Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Restorasi Meiji, Upaya Jepang Melawan Kekuatan Eropa

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Eropa yang kuat secara militer memaksa Jepang membuka negaranya selama periode Edo. Untuk melawan kekuatan itu, negeri ini melakukan modernisasi dengan melakukan industrialisasi dan juga membangun kekuatan militer yang kuat selama periode Meiji.

Penggulingan Keshogunan Tokugawa dalam Restorasi Meiji tahun 1868, membuat para pemimpin baru Jepang memulai program perubahan. Melalui periode Meiji mengacu pada periode dalam sejarah Jepang antara 1868 hingga 1912 yang diperintah oleh Kaisar Meiji, negeri ini mengalami reformasi radikal.

Tujuannya untuk memperkuat negara sehingga dapat melawan ancaman negara-negara Eropa. Selama periode Edo, Tokugawa memberlakukan kebijakan isolasi nasional di negara tersebut. Orang Jepang dilarang pergi ke luar negeri, dan satu-satunya orang asing yang diizinkan datang ke Jepang adalah dari Tiongkok, Korea, dan Belanda. Belanda pun dibatasi pada pos perdagangan di Nagasaki saja.

Pemerintah dapat menerapkan kebijakan pengecualian ini pada tahun 1630-an karena tingkat teknologi di Jepang dan di luar negeri kurang lebih sama. Akan tetapi, sejak akhir abad ke-18, beberapa negara Eropa, terutama Inggris Raya, mulai mengalami Revolusi Industri yang memberi kekuatan pada militernya.

Inggris Raya, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) mulai mengirim kapal ke Jepang, mencoba melakukan perdagangan luar negeri. Tokugawa menolak semua ini, tetapi pada 1852, Komandan AS, Matthew Perry, memimpin armada kapal perang bertenaga uap bersenjata menuntut negara dibuka untuk mereka.

Diplomasi kapal perang yang dilakukan Perry membuat Tokugawa tidak mampu menolak permintaan ini dan menandatangani perjanjian dengan AS. Negara itu mengizinkan pembukaan beberapa pelabuhan dan masuknya beberapa orang asing ke Jepang. Selanjutnya perjanjian dagang dengan kekuatan Eropa lainnya menyusul.

Ini membuat marah para penentang pemerintah yang ingin mempertahankan kebijakan isolasi nasional. Mereka menggunakan slogan "hormati kaisar, usir orang barbar" untuk menyerukan penggulingan Tokugawa, pemulihan otoritas politik keluarga kekaisaran, dan pengusiran orang asing.

Menanggapi serangan terhadap kapal asing, kapal angkatan laut Eropa membombardir beberapa pelabuhan Jepang. Menjadi jelas bahwa 'mengusir orang barbar' bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah dicapai dan strategi alternatif untuk menghadapi ancaman asing perlu dikembangkan.

Pemerintah Tokugawa berupaya meningkatkan kesiapan militer Jepang, tetapi sebelum banyak yang dapat dicapai, pemerintah digulingkan oleh koalisi pasukan dari Choshu, Satsuma, Tosa dan Hizen. Meskipun bakufu telah digulingkan atas nama memulihkan pemerintahan langsung oleh keluarga kekaisaran, kekuasaan sebenarnya ada di tangan orang-orang yang memimpin pemberontakan.

Ini termasuk Okubo Toshimichi (1830-1878) dan Saigo Takamori (1822-1877) dari Satsuma dan Ito Hirobumi (1841-1919), Yamagata Aritomo (1838-1922) dan Kido Takayoshi (1833-1877) dari Choshu. Mereka membentuk Dewan Besar Negara untuk mengatur negara dan menggunakan nama keluarga kekaisaran untuk melegitimasi tindakan mereka, seperti yang dilakukan Tokugawa.

Pada 1869, ibu kota dipindahkan dari Kyoto ke Edo, yang berganti nama menjadi Tokyo (ibukota timur). Kastil Edo berganti nama menjadi Istana Kekaisaran dan menjadi rumah keluarga kekaisaran. Pada 1871 sistem prefektur pun dibuat.

Setelah itu, sistem kelas turun-temurun yang telah ada pada zaman Edo dihapuskan. Mantan samurai diberi status khusus sebagai shizoku dan dibayar tunjangan untuk mengkompensasi hilangnya pendapatan dan status mereka. Tentara dan angkatan laut ditata ulang di sepanjang garis Eropa, dan sistem wajib militer nasional didirikan. Pajak tanah baru juga dibuat untuk membantu pemerintah mendanai reformasinya.

Perubahan Cepat

Sebuah struktur politik baru yang meniru struktur di Eropa diberlakukan. Negara kemudian diarahkan pada industrialisasi dengan cepat. Selanjutnya melakukan pembangunan tentara dan angkatan laut modern.

Pembangunan militer yang pesat dibuktikan negara ini berhasil menang dalam perang melawan Tiongkok dan Russia masing-masing pada 1894 dan 1905. Pada akhir periode Meiji, Jepang tidak hanya menjadi negara terkuat di Asia timur tetapi juga menjadi kekuatan dunia.

Kemajuan yang diperoleh Jepang baik secara ekonomi dan militer mengejutkan pengamat asing sampai generasi sejarawan berikutnya. Kecepatan perubahan masyarakat Jepang selama periode Meiji tidak pernah terbayangkan oleh orang asing terutama Eropa yang cenderung memandang rendah orang Asia.

Pada ke-19 adalah era 'rasisme ilmiah' di Eropa. Mereka percaya secara bawaan lebih unggul daripada orang Asia. Beberapa bagian Eropa baru saja mengalami Revolusi Industri, dan standar hidup serta tingkat teknologi di sana jauh lebih tinggi daripada di bagian lain dunia.

Namun, terlepas dari penampilan luarnya, perubahan yang terjadi pada masyarakat Jepang selama periode Edo (1603-1867) membuat negara tersebut siap menghadapi ancaman dari kekuatan Eropa. Periode ini menjadi landasan bagi industrialisasi yang dilakukan secara cepat.

Sebelumnya Jepang adalah negara damai selama 250 tahun, dan secara umum, negara itu diatur dengan baik. Negeri ini memiliki sistem pemerintahan terdesentralisasi dimana kekuasaan dibagi antara bakufu, pemerintahan prajurit yang dikendalikan oleh keluarga Tokugawa, dan sekitar 270 keluarga daimyo yang memerintah wilayah mereka sendiri.

Sementara Jepang terbagi secara politik, ia memiliki sistem transportasi dan ekonomi yang terintegrasi secara nasional. Meskipun ekonomi Jepang didasarkan pada pertanian, terdapat produksi proto-industri berskala besar dari sejumlah komoditas penting termasuk kapas, sutra, kertas, lilin, dan garam. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top