghadapi kebijakan pengurangan pembelian obligasi alias tapering Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed dibandingkan dengan negara lain. Optimisme tersebut didasarkan pada kajian dari Majalah The Economist pada awal Desember 2021 yang memberikan peta mengenai negara yang sudah mulai terdampak pengetatan moneter AS belakangan ini.

"Namun ini tidak berarti kita akan kehilangan kewaspadaan karena situasi akan sangat volatile, yang berasal dari penyesuaian kebijakan negara-negara maju sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi dari inflasi," ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Desember 2021 secara daring di Jakarta, Selasa (21/12).

Adapun seluruh indikator yang dikaji seperti neraca pembayaran, cadangan devisa, utang pemerintah, utang luar negeri, dan inflasi Indonesia menunjukkan kondisi yang belum terdampak kebijakan Fed.

Dia menjelaskan inflasi di AS yang mencapai 6,8 persen mengharuskan The Fed untuk melakukan tapering yang lebih cepat, dengan mengurangi pembelian surat utang dari yang awalnya akan dikurangi 15 miliar dollar AS per bulan menjadi akan dikurangi 30 miliar dollar AS, serta kemungkinan adanya kenaikkan suku bunga acuan hingga tiga kali pada 2022.

Dengan demikian berbagai perubahan kebijakan tersebut pasti akan menimbulkan dampak terhadap aliran modal asing, terutama ke negara-negara emerging market dan berkembang.

Bendahara Negara membeberkan setidaknya terdapat beberapa negara yang sudah cukup terdampak dalam dari kebijakan The Fed, antara lain Argentina, Mesir, Pakistan, dan Srilanka. "Negara-negara tersebut sangat rapuh karena hampir semuanya terdampak, seperti neraca pembayarannya, utang pemerintah, cadangan devisa, inflasi, dan utang luar negeri," ujarnya.

Selain itu, sambung Menkeu, beberapa negara yang cukup rapuh di antaranya Brasil dan Turki yang terdampak inflasinya, cadangan devisa, dan utang pemerintahnya. Negara tetangga Indonesia, yakni Malaysia, juga menunjukkan kerapuhan dari segi utang pemerintah dan utang luar negeri akibat pengetatan kebijakan The Fed.

Tekanan Inflasi

Seperti diketahui, The Fed, Rabu (15/12), mengumumkan pengurangan dari program pembelian aset bank sentral lebih cepat yang dimulai pada Januari di tengah meningkatnya inflasi. The Fed pada awal November setuju mengurangi program pembelian aset bulanan 120 miliar dollar AS sebesar 15 miliar dollar AS.

"Kami secara bertahap menghentikan pembelian kami lebih cepat karena dengan tekanan inflasi yang meningkat dan pasar tenaga kerja yang menguat dengan cepat, ekonomi tidak lagi membutuhkan peningkatan jumlah dukungan kebijakan," kata Ketua Fed Jerome Powell, Rabu (15/12) sore dalam sebuah konferensi pers virtual.

Selain itu, kata Powell, penyelesaian yang lebih cepat dari pembelian aset pihaknya akan memosisikan kebijakan dengan lebih baik untuk menangani berbagai hasil ekonomi yang masuk akal.

Selama beberapa pekan terakhir, sejumlah pejabat The Fed dan ekonom telah mendesak bank sentral untuk mempercepat laju tapering guna memberikan lebih banyak kelonggaran buat menaikkan suku bunga lebih cepat di tengah tekanan inflasi. Indeks harga konsumen (IHK) naik 6,8 persen pada bulan November dari tahun sebelumnya, laju tahunan tercepat dalam hampir 40 tahun, menurut Departemen Tenaga Kerja AS.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top