Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hidrogen Hijau

Produksi Hidrogen Hijau Melalui Fotosintesis Buatan

Foto : Wikimedia Commons
A   A   A   Pengaturan Font

Hidrogen yang digunakan saat ini masih dibuat dengan sumber listrik energi fosil. Melalui proses fotosintesis buatan dengan memanfaatkan bakteri dan bahan nano, memungkinkan menghasilkan energi yang ramah lingkungan.

Kebutuhan akan energi bersih dan berkelanjutan saat ini menjadi kebutuhan yang mendesak. Mengacu pada masalah tersebut, para ilmuwan dari University of Rochester mengambil inspirasi dari proses fotosintesis yang biasa terjadi pada tumbuhan.

Proses pemanfaatan sinar matahari digunakan untuk merancang metode inovatif dan ramah lingkungan untuk menciptakan bahan bakar hidrogen bersih. Tim peneliti meniru fotosintesis secara buatan dan memanfaatkan bakteri untuk mengirimkan elektron ke fotokatalis semikonduktor kristal nano.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalamProceedings National Academy of Sciencesyang dilakukan oleh Kara Bren, profesor Richard S Eisenberg dan profesor Todd Krauss dari Universitas Rochester, AS, mengungkapkan bahwa bakteriShewanella oneidensisdapat berfungsi sebagai sumber elektron yang efektif dan efisien untuk sistem fotosintesis buatan mereka.

Dengan memanfaatkan sifat unik dari mikroorganisme ini bersama dengan bahan nano, sistem yang mereka kembangkan memiliki potensi untuk menggantikan pendekatan lama sekaligus merevolusi cara memproduksi bahan bakar hidrogen. Sebelumnya cara memperoleh hidrogen dengan mengandalkan bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan.

"Hidrogen jelas merupakan bahan bakar yang sangat diminati kementerian energi saat ini," kata Bren seperti dikutip dari lamanScitech Daily. "Jika kita dapat menemukan cara untuk mengekstraksi hidrogen dari air secara efisien, ini dapat menghasilkan pertumbuhan energi bersih yang luar biasa," imbuh dia.

Menurut Bren, hidrogen adalah bahan bakar yang ideal karena ramah lingkungan dan merupakan alternatif bebas karbon untuk bahan bakar fosil. Unsur kimia tersebut paling melimpah di alam semesta dan dapat diproduksi dari berbagai sumber, termasuk air, gas alam, dan biomassa.

Tidak seperti bahan bakar fosil yang menghasilkan gas rumah kaca dan polutan lainnya, saat hidrogen dibakar, satu-satunya hasil sampingannya adalah uap air. Bahan bakar hidrogen juga memiliki kerapatan energi yang tinggi, artinya mengandung banyak energi per satuan berat. Ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk sel bahan bakar, dan dapat dibuat dalam skala kecil dan besar. Penggunaannya bisa dimulai dari tingkat rumah hingga industri manufaktur yang memerlukan energi sangat besar.

Bren membayangkan bahwa di masa depan, setiap rumah berpotensi memiliki tong dan tangki bawah tanah untuk memanfaatkan kekuatan matahari untuk memproduksi dan menyimpan sejumlah kecil hidrogen. Sistem tersebut memungkinkan orang memberi energi pada rumah dan mobil mereka dengan bahan bakar yang murah dan mudah terbakar.

Bren mencatat saat ini ada kereta, bus, dan mobil yang ditenagai oleh sel bahan bakar hidrogen, tetapi hampir semua hidrogen yang tersedia untuk menggerakkan sistem ini berasal dari bahan bakar fosil.

"Teknologinya ada di luar sana, tetapi belum benar-benar membantu lingkungan," ucap dia.

Tantangan

Namun meski jumlah hidrogen sangat melimpah di alam, tapi hampir tidak ada hidrogen murni di Bumi. Unsur ini selalu terikat pada unsur lain, seperti karbon atau oksigen, dalam senyawa seperti hidrokarbon dan air. Untuk menggunakan hidrogen sebagai sumber bahan bakar, hidrogen harus diekstraksi dari senyawa ini.

Oleh karenanya para ilmuwan secara historis mengekstraksi hidrogen baik dari bahan bakar fosil, atau, baru-baru ini, dari air. Untuk mencapai yang terakhir, ada dorongan besar untuk menggunakan fotosintesis buatan.

Selama fotosintesis alami, tanaman menyerap sinar matahari, yang mereka gunakan untuk menggerakkan reaksi kimia guna mengubah karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen. Intinya, energi cahaya diubah menjadi energi kimia yang menjadi bahan bakar organisme.

Demikian pula, fotosintesis buatan adalah proses mengubah bahan baku dan sinar matahari yang melimpah menjadi bahan bakar kimia. Sistem yang meniru fotosintesis memerlukan tiga komponen yaitu penyerap cahaya, katalis untuk membuat bahan bakar, dan sumber elektron.

Sistem ini biasanya terendam dalam air dan sumber cahaya memberi energi ke penyerap cahaya. Energi tersebut memungkinkan katalis untuk menggabungkan elektron yang disediakan bersama dengan proton dari air di sekitarnya untuk menghasilkan gas hidrogen. Namun, sebagian besar sistem saat ini bergantung pada bahan bakar fosil selama proses produksi atau tidak memiliki cara yang efisien untuk mentransfer elektron.

"Cara bahan bakar hidrogen diproduksi sekarang secara efektif membuatnya menjadi bahan bakar fosil," kata Bren. "Kami ingin mendapatkan hidrogen dari air dalam reaksi yang digerakkan oleh cahaya sehingga kami memiliki bahan bakar yang benar-benar bersih dan melakukannya dengan cara yang tidak menggunakan bahan bakar fosil dalam prosesnya," tutur dia.

Oleh karena itu tim Krauss dan tim Bren telah bekerja selama sekitar satu dekade untuk mengembangkan sistem efisien yang menggunakan fotosintesis buatan. Mereka menggunakan kristal nano semikonduktor untuk penyerap cahaya dan katalis.

Salah satu tantangan yang dihadapi para peneliti adalah mencari tahu sumber elektron dan mentransfer elektron secara efisien dari donor elektron ke kristal nano. Sistem lain telah menggunakan asam askorbat, umumnya dikenal sebagai vitamin C, untuk mengembalikan elektron ke sistem.

Dalam makalah mereka, Krauss dan Bren melaporkan donor elektron yang tak terduga berupa bakteri. Mereka menemukan bahwaShewanella oneidensis, bakteri yang pertama kali dikumpulkan dari Danau Oneida di bagian utara New York, menawarkan cara yang efektif, gratis, namun efisien untuk menyediakan elektron ke sistem mereka.

Sementara laboratorium lain menggabungkan struktur nano dan bakteri. "Semua upaya itu mengambil elektron dari kristal nano dan memasukkannya ke dalam bakteri, lalu menggunakan mesin bakteri untuk menyiapkan bahan bakar," kata Bren. "Sejauh yang kami tahu, kasus kami adalah kasus pertama yang sebaliknya dan menggunakan bakteri sebagai sumber elektron untuk katalis kristal nano," papar dia.

Ketika bakteri tumbuh dalam kondisi anaerobic kondisi tanpa oksigen mereka menghirup zat seluler sebagai bahan bakar, melepaskan elektron dalam prosesnya.Shewanella oneidensisdapat mengambil elektron yang dihasilkan oleh metabolisme internalnya sendiri dan menyumbangkannya ke katalis eksternal. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top