Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Era Industri 4.0 | Kemristekdikti Susun Regulasi Penyederhanaan PTN Kembangkan Prodi Baru

PTN Belum Lakukan Perubahan

Foto : ISTIMEWA

Mohamad Nasir, Menristekdikti

A   A   A   Pengaturan Font

SEMARANG - Perguruan tinggi negeri (PTN) hingga saat ini belum banyak melakukan perubahan dalam menghadapi era industri 4.0. Diduga karena PTN merupakan aset pemerintah sehingga mereka atau pengelola PTN takut melakukan perubahan.

Hal tersebut dikatakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, saat memberi pidato ilmiah bertema "Dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap Perguruan Tinggi di Indonesia" di hadapan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Rabu (13/3).

Nasir mengatakan hingga saat ini sudah ada sekitar 100 hingga 200 program studi baru yang dibuka oleh berbagai perguruan tinggi dalam memenuhi tuntutan perkembangan industri 4.0.

Menurut dia, perguruan tinggi yang tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi akan tergilas oleh teknologi tersebut. "Itu sudah hukum alam. Perguruan tinggi yang tidak mengikuti perkembangan teknologi akan ditinggal oleh teknologi," katanya.

Oleh karena itu, Kemristekdikti sedang menata regulasi yang ke depannya bisa menyederhanakan perguruan tinggi negeri dalam mengembangkan program studi baru yang dibutuhkan industri. "Kami akan panggil beberapa rektor. Ada sejumlah rektor yang sudah minta disiapkan regulasinya," kata mantan Rektor Undip tersebut.

Pemerintah, lanjut dia, berkeinginan terjadi perubahan, sementara para rektor harus menyampaikan apa yang bisa mereka lakukan.

Di akhir pidatonya, Menristekdikti meminta mahasiswa mencoblos satu saja, jangan sampai mencoblos dua saat pemungutan suara pemilu, 17 April 2019. "Jangan 'nyoblos' dua. Kalau 'nyoblos' dua itu batal, 'nyoblos' satu saja," kata Nasir saat menutup pidato ilmiahnya.

Nasir juga meminta kepada dosen dan mahasiswa jangan sampai golput dalam pemilu. Menurut dia, golput akan merusak sendi-sendi demokrasi yang sudah dibangun bersama. "Pilih sesuai hati nurani, jangan sampai golput," katanya.

Pengobatan Presisi

Dalam kesempatan berbeda, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti, menyatakan mendukung percepatan penerapan pengobatan presisi atau precision medicine di Indonesia seiring perkembangan teknologi memasuki era Revolusi Industri 4.0.

"Kebutuhan 'precision medicine' semakin nyata karena bisa mendeteksi karakteristik penyakit masing-masing individu," kata Ali Ghufron dalam Workshop Bimbingan Teknis Dosen bidang Kesehatan dengan tema Penanganan Kanker Berbasis Precision Medicine, di Yogyakarta.

Menurut Ghufron, di negara-negara tetangga seperti Singapura sangat memperhatikan dan telah menerapkan sistem pengobatan presisi. Dengan diagnosis dan pola pengobatan seperti itu bisa lebih tepat sasaran karena karakteristik penyakit pesien tidak bisa disamakan satu dengan lainnya.

"Di Singapura sudah mulai ke 'precision medicine', cuma karena memang penduduknya di sana sedikit dan sumber dayanya banyak. Sedangkan di Indonesia jumlah penduduknya besar sehingga kita harus memikirkan," kata dia.

Sebagai konsekuensi memasuki era Revolusi Industri 4.0, menurut dia, dengan teknologi terbaru produksi obat-obatan bisa berbeda-beda menyesuaikan denan kebutuhan presisi masing-masing pasien.

Keuntungannya, menurut dia, kebutuhan obat-obatan akan lebih hemat karena obat yang akan diberikan kepada pasien lebih akurat sesuai dengan karakteristik penyakitnya.

Menyongsong era tersebut, Kemristekdikti mulai menyiapkan berbagai kebutuhan inovasi teknologi yang diperlukan termasuk para dosen yang akan mencetak dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis dan pengobatan presisi.SM/YK/Ant/E-3

Penulis : Eko S, Antara

Komentar

Komentar
()

Top