Presidential Threshold untuk Lahirkan Capres Berkualitas
Tangkapan layar - Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka menyampaikan keterangan DPR dalam sidang lanjutan pengujian materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/10).
JAKARTA - DPR RI menyatakan bahwa ketentuan ambang batas untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) bertujuan untuk mendapatkan calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) yang berkualitas.
Ihwal presidential threshold tersebut dijelaskan oleh Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka selaku perwakilan DPR dalam sidang lanjutan pengujian materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/10).
"Tujuan pengaturan adanya presidential threshold adalah untuk mendapatkan capres dan cawapres yang berkualitas. Pengusulan ini dilakukan oleh partai politik dan gabungan partai politik yang bertanggung jawab terhadap pasangan presiden dan wakil presiden yang diusung," kata Martin.
Martin menjelaskan, ambang batas tersebut diterapkan untuk memastikan bahwa capres dan cawapres memiliki dukungan yang signifikan dari partai politik atau masyarakat.
Adanya keharusan melewati ambang batas dianggap sebagai langkah untuk menyaring capres dan cawapres. Dengan begitu, hanya calon berkualitas dan memiliki dukungan signifikan yang dapat maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres).
Selain itu, sambung Martin, presidential threshold akan memaksa partai politik untuk melakukan konsolidasi politik. Hal ini akan memunculkan koalisi untuk memperkuat pelaksanaan pemerintahan sekaligus membangun pemerintah yang efektif.
"Oleh karena itu, dapat terwujud stabilitas politik dengan dukungan yang kuat, sehingga capres diharapkan dapat lebih efektif dalam menjalankan pemerintahan dan kebijakan negara," imbuh dia.
Dia juga menjelaskan bahwa presidential threshold merupakan mekanisme yang niscaya digunakan dalam sistem presidensial multipartai. Pasalnya, presiden membutuhkan dukungan mayoritas di parlemen.
"Tanpa dukungan mutlak, presiden sangat mungkin menjadi kurang decisive (tegas) dalam upaya menggerakkan jalan pemerintahan dan pembangunan sehari-hari," ujar Martin.
Di sisi lain, mekanisme presidential threshold diharapkan dapat menjamin kesederhanaan jumlah partai politik di masa mendatang.
Redaktur : Sriyono
Komentar
()Muat lainnya