Putin: Russia Siap Berunding dengan Ukraina
Vladimir Putin
Foto: AFP/Vyacheslav PROKOFYEVMOSKWA - Presiden Russia, Vladimir Putin, pada Kamis (5/9) mengatakan bahwa ia siap untuk berunding dengan Kyiv, setelah sebelumnya menolak gagasan negosiasi saat serangan Ukraina ke wilayah Kursk sedang berlangsung.
Ukraina melancarkan serangan mendadak ke wilayah Kursk di barat daya pada awal Agustus dengan mengirim ribuan tentara melintasi perbatasan dan merebut puluhan kota dan desa. Setelah serangan itu, Putin mengatakan tidak ada pembicaraan tentang negosiasi dengan Kyiv.
Berbicara di Forum Ekonomi Timur di Kota Vladivostok, Putin mengatakan Moskwa siap untuk berunding tetapi berdasarkan kesepakatan yang dibatalkan antara negosiator Russia dan Ukraina yang dicapai di Istanbul pada tahun 2022, yang ketentuan-ketentuannya tidak pernah dipublikasikan.
"Apakah kita siap berunding dengan mereka? Kita tidak pernah menolak untuk melakukannya, tetapi bukan atas dasar tuntutan sesaat, melainkan atas dasar dokumen-dokumen yang telah disetujui dan benar-benar ditandatangani di Istanbul," kata Putin.
Sebelumnya Kremlin telah berulang kali mengklaim Russia dan Ukraina berada di ambang kesepakatan pada musim semi 2022, tak lama setelah Moskwa melancarkan invasi skala penuh.
"Kami berhasil mencapai kesepakatan, itulah intinya," kata Putin pada Kamis. "Tanda tangan kepala delegasi Ukraina yang mendukung dokumen ini membuktikan hal ini, yang berarti bahwa pihak Ukraina secara umum merasa puas dengan kesepakatan yang dicapai," imbuh dia.
"Itu tidak diberlakukan hanya karena mereka diberi perintah untuk tidak melakukannya, karena elit Amerika Serikat (AS), Eropa, dan beberapa negara Eropa ingin mencapai kekalahan strategis Russia," klaim pemimpin Russia itu.
Antisipasi Jerman
Sementara itu dari Jerman dilaporkan bahwa militernya mulai mengerahkan sistem pertahanan udara Iris-T pertama ke wilayahnya sendiri pada Rabu (4/9) setelah mengirimkan beberapa di antaranya ke Ukraina yang dilanda perang untuk mencegat roket, drone, dan misil Russia.
Kanselir Olaf Scholz mengatakan sistem pertahanan misil permukaan-ke-udara merupakan bagian dari pengembangan pertahanan Jerman dan Eropa yang diluncurkan setelah invasi Russia ke Ukraina pada 2022.
"Russia telah melakukan persenjataan besar-besaran selama bertahun-tahun, terutama di bidang roket dan misil jelajah," kata Scholz pada upacara peresmian di sebuah pangkalan di Todendorf, dekat Kota Hamburg di utara.
"Putin telah melanggar perjanjian pelucutan senjata dan menempatkan misil hingga Kaliningrad, daerah kantong Russia yang terletak sekitar 530 kilometer dari Berlin," imbuh dia.
Kanselir Scholz juga menegaskan bahwa akan menjadi sebuah kelalaian jika tidak menanggapi hal ini dengan tepat. "Kegagalan bertindak akan membahayakan perdamaian. Saya tidak akan membiarkan itu," tegas dia.
Kanselir Scholz, yang didampingi oleh Menteri Pertahanan Boris Pistorius, mengatakan sistem pertahanan tersebut merupakan bagian dari Inisiatif Perisai Langit Eropa, yang juga mencakup pertahanan jarak jauh terhadap misil balistik.
Jerman adalah penyumbang bantuan militer terbesar kedua ke Ukraina setelah AS, telah memasok empat sistem SLM Iris-T ke Ukraina dan menjanjikan delapan unit lainnya dalam waktu dekat. Sistem Iris-T yang dikirim ke Ukraina dilengkapi peluncur yang dipasang di truk yang menembakkan misil untuk mencegat ancaman udara pada jarak hingga 40 kilometer.
Kanselir Scholz mengatakan bahwa Eropa, selain sistem pertahanan, juga memerlukan misil presisi yang lebih banyak agar tidak ada celah yang membahayakan dengan Russia di bidang yang penting secara strategis ini. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD