Program makan bergizi gratis dan upaya menggerakkan perekonomian lokal
Para pekerja katering saat menyiapkan makan bergizi gratis bagi para siswa di dapur penyedia Husein Sastranegara, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (6/1)
Foto: ANTARA/Rubby JovanJakarta -- Menciptakan generasi gemilang lewat pemenuhan gizi yang seimbang bagi anak-anak sekolah, menjadi tujuan utama dilaksanakannya program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di sisi lain, MBG diharapkan juga dapat mendongkrak perekonomian lokal atau masyarakat setempat.
MBG dilaksanakan serentak di 26 provinsi pada 6 Januari 2025. Terdapat empat tujuan dari program ini, yakni menyiapkan sumber daya yang unggul, menurunkan angka stunting, menurunkan angka kemiskinan dan menggerakkan ekonomi masyarakat agar cita-cita Indonesia Emas 2045 tercapai.
Pemerintah menargetkan program MBG dapat menyentuh tiga penerima manfaat selama Januari-Maret 2025. Penerima manfaat yang disasar terdiri dari balita, santri, siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, ibu hamil serta ibu menyusui.
Dana yang dianggarkan oleh pemerintah untuk program ini sebesar Rp71 triliun, dan kemungkinan akan ditambah sebanyak Rp140 triliun untuk periode selanjutnya.
Dengan besarnya anggaran yang dialokasikan, perekonomian masyarakat daerah diharapkan dapat terangkat apabila dapur-dapur masyarakat diserahkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau dikelola oleh koperasi-koperasi tempat dilaksanakannya MBG.
Tak hanya dari sisi penyiapan logistik dan distribusi makanan, sampah sisa makanan MBG pun berpotensi menjadi ekonomi sirkular seperti kompos dan industri maggot bila dikelola dengan baik oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di masing-masing wilayah.
Pembangkit ekonomi lokal
Dengan dana Rp71 triliun, program MBG diyakini dapat meningkatkan perekonomian daerah karena melibatkan warga lokal dalam penyediaan bahan baku lokal di setiap SPPG. Setidaknya akan ada 937 SPPG di 26 provinsi hingga akhir Januari 2025.
SPPG ini diharapkan dapat membeli bahan kebutuhan makanan pada pedagang-pedagang setempat, seperti buah, sayur, telur, susu, daging, ikan maupun beras. Sebisa mungkin memanfaatkan komoditas lokal yang dihasilkan di wilayah masing-masing.
Petugas dapur atau tukang masak pada SPPG yang berasal dari warga setempat dapat membawa lebih banyak keuntungan bagi masyarakat daerah tersebut. SPPG juga dapat memanfaatkan dapur yang sudah ada, seperti dapur UMKM atau dapur bersama milik masyarakat.
Pemanfaatan dapur ini dapat menghemat anggaran dan menekan biaya distribusi karena dapurnya dekat dengan sekolah. Dengan biaya yang hemat, maka dananya bisa digunakan untuk menambah menu yang lebih bervariasi.
Tak hanya menggerakkan perputaran uang di wilayah yang bersangkutan, MBG juga memberikan dampak berganda atau multiflier effect lainnya, yakni penyerapan tenaga kerja.
Permintaan pesanan makanan yang meningkat, dapat berimbas pada penambahan juru masak, pengantar makanan hingga orang-orang yang bertugas membantu penyiapan kemasan makanan.
Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian mengatakan MBG dapat mampu menciptakan efek berganda bagi masyarakat lokal, mulai dari kesejahteraan produsen hingga penyerapan tenaga kerja.
Penyerapan lapangan kerja baru ini, sangat mungkin terjadi, khususnya bagi para ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan. Masyarakat sekitar yang awalnya tidak memiliki pekerjaan akan memiliki peluang untuk bekerja di dapur ataupun membantu pendistribusian makanan dari dapur ke sekolah-sekolah.
"Saat UMKM kebanjiran order, maka ada penambahan tenaga kerja. Nah ini menciptakan multiflier effect, selain MBG membantu meningkatkan gizi, juga meningkatkan kesejahteraan para produsen lokal dan penyerapan tenaga kerja," kata Eliza.
Untuk memudahkan eksekusi perintah, distribusi logistik hingga sistem pembayaran, tentunya memang harus memiliki lembaga khusus yang dapat menaungi para UMKM ataupun warga lokal. Dalam hal ini, koperasi bisa mengambil perannya.
Peranan koperasi
Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi beberapa waktu lalu mengatakan bahwa peran koperasi dalam MBG menjadi jembatan dalam mendukung petani, nelayan hingga peternak lokal dalam menyediakan bahan baku, hingga mengelola satuan pelayanan penyediaan gizi dan distribusi logistik.
Berdasarkan catatan Kementerian Koperasi, terdapat sebanyak 1.336 unit koperasi yang terlibat dalam MBG dan akan terus bertambah seiring berjalannya program.
Koperasi juga bisa mendampingi standardisasi dapur agar sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Namun demikian, pemerintah juga harus memberikan kepastian dan akses bagi para petani, peternak dan nelayan untuk bisa bergabung menjadi vendor dapur SPPG ataupun dapur sekolah dan UMKM.
Harus menjadi bahan pertimbangan juga, bagaimana jika petani, nelayan, dan peternak tersebut belum menjadi anggota koperasi, diperbolehkan menjual barangnya kepada koperasi.
Tentunya, kerja sama dan kolaborasi ini diharapkan dapat berjalan dengan baik agar program MBG dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.
Pengawasan tender
Tidak dapat disangkal, untuk bisa masuk dalam ekosistem MBG, maka pasti akan ada persaingan, apalagi program strategis ini dengan anggaran yang besar.
Perlu ada pengawasan dari berbagai pihak mulai dari masyarakat setempat, pihak keamanan, pemerintah hingga lembaga lainnya.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah bersedia untuk mengawasi tender program makan bergizi gratis (MBG) guna menjaga persaingan usaha yang sehat.
Program MBG disebut masuk dalam pengawasan sektor ketahanan pangan yang perlu mendapat perhatian lebih lantaran melibatkan banyak bidang usaha. Pengawasan ini akan meliputi logistik, pendistribusian, serta UMKM mana saja yang terlibat.
Selain itu, KPPU juga akan memantau bagaimana mekanisme lelang, tender dan juga harga yang ditawarkan oleh vendor.
Pengawasan-pengawasan ini wajib dilakukan agar tidak ada pihak yang memonopoli penyediaan MBG dan terjadi persaingan usahanya benar-benar sehat.
Dengan demikian, diharapkan perekonomian lokal dapat bergerak secara merata dan mendapat kesempatan yang sama untuk bisa meningkatkan pendapatan dari MBG.
Pada akhirnya MBG bukan hanya sekadar meningkatkan gizi para calon pemimpin masa depan Indonesia, tetapi juga mampu menghidupkan perekonomian lokal dan membantu kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat juga menjadi lebih produktif dengan adanya kesempatan kerja baru, khususnya bagi yang selama ini tidak berpenghasilan.
Berita Trending
Berita Terkini
- Cegah Stunting, Dinkes dan DP3AKB Biak Tingkatkan Layanan di 297 Posyandu
- MUI Ambon: Jangan Mudah Terpengaruh Isu Tak Bertanggung Jawab
- Jelang Ramadan 2025, Pemkab Pasaman Barat Pastikan Ketersediaan Beras
- Pertamina Enduro Takluk di Tangan Popsivo Polwan
- Kemenekraf Siap Dukung Partisipasi Indonesia di New York Fashion Week