Reforestasi Jangan Ubah Fungsi Hutan
Reforestasi Jangan Ubah Fungsi Hutan
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Reforestasi dalam menyediakan bahan baku untuk co-firing merupakan langkah signifikan dalam menjaga lingkungan dan mendukung transisi energi menuju net zero emission (NZE). Namun yang perlu diingat, pemerintah harus konsisten tidak mengubah fungsi hutan existing.
Hal itu disampaikanpeneliti lingkungan Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, seiring dengannya banyaknya program reforestasi di sejumlah tempat untuk menyediakan bahan baku untuk co-firing.
Hafidz menjelaskan bahwa biomassa merupakan potensi energi masa depan yang netral karbon karena karbon yang dibakar dan diserap hampir sama. Kemudian, secara teknis juga sangat baik untuk reboisasi dan penataan siklus tebang-tanam.
- Baca Juga: Rawan Tertekan Awal Pekan
- Baca Juga: Tunggu Perintah, Bulog Akui Siap Distribusikan MinyaKita
"Asalkan pemerintah konsisten tidak mengubah fungsi hutan existing, pelaku usaha di sektor biomassa harus terlebih dahulu memastikan kontribusinya pada ketertutupan lahan sebelum diberi izin untuk menebang hutan," tegasnya pada Koran Jakarta, Selasa (29/10).
Kenapa demikian, lanjut Arfandi, karena kekhawatirannya bukan reforestrasi malah menambah masalah deforestrasi, sistem pinjam pakai kawasan sangat berisiko. Karena itu, harus dipastikan antara konsumsi (penebangan) dan siklus penanaman dapat seimbang.
Direktur EksekutifInstitute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan menanam pohon di lahan kritis sebagai sumber pasokan biomassa sudah lama dipikirkan dan direncanakan, bukan hal baru, bahkan sudah dilakukan.
Pemulihan lahan kritis juga sudah dilakukan pemerintah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sehingga membuat lahan kritis yg pada 2009 seluas 30.1 juta hektare (ha), turun menjadi 12,74 juta ha di 2022.
"Tetapi, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk pemulihan lahan kritis yang akan jadi sumber pasokan biomass, misalnya soal status lahan, lama izin konsesi, letak lokasi dan jarak dari pembangkit listrik," ungkap Fabby.
Selain itu, menurut dia, melakukan reforestasi juga memerlukan biaya dan butuh waktu 4-5 tahun baru bisa dipanen secara lestari.
"Saya mendorong pemerintah melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis dengan mengacu pada kebutuhan pasokan biomassa di pembangkit listrik yg akan dibutuhkan untuk co-firing. Kuncinya ada di perencanaan yang terpadu," tegas Fabby.
Pengamat energi terbarukan, Surya Darma, mengatakan reforestasi dalam menyediakan bahan baku untuk co-firing dapat menjadi salah satu upaya dalam menjaga lingkungan dan mendukung transisi energi menuju net zero emission (NZE).
Co-firing dapat meningkatkan kontribusi energi terbarukan karena bisa menggantikan batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang masih berjalan tanpa melakukan penutupan PLTU yang ada. Co-firing merupakan cara cepat untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional.
"Untuk menjamin keberlanjutan bahan baku co-firing, perlu menanam sendiri pohonyang dapat dipakai untuk sumber daya biomassa. Apalagi pohon yang ditanam kembali itu dengan memanfaatkan lahan kritis," ucapnya.
Perbaiki Lingkungan
Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, menjelaskan reforestasi dalam menyediakan bahan baku untuk co-firing dinilai merupakan langkah signifikan dalam menjaga lingkungan dan mendukung transisi energi menuju net zero emission.
"Dengan menanam kembali pohon-pohon di lahan kritis, kita tidak hanya memproduksi sumber energi terbarukan, tetapi juga mengembalikan fungsi ekosistem yang hilang," ujar Ferdy, Senin (28/10).
Hal itu, lanjutnya, menunjukkan bahwa reforestasi tidak hanya berkontribusi pada pasokan biomassa, tetapi juga memperbaiki kondisi lingkungan yang telah terdegradasi. Melalui reforestasi, lahan yang sebelumnya kritis dapat ditanami pohon indigofera, jenis tanaman yang mampu menyimpan air sehingga tanah menjadi subur.
Dengan menggunakan biomassa, penggunaan batu bara dapat dikurangi dan emisi karbon pun menurun sehingga pembangkit listrik menjadi lebih ramah lingkungan.
Sekretaris perusahaan PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Mamit Setiawan, memproyeksikan mampu memasok 300 ton biomassa per tahun dari hasil penanaman total 150 ribu pohon biomassa di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hingga akhir tahun 2024.
- Baca Juga: Bapanas: Selasa, Harga Daging Sapi Turun Jadi Rp128.730 per Kg
- Baca Juga: Paparan Kinerja KSEI 2024
"Kita saat ini sudah menanam 100 ribu pohon. Pada November 2024 bakal menanam 50 ribu pohon biomassa lagi. Diharapkan nanti bisa memproduksi biomassa sebanyak 300 ton per tahunnya," kata Mamit.
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Jepang dan AS Salahkan Korea Utara atas Pencurian Kripto Senilai $300 Juta
- BMKG: Hari Ini Hujan akan Mengguyur Sejumlah Kota Besar di Indonesia
- Polisi Masih Selidiki Penyebab Kecelakaan Bus dan Truk di Tol Pandaan-Malang
- Bus Rombongan Siswa SMP IT Berencana ke Kampung Inggris Sebelum Terjadi Kecelakaan di Tol Pandaan
- CIMB Niaga Berdayakan UMKM di Indonesia Timur