Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Regulasi dan Pemerasan

A   A   A   Pengaturan Font

Saat membuka perayaan Hari Antikorupsi Sedunia, di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/12), Presiden Joko Widodo mengeluhkan banyaknya perizinan yang sering dimanfaatkan pejabat atau birokrat sebagai alat pemerasan terhadap dunia usaha dan berujung korupsi. Maka, Kepala Negara minta lembaga pemerintahan membenahi layanan kepada masyarakat.

Dari dulu publik sudah tahu dan sering merasakan bahwa regulasi yang dibuat pemerintah sering dijadikan alat untuk memeras oleh para birokrat di lembaga pemerintahan. Pimpinan lembaga pemerintahan berlomba- lomba menerbitkan sebanyak mungkin aturan baru dengan persyaratan jelimet.

Dunia perizinan memang menjadi salah satu sumber pungli yang menggiurkan, selain pengurusan KTP, SIM, akte, dan sebagainya. Surat-surat tersebut harus dimiliki setiap individu, keluarga, atau kelompok. Jika tidak punya, mereka akan kesulitan mendapat akses pelayanan. Jadi, dengan cara apa pun mereka harus mendapat surat-surat tersebut.

Hasilnya tentu antrean lama. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oknum birokrat untuk pungli. Padahal birokrasi dibentuk untuk melayani kebutuhan seperti ini. Urusan yang mestinya mudah, apalagi sudah ada IT, tetap dipersulit. Tujuannya jelas, agar mudah diperas. Karenanya wajar ada adagium "Kalau dapat dipersulit kenapa harus dipermudah?" Itulah watak birokrasi kita.

Untuk mendapat sebuah perizinan dibuat ratusan syarat. Bahkan birokrasi terkadang suka menerbitkan aturan tidak jelas menggunakan bahasa abu-abu. Mereka juga menjadikan surat klarifikasi sebagai objek transaksi suap atau korupsi. Aturan sering dimanfaatkan oknum pejabat untuk memeras.

Presiden minta semua kementerian, lembaga, kepala daerah mulai dari gubernur bupati, hingga wali kota untuk memangkas regulasi dan aturan perizinan serta persyaratan yang membebani masyrakat dan dunia usaha. Apalagi perizinan itu menjadikan produk Indonesia tidak efisien.

Seluruh jajaran birokrasi tidak boleh membuat susah dunia usaha dan masyarakat. Aturan -aturan yang tidak jelas hanya akan menurunkan produktivitas. Saat ini masih terdapat 42 ribu peraturan yang harus dipangkas, terutama di daerah. Karena itu perlu segera dilakukan deregulasi.

Aturan-aturan yang tak jelas itu juga membuat proses perizinan investasi menjadi lamban. Padahal, Indonesia tengah berupaya menggenjot investasi dalam negeri. Sayang, pemerintah pusat tak bisa begitu saja leluasa memangkas peraturan daerah yang bermasalah karena dilarang putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK atas uji materi Nomor 56/PUU-XIV/2016 mencabut kewenangan Kementerian Dalam Negeri membatalkan perda.

Di satu sisi regulasi memang bisa digunakan melindungi kepentingan publik. Namun, sebaliknya regulasi seperti pisau bermata dua yang kerap dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab. Seluruh jajaran birokrasi tidak boleh lagi membuat susah dunia usaha, masyarakat, dan menyibukkan diri membuat aturan-aturan tidak jelas yang menurunkan produktivitas bangsa.

Kita perlu mengingatkan pemerintah dan para birokrat bahwa potensi pertumbuhan investasi dalam negeri cukup besar. Bila pemerintah bisa memperbaiki bahkan menghilangkan kendala-kendala perizinan yang tidak produktif tersebut, akan berpengaruh cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan pemerintah saat ini mengharmonisasikan regulasi yang masih tumpang tindih. Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan cara paling efektif membuat manajemen perizinan efisien. Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan upaya memotong birokrasi panjang yang sering dikeluhkan investor. Proses perizinan bisa dipermudah dengan meringkas prosedur. Kewenangan izin di berbagai lembaga dipangkas dan dilimpahkan agar menjadi satu pintu. Investor tak perlu lagi berinteraksi langsung secara fisik dengan petugas perizinan nakal.

Komentar

Komentar
()

Top