Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Penerimaan Negara l Per Februari 2023, Penerimaan Pajak Capai 16,3 Persen dari Target

Realisasi Pajak Dibayangi Risiko Global

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penerimaan pajak pada Februari lalu relatif masih kuat. Namun, pemerintah perlu mewaspadai potensi penurunannya akibat dampak ketidakpastian global dan perilaku buruk sejumlah oknum pegawai pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, melaporkan realisasi penerimaan pajak sampai Februari 2023 mencapai 279,98 triliun rupiah atau 16,3 persen dari target APBN 2023. Angka tersebut tumbuh 40,35 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy).

Sebagai rinciannya, pajak penghasilan (PPh) nonmigas sebesar 137,09 triliun rupiah, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 128,27 triliun rupiah, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar 1,95 triliun rupiah, dan PPh Migas sebesar 12,67 triliun rupiah.

Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada dua bulan pertama 2023 ini dipengaruhi harga komoditas yang masih lebih tinggi dibandingkan Januari-Februari 2022. Faktor lainnya aktivitas ekonomi yang terus membaik dan dampak dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

"Meski demikian, kita tentu tetap waspada meskipun sampai dengan Februari ini sangat bagus karena tadi situasi dunia tidak dalam kondisi yang stabil dan baik. Jadi kita harus mewaspadai," ungkap Menkeu pada Konferensi Pers APBN Kita di Jakarta, Selasa (14/3).

Pertumbuhan neto untuk jenis pajak dominan positif. PPh 21 masih kuat didukung utilisasi dan upah tenaga kerja yang menunjukkan kemampuan perusahaan memberikan tambahan pendapatan kepada pekerjanya dengan pertumbuhan penerimaannya 21,4 persen. PPh OP meningkat 22,3 persen disebabkan pembayaran PPh Tahunan. PPh Badan tumbuh 33,8 persen ditopang tingginya pertumbuhan setoran masa terutama Jasa Keuangan dan Asuransi.

Selain itu, pertumbuhan neto untuk seluruh sektor utama juga tumbuh positif. Sektor industri pengolahan tumbuh dengan kontribusi terbesar dari industri kendaraan bermotor dan pengilangan minyak bumi. Sektor perdagangan tumbuh dengan kontribusi terbesar perdagangan mesin, peralatan, dan perlengkapan lainnya.

Sektor jasa keuangan tumbuh kuat didorong peningkatan suku bunga dan penyaluran kredit perbankan. Sektor pertambangan berkinerja baik karena masih terjaganya harga komoditas terutama batu bara.

Sektor konstruksi dan real estat tumbuh tinggi sebesar 37,5 persen. Hal itu menggambarkan sektor yang mempunyai efek berganda paling besar dari sisi penciptaan kesempatan kerja. Sektor transportasi dan pergudangan dengan kegiatan masyarakat yang mulai menggeliat tumbuh 60,5 persen.

"Jadi ini sektor yang tadinya kena scarring effect, sekarang menggeliat pulih luar biasa," pungkas Menkeu.

Ketidakpercayaan Publik

Meski demikian, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) memperingatkan dampak buruk dari perilaku pegawai pajak terhadap realisasi penerimaan negara dari sektor pajak. Karena itu, Kemenkeu harus memulihkan kepercayaan publik atau wajib pajak.

Manajer Manajemen Pengetahuan Fitra, Betta Anugrah Setiani, mengatakan Kemenkeu khususnya Direktorat Jenderal Pajak dihadapkan dengan persoalan ketidakpercayaan dari masyarakat.

"Jika tidak ada tindakan tegas, ketidakpercayaan dari masyarakat berpotensi pada turunnya angka partisipasi pembayaran dan pelaporan SPT," tegas Betta dikutip dari laman resmi Fitra.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top