Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kasus Hukum I Target Operasi PLTU Riau I pada 2024 dengan Nilai Investasi USD900 Juta

Proyek PLTU Riau I Dihentikan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Penundaan pembangunan PLTU Riau I diduga akibat adanya kesalahan prosedur tender dalam pengadaan batu bara yang mengundang pihak tertentu untuk mengamankannya proyek dimaksud.

Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menghentikan sementara negosiasi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Riau I. Hal itu seiring dengan kasus hukum yang menimpa proyek ini. Penghentian ini hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Negosiasi dan pengerjaan proyek baru dilanjutkan setelah persoalan hukumnya selesai.

Proyek pembangkit berkapasitas 2 x 300 megawatt (MW) tersebut saat ini telah ditandatangi atau letter of intent (LoI) pada Januari lalu. Target operasinya pada 2024 dengan nilai investasi 900 juta dollar AS. "Untuk sementara kami dihentikan, sampai proses hukumnya berakhir," ungkap Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir, di Jakarta, Senin (16/7).

Berdasarkan LoI, konsorsium akan memasukkan power purchase agreement (PPA) definitive dengan PLN usai dipenuhinya syarat dan ketentuan tertentu sebagaimana diatur dalam LoI. Setelah diterimanya LoI, konsorsium akan membentuk perusahaan patungan untuk proyek Riau I demi menyelesaikan perjanjian offtake tetap jangka panjang dengan anak perusahaan BlackGold, PT Samantaka Batubara untuk memasok batu bara ke proyek PLTU Riau I.

Adapun proyek PLTU Riau I tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini menyeret sejumlah anggota DPR RI yang diduga menerima commitment fee sebesar 2,5 persen atas proyek tersebut. KPK juga menggeledah rumah Dirut PLN, Sofyan Basir.

Sofyan meyampaikan masalah ini ada pada pihak konsorsium. Karena pada konsorsium makanya PLN tidak bisa berbuat sampai ke sana, karena itu tanggung jawab konsorsium. PLN hanya bisa menghentikan pembangunan untuk sementara waktu.

Merespons masalah ini, Serikat Pekerja PLN menduga ada korelasi keterlibatan Sofyan Basir dalam kasus tersebut, diduga Dirut PLN memuluskan swasta dalam proyek PLN. "Ini hanyalah puncak gunung es. Mudah-mudahan melalui KPK, PLN dapat diselamatkan," tegas Ketua Umum SP PLN, Jumadis Abda.

Jumadis menambahkan SP PLN sudah banyak melihat ketidakwajaran yang terjadi di PLN. Mulai dari yang besar program 35.000 MW yang sangat berlebih diserahkan ke swasta dengan take or pay. Untuk ini kita malah sudah mendatangi KPK. Kita menghitung akan ada kerugian PLN 140 trilliun rupiah per tahun setelah selesai pembangunannya.

Terkait dugaan korupsi PLTU Riau I, Jumadis melihat kasus ini memang harus di usut tuntas, mengingat PLN saat ini kondisi keuangannya sangat terganggu. Apalagi, ini terkait dengan program 35.000 MW di mana PLN harus take or pay ke depannya. Padahal, saat ini kebutuhan akan listrik di Sumatera sudah over supply.

"Dengan kasus ini, saya melihat bisa menjadi pintu masuk KPK untuk melihat lebih dalam lagi kondisi semua proyek yang ada di PLN. Walaupun kita harus melihat ke depan terkait dengan kebutuhan listrik, tapi harus di hitung secara benar terkait dengan pertumbuhan penggunaan listrik di sumatera," kata Jumadis.

Awasi Ketat

Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radi menduga ada kesalahan prosedur tender dalam pengadaan batu bara yang mengundang pihak-pihak tertentu untuk mengamankannya proyek dimaksud.

"Ini harus diawasi oleh KPK agar tidak terjadi lagi pada proyek lainnya, apalagi proyek-proyek terkait dengan pembangkit 35 ribu MW," tutup Fahmi.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top