Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Presidensi G20 Jadi Momen untuk Dorong Percepatan Transisi Energi di Indonesia

Foto : Istimewa

Presidensi G20

A   A   A   Pengaturan Font

Presidensi G20 yang dipegang Indonesia menjadi momentum penting transisi energi hijau di Tanah Air. Bahkan, transisi energi menjadi fokus pembahasan Presidensi G20 Indonesia.

Melalui fokus ini, negara G20 mendorong peralihan penggunaan energi berbasis fosil yang menghasilkan emisi karbon menuju energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan bank sentral negara anggota G20 berkomitmen mengatasi perubahan iklim dan mendorong pemulihan ekonomi berkelanjutan. Ini disampaikan dalam pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20.

Sejak 2017, pemerintah Indonesia sudah melakukan transisi energi melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam rencana tersebut, pemerintah memiliki target bauran energi nasional mencapai 23 persen pada 2025 dan diharapkan meningkat terus hingga 32 persen pada 2050.

Di waktu berbeda, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan tiga isu utama dalam pilar transisi energi yang akan dibahas yakni akses, teknologi, serta pendanaan. Berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo, perhelatan G20 diharapkan mampu menghasilkan sebuah kesepakatan yang konkret dan menghindari perdebatan-perdebatan.

"Dengan tiga prioritas tersebut, forum Transisi Energi diharapkan memberikan hasil persidangan G20 yang lebih konkret guna memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan serta transisi yang berkadilan. Dengan urgensi tiga isu ini diharapkan dapat mencapai kesepakatan global dalam mengakselerasi transisi energi," katanya dalam acara Peluncuran Transisi Energi G20, dikutip Jumat (25/2).

Arifin menambahkan, melalui forum tersebut Indonesia mampu menghimpun komitmen global yang lebih kuat dalam rangka mencapai target global pada akses energi yang ditargetkan Agenda 2030 sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Diharapkan Indonesia mampu mencapai kesepakatan global untuk mengakselerasi transisi energi.

Selain itu, pilar transisi energi diharapkan menghimpun komitmen global yang lebih kuat dalam rangka mencapai target global pada aksses energi yang ditargetkan pada 2030 sebagai tujuan yang berkelanjutan untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi yang bersih dan mengintensifkan pendanaan transisi energi.

"Hasil utama inilah yang diharapkan presidensi indonesia sebagai tindak lanjut dari aksi-aksi pascaCOP26 dan Presidensi G20 sebelumnya, dalam rangka mencapai karbon netral, yang Indonesia telah targetkan pada 2060, atau lebih cepat lagi dengan dukungan ril dari komunitas internasional," ujar Arifin.

Seperti diketahui, mulai 2026 hingga 2030, pemerintah menyatakan tidak akan menambah proyek PLTU baru, kecuali yang sedang dibangun atau sudah dilakukan penandatanganan kontrak sebelumnya.

Kemudian, mulai 2036 sampai 2040 Indonesia akan melanjutkan tahap kedua penghentian PLTU yang dilanjutkan pada 2051 sampai 2060 sebagai periode terakhir, sekaligus pengembangan hidrogen untuk listrik secara besar-besaran.

Pemerintah juga melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meluncurkan taksonomi hijau dalam pertemuan tahunan industri jasa keuangan pada akhir Januari 2022 lalu. Ini bertujuan untuk mendukung lebih banyak proyek ramah lingkungan.

Taksonomi hijau tersebut diharapkan dapat mempermudah industri Sektor Jasa Keuangan (SJK) mengklasifikasi kegiatan usaha hijau atau ramah lingkungan dan mengembangkan produk dan atau portofolio jasa keuangan yang ramah lingkungan.

Selain itu, taksonomi hijau diharapkan bisa membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit, pembiayaan, serta investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat (greenwashing).


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top